Setelah Anjlok 9% Lebih, Akhirnya Harga Minyak Naik

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 January 2020 08:36
Namun pasar masih terus mewaspadai penyebaran virus Corona penyebab pneumonia yang berpotensi mengganggu permintaan minyak.
Foto: REUTERS/MORTEZA NIKOUBAZL
Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah terus-terusan terkoreksi, akhirnya harga minyak mentah bergerak naik. Namun pasar masih terus mewaspadai penyebaran virus Corona penyebab pneumonia yang berpotensi mengganggu permintaan minyak.

Data Refinitiv menunjukkan harga minyak kontrak futures bergerak naik lebih dari 0,7% pada Rabu (29/1/2020) pukul 08:25 WIB. Brent menguat 0,79% ke level US$ 59,97/barel sementara minyak WTI naik lebih tinggi 0,79% menyentuh level US$ 53,9/barel.

Sejak kasus virus Corona semakin meluas, harga minyak mentah terkoreksi tajam. Terhitung sejak 20 Januari hingga penutupan perdagangan kemarin, harga minyak mentah anjlok lebih dari 9%. Brent terpangkas 9,1% sementara WTI anjlok 9,6% secara point-to-point.

Mengutip data teranyar data pemetaan spasial ArcGis oleh John Hopkins CSSE, jumlah kasus saat ini sudah mencapai 5.578 dengan korban meninggal mencapai 131 orang. Sementara itu, pasien yang dinyatakan telah pulih jumlahnya mencapai 107 orang.

Kasus paling banyak dilaporkan di China. Hingga update terbaru tersebut dirilis, sudah ada 5.498 kasus dilaporkan di China. Sebanyak 80 kasus sisanya dilaporkan di 16 negara lain. Wabah ini membuat belasan kota di China berada dalam status karantina.

Fasilitas transportasi umum di kota-kota tersebut yang dihuni oleh lebih dari 35 juta penduduk China ditutup. Upaya ini dilakukan demi mengendalikan penyebaran virus agar tidak meluas. Namun hal ini menimbulkan keresahan di pasar karena permintaan terhadap minyak dapat menurun.

Hal itu wajar terjadi, pasalnya China merupakan salah satu negara konsumen minyak mentah terbesar di dunia. Berdasarkan data Indexmundi, konsumsi minyak mentah China per harinya mencapai lebih dari 10 juta barel per hari (bpd) membuatnya sebagai negara konsumen minyak terbesar kedua di dunia setelh AS.

Menurut kajian yang dilakukan oleh bank investasi global Goldman Sachs, jika wabah ini terus meluas dan skalanya makin besar seperti saat SARS 17 tahun lalu, maka permintaan minyak berpotensi turun hingga 260.000 bpd.

Namun kali ini pasar agak sedikit lega, kala organisasi negara pengekspor minyak dan aliansinya yang tergabung dalam OPEC+ kembali mempertimbangkan opsi untuk memperpanjang periode pemangkasan produksi minyak hingga Juni.

Opsi pemangkasan minyak lebih dalam juga dipertimbangkan. Namun dengan satu catatan, jika kasus virus corona baru ini memberikan dampak yang signifikan terhadap permintaan minyak China.

Namun Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman optimis bahwa virus tersebut dapat dikontrol dan tak akan menyebar luas.

Seperti yang diketahui bersama OPEC+ telah mengambil inisiatif untuk memangkas produksi minyak mereka dalam tiga tahun terakhir guna mendukung stabilitas pasar. Saat perwakilan anggota OPEC+ bertemu di Vienna awal bulan lalu, keputusan yang diambil adalah memangkas produksi minyak lebih dalam menjadi 1,7 juta barel per hari (bpd).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg) Next Article Gawat! Harga Minyak Dunia Terbang Tinggi ke US$ 90, Ini Pemicunya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular