
Antiklimaks Usai Reli 11%, Dow Futures Kini Cenderung Flat

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) pada Rabu (25/3/2020 berpeluang bergerak dalam antiklimaks dengan bergerak cenderung landai, setelah lompatan sebesar 11% dalam sehari kemarin.
Kontrak berjangka saham unggulan di Wall Street bergerak flat, dan bahkan sempat melemah. Pada pukul 08:19 waktu setempat (19:19 WIB), Dow Jones Industrial Average futures bergerak flat setelah anjlok lebih dari 200 poin. Indeks S&P 500 futures dan Nasdaq 100 futures melemah, masing-masing sebesar 0,8% dan 0,9%.
Pergerakan ini menjadi penutup yang kurang asik karena lompatan Dow Jones kemarin sebesar atau 2.100 poin cenderung tidak tahan lama. Lompatan sebesar 11% tersebut tercatat sebagai kenaikan harian yang tertinggi sejak tahun 1933 atau sejak Depresi Akbar (The Great Depression). Indeks S&P 500 juga loncat 9,4%, menjadi yang terbaik sejak Oktober 2008.
Penguatan bursa AS terjadi setelah Gedung Putih dan Senat sepakat memberikan stimulus senilai US$ 2 triliun untuk mengatasi efek corona terhadap negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut.
"Setidaknya kami sudah mencapai kata sepakat," tutur pimpinan kubu Republik di Senat Mitch McConnell, sebagaimana dikutip CNBC International. Sementara itu, pimpinan kubu Demokrat Chuck Schumer menilai momen itu "diperlukan" meski bukan yang layak untuk dirayakan.
Harga kontrak berjangka indeks saham AS anjlok setelah lonjakan jumlah penderita virus corona hingga menembus angja psikologis 400.000 di seluruh dunia. Data Johns Hopkins University menyebutkan lebih dari 55.000 kasus corona ditemukan di AS, sementara di Italia mencapai 69.000 kasus. Spanyol bahkan melaporkan 504 kematian dalam sehari pada Selasa.
Peter Oppenheimer, kepala perencana investasi saham global Goldman Sachs, menyebutkan ada empat komponen yang diperlukan untuk memulihkan psikologi pasar. Pertama, sinyal bahwa intervensi kebijakan cukup untuk mencegah kejutan kedua dan ketiga di perekonomian.
″Kedua, sinyal bahwa tingkat infeksi sudah mencapai puncaknya; ketiga, sinyal bahwa laju pelemahan ekonomi bakal kian melambat; dan keempat valuasi yang murah," demikian ujarnya dalam laporan risetnya.
Pekan lalu, Indeks Cboe Volatility (VIX), yang dipakai untuk mengukur tingkat kecemasan pelaku pasar di Wall Street, sempat melewati level tertinggi sejak krisis finansial 2008 pada 82,69. Pada Rabu pagi, level itu sudah ditinggalkan dan kini d kisaran 60 yang terhitung masih tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
