
Masih Belum Menarik, Obligasi RI Bervariasi, BI Masuk Lelang
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 May 2020 19:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi Indonesia bergerak bervariasi alias ada yang menguat dan ada yang melemah di pekan ini. Hal ini tercermin dari imbal hasil (yield) obligasi negara.
Dari 4 seri acuan tenor 5 tahun, 15 tahun dan 20 tahun harganya mengalami pelemahan sehingga imbal hasilnya naik, hanya tenor 10 tahun yang harganya menguat dan yield-nya pun turun.
Pergerakan yield berbanding terbaik dengan harganya, ketika yield naik berarti harga sedang turun, sebaliknya ketika yield turun artinya harga sedang naik. Ketika harga naik, itu berarti sedang ada aksi beli di pasar obligasi.
Berdasarkan data Refinitiv, yield untuk seri FR0081 yang bertenor 5 tahun, mengalami kenaikan tipis 2,2 basis poin menjadi 7,294%, seri FR0080 bertenor 15 tahun naik cukup tinggi 14,5 bps menjadi 8,145%, dan seri FR0083 bertenor 20 tahun yang naik 3,8 bps menjadi 8,089%.
Hanya seri FR0082 bertenor 10 tahun yang turun tipis 3,2 bps menjadi 7,892%, artinya harganya sedang naik.
Meski sentimen pelaku pasar secara global sedang bagus, tetapi para investor sepertinya masih belum mau masuk ke pasar obligasi Tanah Air, dan masih memilih bermain aman di obligasi Amerika Serikat (AS) meski yield yang diberikan jauh lebih rendah. Sebagai perbandingan yield Treasury tenor 5 tahun hanya 0,353%, sementara tenor 10 tahun 0,618%.
Sejak pekan lalu, pasar keuangan global dinaungi sentimen positif dari perkembangan terbaru dari pandemi Covid-19, dan segala hal yang terkait dengan virus yang telah menginfeksi lebih dari 3 juta warga dunia, dan menyebabkan lebih dari 230.000 orang meninggal dunia.
Penyebaran Covid-19 di Eropa dan Amerika Serikat (AS) sudah menunjukkan tanda-tanda pelambatan, alias sudah mencapai puncaknya. Oleh karena itu, Eropa dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat berencana melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) di bulan Mei. Beberapa negara di Eropa dan negara bagian di AS bahkan sudah mulai mengizinkan warganya dan aktivitas bisnis kecil beroperasi.
Roda bisnis di Eropa dan AS yang mulai berputar kembali tentunya menjadi kabar bagus, perekonomian global bisa perlahan bangkit dari keterpurukan.
Setelah kabar pelonggaran lockdown, sentimen pelaku pasar semakin membuncah setelah adanya perkembangan positif dari obat Covid-19 (remdesivir) buatan Gilead Science Inc.
CNBC International Rabu (29/4/2020 waktu AS melaporkan tahap awal uji klinis remdesivir tersebut yang dilakukan oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases sudah mencapai tahap akhir, dan hasilnya bagus.
Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu waktu setempat mengatakan ia ingin Food and Drug Administration (FDA) bergerak secepat yang mereka bisa untuk menyetujui remdesivir Gilead digunakan sebagai pengobatan virus corona.
"Kami ingin melihat persetujuan yang cepat, khususnya dengan obat yang mampu mengobati Covid-19" kata Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International.
Hanya berselang 2 hari, Jumat kemarin sebelum perdagangan sesi AS ditutup, FDA mengizinkan penggunaan darurat remdesivir Gilead untuk mengobati pasien Covid-19.
Presiden Trump mengumumkan langsung keputusan tersebut bersama CEO Gilead Daniel O'Day di Gedung Putih.
Dengan ijin dari FDA tersebut, dokter akan dijinkan menggunakan remdesivir untuk pengobatan pasien Covid-19 di rumah sakit. Kabar tersebut tentunya membuat harapan akan segara berakhirnya pandemi Covid-19 semakin membuncah.
Meski demikian, tetap saja pasar obligasi Indonesia terlihat belum menarik. Bank Indonesia (BI) bahkan sudah masuk ke lelang obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) pada Selasa (28/4/2020) lalu.
"Kemarin, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengindikasikan target dari penerbitan SBN Rp 20 triliun, bisa dinaikkan sampai Rp 40 triliun. Bid [penawaran] yang masuk adalah Rp 44,4 triliun, bid to cover ratio 2,2 kali," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam briefing Perkembangan Ekonomi Terkini, Rabu (29/4/2020).
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1/2020, BI sudah diperkenankan masuk ke pasar perdana alias lelang SBN. Sebelumnya, BI hanya bisa membeli SBN di pasar sekunder.
Perry mengungkapkan, kesepakatan BI dengan Kemenkeu adalah BI yang berpusat di jalan MH Thamrin ini bisa membeli maksimal 25% dari target. Dengan target indikatif yang bisa mencapai Rp 40 triliun, berarti BI bisa membeli sampai Rp 10 triliun.
