
Tunggu Kabar dari MH Thamrin, Saham Bank & Properti Cuan

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham perbankan dan properti menguat pada sesi pertama perdagangan Selasa (14/4/2020) menjelang diumumkannya kebijakan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate oleh bank sentral dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) di markas BI, Jl MH Thamrin hari ini.
Mengacu data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga sesi pertama, saham bank kelas kakap seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menguat masing-masing 1,44%, 1,25% dan 0,45%.
Hanya PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang sahamnya ditutup terkoreksi 0,59%.
Seirama dengan saham-saham bank, saham emiten properti juga menggeliat. Misalnya saja, PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN), PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), menguat masing-masing sebesar 3,81%, 3,55% dan 2,88%. Sedangkan, saham properti Grup Ciputra, Ciputra Development Tbk (CTRA) naik 0,81%.
William Hartanto, analis PT Panin Sekuritas Tbk (PANS) berpendapat saham-saham perbankan dan properti secara historis menguat menjelang pengumuman suku bunga acuan BI.
Dengan estimasi, dengan suku bunga acuan yang lebih rendah, otomatis, biaya dana (cost of fund) perbankan bisa ikut rendah diikuti dengan kebijakan kredit pemilikan rumah (KPR) yang bisa diturunkan dalam beberapa bulan setelah pengumuman tersebut.
Mengacu pada konsensus pasar CNBC Indonesia, awalnya memperkirakan bank sentral masih menahan BI 7 Day Reverse Repo Rate di 4,5%. Namun seiring perjalanan, sejumlah suara baru bermunculan dan hasilnya kini berbalik. Median survei menunjukkan angka 4,25%, yang berarti BI akan menurunkan suku bunga acian 25 basis poin (bps).
"Sektor properti menjelang pengumuman suku bunga BI menguat, tapi setelah itu profit taking [ambil untung]," kata William Hartanto, Selasa (14/4/2020).
Namun demikian, mengingat kondisi ketidakpastian karena pandemi virus Corona (Covid-19) seperti sekarang ini, kata William, tekanan jual masih lebih besar, termasuk di saham-saham perbankan berkapitalisasi pasar besar.
"Strategi yang dilakukan trading jangka pendek, sentimen negatif belum berakhir, aksi jual bisa kapan saja, nett sell masih ada, jadi harus perlu diwaspadai," ungkapnya.
Mengacu data BEI, sejak awal tahun, pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai 26,27%. Pada periode yang sama, pelaku pasar asing melakukan aksi jual bersih Rp 16,11 triliun di pasar reguler.
Bukan tidak mungkin, lanjut William, situasi pelemahan IHSG akan lebih dalam lagi mengingat dampak wabah virus Corona sudah dirasakan dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan.
"Koreksi besar masih sangat mungkin terjadi. PHK menjadi sentimen negatif yang menekan harga saham menjadi lebih rendah, ada potensi jatuh lebih dalam," ujar William.
(tas/tas) Next Article Skandal "Uang Haram" Saham HSBC Anjlok Terendah Sejak 1995
