Harga Logam Mulia Melesat, Emiten Emas Ketiban Berkah

Yazid Muamar, CNBC Indonesia
30 January 2020 18:44
Saham emiten berbasis emas harganya terkerek naik pada Kamis (30/1/2020) hari ini, mengekore kenaikan harga emas dunia.
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah saham-saham yang berguguran karena epidemi virus Corona, harga emas di tataran global menguat karena diburu pelaku pasar yang ingin mengamankan nilai asetnya. Saham-saham emiten berbasis emas pun harganya ikut terkerek naik pada Kamis (30/1/2020) hari ini.

Saham dengan kenaikan tertinggi dipegang PT Wilton Makmur Indonesia Tbk (SQMI) milik Wijaya Lawrence sebesar 7,58% ditutup pada harga Rp 248/unit sahamnya, disusul PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB) milik Jimmy Budiarto dengan kenaikan 7,38%.

PT Merdeka Gold Tbk (MDKA) juga bergerak di jalur hijau, meski dengan kenaikan tipis sebesar 0,85% pada level Rp 1.190/saham.

Sementara itu, dua saham serupa justru tergerus yakni 
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang minus 1,33% pada harga Rp 740/sahamnya dan PT United Tractors Tbk (UNTR) yang melemah 0,25% ke level Rp 19.975/saham.

Sumber: Refinitiv

Di pasar dunia, harga emas semakin berkilau. Data Refinitiv pada pukul 15:15 WIB hari ini Kamis (30/1/2020) menunjukkan harga emas di pasar spot ditransaksikan menguat 0,19% ke level US$ 1.578,14/troy ons.

Mengutip CNBC International, sebanyak 170 orang meninggal dan lebih dari 7.700 lainnya terjangkiti di China. Jumlah kasus virus Corona di China tersebut melebihi wabah Sindrom Pernapasan Akut Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome/SARS) pada 2002-2003 lalu sebanyak 5.327 kasus.

Dampaknya ke perekonomian terbesar kedua dunia tersebut juga diprediksi lebih besar. "Kami percaya dampak ekonomi dari virus corona akan lebih besar jika dibandingkan dengan SARS" kata analis Nomura, sebagaimana dilansir CNBC International.

Menurut Nomura, nilai produk domestik bruto (PDB) China turun 2% secara kuartalan di kuartal II-2003 saat terjadi SARS. Meski demikian, analis dari Nomura tersebut menyakini pelambatan tersebut hanya sementara.

"Berdasarkan asumsi kami, pertumbuhan PDB riil China di kuartal I-2020 bisa turun dari 6% yang dicatat pada kuartal IV-2019, dalam skala kemungkinan penurunannya lebih besar dari 2% yang dibukukan saat wabah SARS 2003," tambahnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(yam/yam) Next Article Panik Virus Corona, Emas Diburu & Harga Sentuh Rekor Lagi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular