Virus Corona Ditakuti, Investor Cari Surat Utang RI

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
25 February 2020 07:45
Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat tipis.
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah ditutup menguat tipis, masih sama dengan pergerakan di awal perdagangan di tengah terpaan sentimen negatif merebaknya virus corona Wuhan yang mulai merambah sisi lain dunia, salah satunya Italia.

Penguatan Surat Utang Negara (SUN) juga mencerminkan efek utang tersebut menjadi sasaran investasi di tengah sentimen negatif di pasar global, bersama dengan instrumen safe haven lain seperti mata uang dolar AS, yen Jepang, dan emas.

Di Negara Pizza, sekolah, museum, universitas, dan pertandingan sepakbola Liga Serie A ditutup dan ditunda sementara sehingga mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap dampak virus corona Wuhan yang sudah menewaskan 3 orang warga negara mereka.

Data Refinitiv menunjukkan menguatnya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menurunkan tingkat imbal hasilnya (yield). Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

SUN adalah Surat Berharga Negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun, dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling menguat adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan penurunan yield 1,5 basis poin (bps) menjadi 6,52%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Yield Obligasi Negara Acuan 24 Feb'20

Seri

Jatuh tempo

Yield 21 Feb'20 (%)

Yield 24 Feb'20 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar PHEI 24 Feb'21 (%)

FR0081

5 tahun

5.715

5.705

-1.00

5.6814

FR0082

10 tahun

6.541

6.526

-1.50

6.5313

FR0080

15 tahun

7.041

7.038

-0.30

7.0194

FR0083

20 tahun

7.278

7.275

-0.30

7.2746

Sumber: Refinitiv

 
Apresiasi pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) masih melemah. Indeks tersebut turun 0,51 poin (0,18%) menjadi 279,93 dari posisi akhir pekan lalu 280,44.

Penguatan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 513 bps, melebar dari posisi akhir pekan lalu 507 bps. Yield US Treasury 10 tahun turun 8,3 bps hingga 1,38% dari posisi akhir pekan lalu 1,47%.

Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada yield pasangan seri 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 dan 3 bulan-10 tahun. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.

Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
 

Yield US Treasury Acuan 24 Feb'20

Seri

Benchmark

Yield 21 Feb'20 (%)

Yield 24 Feb'20 (%)

Selisih (Inversi)

Satuan Inversi

UST BILL 2019

3 Bulan

1.559

1.561

3 bulan-5 tahun

31.7

UST 2020

2 Tahun

1.351

1.287

2 tahun-5 tahun

4.3

UST 2021

3 Tahun

1.311

1.243

3 tahun-5 tahun

-0.1

UST 2023

5 Tahun

1.316

1.244

3 bulan-10 tahun

16.4

UST 2028

10 Tahun

1.47

1.397

2 tahun-10 tahun

-11

Sumber: Refinitiv

 
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) terakhir menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.070 triliun SBN, atau 37,97% dari total beredar Rp 2.818 triliun berdasarkan data per 21 Februari.

Angka itu menunjukkan kepemilikan investor asing masih masuk ke pasar SUN senilai Rp 4,83 triliun sejak akhir pekan lalu, sedangkan sejak awal bulan masih defisit Rp 6,81 triliun.

Sejak awal tahun ini, posisi investor asing masih positif Rp 8,39 triliun dibanding posisi akhir Desember 2019 Rp 1.061,86 triliun, tetapi persentasenya masih turun dari 38,57% pada periode yang sama.

Dari pasar surat utang negara berkembang dan maju, terjadi koreksi harga secara mayoritas sehingga yield mayoritas obligasi negara turun. Hal tersebut mencerminkan investor global sedang memburu obligasi pemerintah karena sedang dibekap sentimen negatif terkait dengan sifat instrumen utang yang dinilai lebih aman dibanding pasar ekuitas.

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 21 Feb'20 (%)

Yield 24 Feb'20 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil (BB-)

6.58

6.57

-1.00

China (A+)

2.936

2.871

-6.50

Jerman (AAA)

-0.433

-0.493

-6.00

Prancis (AA)

-0.207

-0.247

-4.00

Inggris Raya (AA)

0.593

0.529

-6.40

India (BBB-)

6.421

6.352

-6.90

Jepang (A)

-0.064

-0.05

1.40

Malaysia (A-)

2.907

3.006

9.90

Filipina (BBB)

4.37

4.337

-3.30

Rusia (BBB)

5.99

6.01

2.00

Singapura (AAA)

1.625

1.576

-4.90

Thailand (BBB+)

1.11

1.08

-3.00

Amerika Serikat (AAA)

1.47

1.387

-8.30

Afrika Selatan (BB+)

8.82

8.87

5.00

Sumber: Refinitiv


 
 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article SUN Cetak Rekor, Pengamat: SUN RI Masih Menarik Bagi Investor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular