Sudah Anjlok 17%, Harga Minyak Mentah Masih Tertekan

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
10 February 2020 10:14
Harga minyak mentah kontrak masih dibayangi oleh keberadaan virus corona yang makin meluas.
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan pada pekan ini, harga minyak mentah masih dalam tekanan. Kabar dari Rusia sebagai salah satu anggota aliansi OPEC+ membuat harga minyak mentah belum mampu keluar dari zona tekanan.

Harga minyak mentah kontrak masih dibayangi oleh keberadaan virus corona yang makin meluas. Berdasarkan data John Hopkins CSSE, jumlah orang yang positif terinfeksi virus mencapai 40.444 pada Senin pagi (10/2/2020).

Jumlah orang yang terinfeksi virus ini sudah ditemukan di lebih dari 27 negara, dan jumlahnya pun bertambah. Sementara jumlah korban meninggal mencapai 910 orang. Kasus kematian yang dilaporkan di luar China berjumlah dua, satu di Hong Kong dan satu di Filipina.


Hal ini membuat belasan kota di China diisolasi dan berbagai maskapai membatalkan penerbangan menuju China. Jika hal ini terus terjadi, maka dampaknya dapat menurunkan permintaan terhadap bahan bakar pesawat. Hal ini bukanlah kabar baik untuk harga minyak mentah.

Sudah anjlok lebih dari 17%, harga minyak masih berada dalam tekanan. Data Refinitiv menunjukkan harga minyak mentah berada di level US$ 54,63/barel untuk Brent (+0,29%) dan US$ 50,4/barel untuk WTI (0,16%).

Sebelum naik, harga minyak mentah kontrak sempat terkoreksi pada perdagangan pagi ini. Harga minyak mentah kontrak Brent sempat menyentuh level US$ 54,09/barel sementara minyak WTI juga sempat turun ke level US$ 49,56/barel.

Mengingat harga minyak terus-terusan terkoreksi, Join Technical Committee (JTC) yang memberi saran kepada OPEC+ minggu lalu melakukan pertemuan untuk membahas langkah merespons anjloknya harga minyak ini.

JTC merekomendasikan kepada OPEC dan aliansinya yang tergabung dalam OPEC+ untuk memangkas produksi minyak lebih dalam sebanyak 600.000 barel per hari. Namun Rusia masih mempertimbangkan saran ini.

Reuters melaporkan, Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan Moskow membutuhkan lebih banyak waktu untuk menilai situasi saat ini, mengingat pertumbuhan produksi minyak AS melambat dan permintaan minyak masih solid.


"Proposal untuk kembali memangkas produksi minyak tersebut gagal meringankan tekanan pada minyak, mengingat belum dibahas secara resmi oleh para menteri OPEC dan karena Rusia yang kurang sepakat dengan gagasan tersebut" kata Stephen Innes, Chief Market Strategist AxiCorp, melansir Reuters.

"Jika kartel (OPEC+) gagal mencapai kesepakatan, maka akan ada tekanan yang lebih kuat pada minyak" tambahnya. 


TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]




(twg/tas) Next Article Gawat! Harga Minyak Dunia Terbang Tinggi ke US$ 90, Ini Pemicunya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular