
Dibuka Menguat, Wall Street Justru Berbalik Melemah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Amerika Serikat (AS) dibuka menguat pada pembukaan perdagangan Kamis (6/2/2020) setelah pemerintah China mengumumkan pemangkasan tarif atas produk AS senilai total US$ 75 miliar.
Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 102 poin (0,3%) pada pembukaan perdagangan pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB), tetapi berbalik turun 10,3 poin (-0,04%) selang 25 menit kemudian ke 29.280,1. Indeks Nasdaq masih naik 21,4 poin (0,23%) ke 9.530,8 dan S&P 500 tumbuh 4 poin (0,12%) ke 3.338,6.
"Pembalikan dari koreksi Jumat akhir pekan lalu berlangsung cepat, menunjukkan pada kita bahwa pembelian di tengah koreksi masih kuat," tutur Frank Cappelleri, Direktur Eksekutif Instinet sebagaimana dikutip CNBC International.
Kini sentimen pasar berbalik positif setelah China mengumumkan pemangkasan tarif produk AS dari 10% menjadi 5%, dan dari 5% menjadi 2,5% untuk produk tertentu. Tarif baru itu bakal berlaku pada 14 Februari, membalas pemangkasan tarif atas produk China senilai US$ 120 miliar, sebagai bagian dari kesepakatan dagang fase pertama.
Para investor juga akan memantau kinerja keuangan emiten AS, dengan Twitter, Bristol-Myers Squibb, dan Estee Lauder menjadi beberapa raksasa korporasi yang melaporkan kinerjanya sebelum penutupan pasar. Saham Twitter melonjak lebih dari 12%, sedangkan Bristol naik 1,8%.
Data FactSet menyebutkan bahwa lebih dari 60% dari perusahaan yang menjadi konstituen S&P 500 telah merilis kinerja keuangannya, dengan 71% di antaranya melaporkan kinerja lebih baik dari ekspektasi. Sejauh ini pertumbuhan secara agregate masih rendah, tapi masih lebih baik dari proyeksi awal bahwa akan ada kontraksi lebih dari 4%.
Dari sisi data ekonomi, angka klaim asuransi pengangguran (mingguan) jatuh ke level terendah dalam 9 bulan menjadi 202.000 orang. Data positif ini mengiringi kuatnya data produktivitas dan biaya tenaga kerja AS pada kuartal IV-2019 versi ADP dan Moody's Analytics.
Namun perencana investasi JPMorgan Nikolaos Panigirtzoglou masih skeptis dengan kondisi reboundĀ sekarang. "Meski ada pembalikan bursa saham pekan ini kami masih berat hati untuk mengejar momentum jangka pendek," ujarnya dalam laporan riset. "Ada risiko besar akselerasi tambahan yang tak terduga dari kasus virus corona baru."
Angka kematian di China akibat virus itu mencapai 563 orang, dengan jumlah penderita mencapai 28.018 orang. Berbagai lembaga riset dan penelitian berpacu menemukan obat untuk mengendalikan keganasan virus tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?