
Sentimen Masih Buruk, Dow Futures Lanjutkan Pelemahan

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) mengindikasikan koreksi lanjutan masih bakal terjadi pada Jumat (28/2/2020), karena investor memilih memburu aset obligasi.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun menyentuh titik terendah yang baru, pada level 1,18%. Yield bergerak berkebalikan dengan harga. Saham Caterpillar menjadi pemberat utama Dow Jones di pra-pembukaan dengan anjlok lebih dari 3%. Saham Apple longsor 2,9% sedangkan saham Chevron dan Cisco Systems tenggelam masing-masing 2%.
Pada pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB), Dow futures mengindikasikan koreksi 400 poin pada Jumat. Penurunan dalam skala tersebut mengimplikasikan 30 saham yang menjadi aset dasarnya bakal terkoreksi setidaknya 10% dari posisi tertingginya setahun terakhir.
Koreksi agak melamban setelah mantan Gubernur Federal Reserve Kevin Warsh kepada CNBC TV memperkirakan bank sentral seluruh dunia akan beraksi segera untuk menangani wabah virus corona.
The Fed, menurut dia, memiliki "sebuah pisau. Dalam sebuah baku tembak." Di tengah situasi demikian, menurut dia The Fed bisa mencari bala bantuan yang jga memiliki pisau dan mencoba apakah bisa bertarung bersama."
Selandia Baru dan Nigeria menjadi negara terbaru yang melaporkan temuan pengidap virus corona. Di sisi lain, Korea Selatan mengonfirmasi tambahan lebih dari 500 kasus baru. Demikian juga dengan China yang melaporkan temuan 327 kasus baru.
Dow Jones terkoreksi nyaris 1.200 poin pada penutupan Kamis, menjadi koreksi harian terbesar dalam sehari. Kecemasan seputar penyebaran virus Wuhan tersebut kian menekan sentimen pelaku pasar. Dow Jones pun berhenti mencetak rekor tertinggi terhitung sejak 12 Februari.
Hanya perlu enam hari untuk membuat rekor tertinggi itu terhapus dan berbalik menjadi koreksi sepanjang tahun berjalan. Tekanan menghebat setelah beberapa emiten AS seperti Mirosoft dan Paypal menyatakan kinerja tahun ini akan tertekan akibat efek corona.
"Banyak yang dulu terkondisikan untuk membeli di saat harga anjlok dan berekspektasi bahwa pasar akan pulih, sehingga mereka terpukul di tengah pergerakan pasar seperti ini," tutur Patrick Hennessy, Kepala Pialang IPS Strategic Capital, sebagaimana dikutip CNBC International. "Tak ada yang tahu bagaimana ini akan berakhir."
David Kostin, Kepala Perencana Investasi Saham Goldman Sachs, mengingatkan bahwa emiten AS bakal mengalami kontraksi laba bersih. "Proyeksi penurunan laba ini menunjukkan tekanan hebat ekonomi China pada kuartal I-2019, pelemahan permintaan eksportir AS, disrupsi rantai pasokan perusahaan AS, perlambatan ekonomi AS, dan naiknya ketakpastian bisnis," tuturnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
