Internasional

Misteri Kim Jong Un, Apa Korelasinya ke Bursa Saham Global?

Haryanto, CNBC Indonesia
29 April 2020 16:01
US President Donald Trump and North Korea's leader Kim Jong-un stand on North Korean soil while walking to South Korea in the Demilitarized Zone(DMZ) on June 30, 2019, in Panmunjom, Korea. (Photo by Brendan Smialowski / AFP)
Foto: AFP/BRENDAN SMIALOWSKI

Jakarta, CNBC Indonesia - Simpang siur seputar kondisi kesehatan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un kian berdengung. Akibatnya banyak negara angkat bicara atas pemberitaan tersebut. Apakah Kim sudah meninggal usai operasi, mengalami koma alias mati otak, atau dia masih baik-baik saja?

Semua masih misteri. 
Dua anggota parlemen Rusia juga menolak spekulasi yang terus-menerus diguyur media massa mengenai kesehatan Kim Jong Un.

Mereka pun menjelaskan kondisi sang diktator 'Negeri Rudal' tersebut yang diperoleh dari pembicaraan dengan para diplomat Pyongyang.

Kepala Majelis Rendah Badan Legislatif Rusia Kazbek Taysayev, yang memiliki hubungan dengan parlemen Korut, mengatakan bahwa Kim saat ini nyatanya masih terus bekerja kok. Bahkan Kim dilaporkan sempat mengirim pesan kepada Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa.

"Saya berbicara dengan [kedutaan] hari ini. Kami melakukan kontak setiap hari," kata Taysayev, dikutip kantor berita Rusia, TASS, yang dilansir The Korea Herald, Rabu (29/4/2020).

Kedua anggota parlemen itu juga menegaskan jika Kim jatuh sakit, Pyongyang pasti akan memberitahu pihak Rusia. Apalagi hubungan kedua negara sangat dekat.

Belum jelas kondisi Kim saat ini lantaran tak ada informasi resmi dari Korut.


Lalu bagaimana pengaruhnya kalau Kim Jong Un ternyata dinyatakan benar-benar telah tiada alias meninggal? Ada dampaknya terhadap ekonomi dunia khususnya bagi pasar saham global dan pasar AS Amerika Serikat khususnya Wall Street?

Mengutip laporan CCN bertajuk "Here's How Kim Jong-un's "Death" Could Affect The U.S. Stock Market", Kim Jong Un bisa saja meninggal dunia, tetapi itu bukan berarti ketegangan Korea Utara dan AS akan mereda. Kematian Kim dinilai justru bisa menjadi 'kerikil' bagi pasar saham AS.

Selama ini, Korea Utara telah menjadi negara antagonis yang signifikan di panggung global selama bertahun-tahun. Upaya maksimal Pyongyang dalam mengembangkan senjata nuklir dan rezim penindasan yang brutal di Korut telah lama menjadi sumber tekanan bagi sekutunya, AS dan bahkan bagi China alias Tiongkok.

Presiden AS Donald Trump berkali-kali gagal dalam upaya negosiasi dengan Kim, yang dilakukan dengan beberapa kali pertemuan penting di antara kedua pemimpin tersebut. Tapi negosiasi penghentian nuklir dan embargo ekonomi bagi Korut pun bertepuk sebelah tangan.

Pada tahun 2018, Trump dijanjikan oleh Kim bahwa dia setuju untuk menunda pengembangan nuklir, tetapi tidak ada risiko yang signifikan terhadap pasar saham AS setelah perjanjian tersebut dilanggar beberapa kali.

Jika Pyongyang mendapatkan pemimpin baru, dapatkah ini menjadi keuntungan bagi bursa saham Wall Street?

Dalam jangka pendek, CCN menganalisis, hampir pasti tidak ada, dan jangan lupa rumor kematiannya juga mungkin tidak valid alias hoaks.

Adapun hubungan antara AS dengan China justru menghadapi lebih banyak ketegangan.