"Namun kami ingin mendahulukan pelaku pasar. Kami bid Rp 7,5 triliun. Jadi kemarin Rp 44,4 triliun itu Rp 7,5 triliun dari BI," kata Perry.
Dari lelang kemarin, pemerintah memutuskan untuk mengambil Rp 16,62 triliun atau di bawah target indikatif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Dari 4 seri acuan tenor 5 tahun, 15 tahun dan 20 tahun harganya mengalami pelemahan sehingga imbal hasilnya naik, hanya tenor 10 tahun yang harganya menguat dan yield-nya pun turun.
Pergerakan yield berbanding terbaik dengan harganya, ketika yield naik berarti harga sedang turun, sebaliknya ketika yield turun artinya harga sedang naik. Ketika harga naik, itu berarti sedang ada aksi beli di pasar obligasi.
Hanya seri FR0082 bertenor 10 tahun yang turun tipis 3,2 bps menjadi 7,892%, artinya harganya sedang naik.
Meski sentimen pelaku pasar secara global sedang bagus, tetapi para investor sepertinya masih belum mau masuk ke pasar obligasi Tanah Air, dan masih memilih bermain aman di obligasi Amerika Serikat (AS) meski yield yang diberikan jauh lebih rendah. Sebagai perbandingan yield Treasury tenor 5 tahun hanya 0,353%, sementara tenor 10 tahun 0,618%.
Sejak pekan lalu, pasar keuangan global dinaungi sentimen positif dari perkembangan terbaru dari pandemi Covid-19, dan segala hal yang terkait dengan virus yang telah menginfeksi lebih dari 3 juta warga dunia, dan menyebabkan lebih dari 230.000 orang meninggal dunia.
Penyebaran Covid-19 di Eropa dan Amerika Serikat (AS) sudah menunjukkan tanda-tanda pelambatan, alias sudah mencapai puncaknya. Oleh karena itu, Eropa dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat berencana melonggarkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) di bulan Mei. Beberapa negara di Eropa dan negara bagian di AS bahkan sudah mulai mengizinkan warganya dan aktivitas bisnis kecil beroperasi.
Roda bisnis di Eropa dan AS yang mulai berputar kembali tentunya menjadi kabar bagus, perekonomian global bisa perlahan bangkit dari keterpurukan.
Setelah kabar pelonggaran lockdown, sentimen pelaku pasar semakin membuncah setelah adanya perkembangan positif dari obat Covid-19 (remdesivir) buatan Gilead Science Inc.
CNBC International Rabu (29/4/2020 waktu AS melaporkan tahap awal uji klinis remdesivir tersebut yang dilakukan oleh National Institute of Allergy and Infectious Diseases sudah mencapai tahap akhir, dan hasilnya bagus.
Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu waktu setempat mengatakan ia ingin Food and Drug Administration (FDA) bergerak secepat yang mereka bisa untuk menyetujui remdesivir Gilead digunakan sebagai pengobatan virus corona.
"Kami ingin melihat persetujuan yang cepat, khususnya dengan obat yang mampu mengobati Covid-19" kata Trump di Gedung Putih, sebagaimana dilansir CNBC International.
Hanya berselang 2 hari, Jumat kemarin sebelum perdagangan sesi AS ditutup, FDA mengizinkan penggunaan darurat remdesivir Gilead untuk mengobati pasien Covid-19.
Presiden Trump mengumumkan langsung keputusan tersebut bersama CEO Gilead Daniel O'Day di Gedung Putih.
Dengan ijin dari FDA tersebut, dokter akan dijinkan menggunakan remdesivir untuk pengobatan pasien Covid-19 di rumah sakit. Kabar tersebut tentunya membuat harapan akan segara berakhirnya pandemi Covid-19 semakin membuncah.
Meski demikian, tetap saja pasar obligasi Indonesia terlihat belum menarik. Bank Indonesia (BI) bahkan sudah masuk ke lelang obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) pada Selasa (28/4/2020) lalu.
"Kemarin, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengindikasikan target dari penerbitan SBN Rp 20 triliun, bisa dinaikkan sampai Rp 40 triliun. Bid [penawaran] yang masuk adalah Rp 44,4 triliun, bid to cover ratio 2,2 kali," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam briefing Perkembangan Ekonomi Terkini, Rabu (29/4/2020).
Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1/2020, BI sudah diperkenankan masuk ke pasar perdana alias lelang SBN. Sebelumnya, BI hanya bisa membeli SBN di pasar sekunder.
Perry mengungkapkan, kesepakatan BI dengan Kemenkeu adalah BI yang berpusat di jalan MH Thamrin ini bisa membeli maksimal 25% dari target. Dengan target indikatif yang bisa mencapai Rp 40 triliun, berarti BI bisa membeli sampai Rp 10 triliun.
"Namun kami ingin mendahulukan pelaku pasar. Kami bid Rp 7,5 triliun. Jadi kemarin Rp 44,4 triliun itu Rp 7,5 triliun dari BI," kata Perry.
Dari lelang kemarin, pemerintah memutuskan untuk mengambil Rp 16,62 triliun atau di bawah target indikatif.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%
Most Popular