
Wall Street Dibuka Anjlok Sambut Eskalasi Ketegangan AS-China

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka anjlok pada pembukaan perdagangan Jumat (15/5/2020), menyusul anjloknya penjualan ritel dan kenaikan tensi perang dagang antara China dan AS.
Indeks Dow Jones Industrial Average drop 206,4 poin (-0,9%) pada pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB), dan selang 12 menit memburuk jadi 151,22 poin (-0,64%) ke 23.474,12. Nasdaq turun 89,31 poin (-1%) ke 8.854,41 dan S&P 500 tertekan 22,64 poin (-0,79%) ke 2.829,86.
Penjualan ritel bulanan AS anjlok sebesar 16,4% pada April, menjadi rekor yang terburuk. Ekonom dalam polling Dow Jones mengekspektasikan penurunan sebesar 12,3%. Penjualan ritel inti - meliputi otomotif, gas, makanan, dan bahan bangunan - anjlok 15,3%.
"Saya yakin anda sudah tahu bahwa ini buruk. Persoalannya, anda tak bisa mengacuhkan berita buruk ini pada April," tutur John Briggs, Kepala Strategi Investasi NatWest Markets, sebagaimana dikutip CNBC International.
Gedung Putih telah menyatakan akan menghentikan pengiriman semikonduktor ke perusahaan China Huawei. Departemen Perdagangan AS mengatakan mereka akan "secara strategis menyasar pembelian Huawei atas semikonduktor yang jadi produk langsung teknologi dan piranti lunak AS."
Menanggapi itu, Hu Xijin, Pemimpin Redaksi Global Times yang merupakan media pelat merah, melalui cuitan di Twitter berkata bahwa China akan "membatasi atau menginvestigasi" perusahaan AS termasuk Qualcomm, Cisco Systems dan Apple jika AS terus memblok rantai-suplai Huawei.
Harga saham produsen semikonduktor seperti AMD dan Nvidia anjlok lebih dari 1% pada awal sesi pembukaan perdagangan. Saham Apple drop 2,3% sedangkan saham Cisco dan Qualcomm longsor masing-masing sebesar 2,2% dan 3,7%.
Meski indeks Dow Jones kemarin ditutup menguat lebih dari 300 poin, Wall Street sedang mengarah pada koreksi mingguan terbesar sejak Maret lalu. Indeks Dow Jones tercatat anjlok lebih dari 2% secara pekan berjalan.
Angka pengajuan klaim asuransi bagi pengangguran baru pekan lalu mencapai 3 juta dokumen, sehingga total korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat wabah Covid-19 mencapai 36 juta orang.
Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Anthony Fauci dalam wawancara dengan New York Times mengingatkan bahwa pembukaan kembali ekonomi yang terlalu cepat bisa memicu "kematian dan penderitaan yang tidak perlu."
Saat ini lebih dari 4,5 juta penderita virus corona telah teridentifikasi di seluruh dunia, dengan AS menyumbang nyaris 1,5 juta sendiri, mengutip data Worldometers. Sebanyak 303.000 orang dilaporkan meninggal dan 1,7 juta lainnya berhasil sembuh.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?