Akan ada beberapa analis yang mengklaim bahwa pengambilalihan kekuasaan dari Kim Jong Un setelah dirinya dianggap tewas, bisa menjadi katalisator perdamaian di semenanjung Korea.

Namun pada kenyataannya, ketidakpastian ini tidak akan datang di saat situasi yang buruk bagi hubungan AS-China. Ketegangan antara AS-China juga semakin buruk akibat wabah virus corona, setelah sebelumnya juga berkonflik akibat perang dagang.

Hubungan Washington dan Beijing sudah bergejolak cukup lama. 'Pertarungan' kedua negara ini untuk mendapatkan pengaruh di Korea Utara juga tidak akan membantu fakta itu.

Menurut analisis CCN, alasan mengapa China mendukung kediktatoran di Korea Utara pada prinsipnya adalah bahwa mereka tidak menginginkan pasukan AS berada di perbatasannya.

FILE - In this June 12, 2018, file photo, North Korea leader Kim Jong Un, center left, and U.S. President Donald Trump, center right, prepare to sign a document at the Capella resort on Sentosa Island in Singapore. At the last minute, Kim's sister, Kim Yo-jong, far left, provided a pen of her own for his use. Kim Jong Un's disappearance from the public eye is raising speculation about not only his health but also about who's next in line to run North Korea if anything happens to the leader. Some experts say his sister and close associate Kim Yo Jong is most likely since North Korea has been ruled by the Kim family for seven decades.  (AP Photo/Evan Vucci, File)Foto: Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, (kiri kedua) dan Presiden AS Donald Trump, (Kedua kanan) bersiap untuk menandatangani dokumen di resor Capella di Pulau Sentosa di Singapura. (AP Photo/Evan Vucci)
FILE - In this June 12, 2018, file photo, North Korea leader Kim Jong Un, center left, and U.S. President Donald Trump, center right, prepare to sign a document at the Capella resort on Sentosa Island in Singapore. At the last minute, Kim's sister, Kim Yo-jong, far left, provided a pen of her own for his use. Kim Jong Un's disappearance from the public eye is raising speculation about not only his health but also about who's next in line to run North Korea if anything happens to the leader. Some experts say his sister and close associate Kim Yo Jong is most likely since North Korea has been ruled by the Kim family for seven decades. (AP Photo/Evan Vucci, File)


Sementara itu, dalam hubungan AS-China, hanya dengan satu kali fase perang dagang dengan Trump saja, ketidakharmonisan kedua negara sudah terbukti menjadi pertanda yang tidak baik bagi pasar saham, bahkan global. Kebuntuan atas pengenaan pajak atas produk masing-masing negara menjadi indikasinya.

Mari kita lihat fakta. Indeks Dow Jones di Wall Street memang diperdagangkan sebagian besar sideways selama pekan lalu, tetapi kekacauan di Korea Utara bisa saja berpotensi memberikan volatilitas berikutnya di pasar saham AS.

Sementara itu, Sebastian Galy, analis dari Nordea Asset Management percaya bahwa untuk sementara, memang akan ada kejutan besar jika Kim benar-benar meninggal, maka ada peluang besar bagi Asia jika Korea Utara mampu mereformasi ekonominya.

Namun Galy, kepada CCN, menganalisis, bakal ada guncangan berarti di pasar saham AS dan Asia, terutama jika persoalan kekacauan di Korut menjadi kesempatan bagi pemerintahan Trump untuk terlibat aktif di Semenanjung Korea.

Hanya saja, terlepas dari peristiwa analisis ini, perlambatan ekonomi global sedang berlangsung ini masih menjadi sentimen utama pelemahan bursa-bursa utama dunia. Berita dari Pyongyang dinilai hanyalah sentimen terbaru dari serangkaian kekhawatiran yang mengancam ketenangan pasar di Wall Street.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]

 




(har/tas) Next Article Sempat Menguat di Sesi 1, IHSG Hari Ini Ditutup Melemah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular