
Setop Pelemahan 7 Pekan, Dolar Australia Menguat Lawan Rupiah
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 January 2020 13:09

Jakarta, CNBC Indonesia - Kurs dolar Australia menguat melawan rupiah pada perdagangan Senin (20/1/2020) setelah membukukan pelemahan tujuh pekan beruntun. Mata Uang Kanguru juga berada di level terlemah lebih dari enam tahun terakhir, tepatnya di sejak Agustus 2013.
Sejak awal perdagangan 2020 hingga Jumat (17/1/2020) pekan lalu, dolar Australia sudah melemah nyaris 4%. Pelemahan tajam dalam waktu singkat melawan rupiah tersebut tentunya menggoda para pelaku pasar untuk mencairkan cuan, sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah melemah.
Pada pukul 11:20 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.381/US$, dolar Australia menguat 0,16% melawan rupiah di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Meski demikian, pelemahan Mata Uang Kanguru masih belum akan berakhir mengingat bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) berpeluang kembali memangkas suku bunga pada bulan Februari nanti.
Sepanjang tahun lalu, RBA sudah memangkas suku bunga sebanyak tiga kali, dan menjadi salah satu penyebab merosotnya kurs dolar Australia.
Sementara itu, untuk bulan Februari nanti pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 47% RBA akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 0,5%, sebagaimana dilansir CNBC International. Probabilitas itu bahkan diprediksi meningkat jika tingkat pengangguran Australia yang akan dirilis Kamis (22/1/2020) kembali naik lebih tinggi dari 5,2%.
"Tingkat pengangguran yang tinggi di atas 5% memperkuat pandangan perlunya stimulus lebih lanjut. Kami memperkirakan RBA akan memberikan stimulus moneter dengan pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps," kata analis Commonwealth Bank of Australia dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Jika benar suku bunga kembali diturunkan, dolar Australia tentunya akan kembali merosot melawan rupiah.
Apalagi jika kondisi perekonomian global membaik setelah kesepakatan dagang fase I antara Amerika Serikat (AS) dan China sudah diteken pada pekan lalu. Saat kondisi perekonomian membaik, risk appetite investor akan meningkat, dan modal akan dialirkan ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil yang tinggi, rupiah akan mendapat rezeki.
Imbal hasil obligasi Indonesia tenor 10 tahun hari ini berada di level 6,844%, sementara obligasi Australia tenor yang sama memberikan imbal hasil 1,177%. Perbedaan yield yang jauh tersebut tentunya membuat investasi di Indonesia lebih menguntungkan, sehingga aliran modal akan deras masuk ke Indonesia saat kondisi finansial global lebih stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Sejak awal perdagangan 2020 hingga Jumat (17/1/2020) pekan lalu, dolar Australia sudah melemah nyaris 4%. Pelemahan tajam dalam waktu singkat melawan rupiah tersebut tentunya menggoda para pelaku pasar untuk mencairkan cuan, sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking) yang membuat rupiah melemah.
Pada pukul 11:20 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.381/US$, dolar Australia menguat 0,16% melawan rupiah di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Sepanjang tahun lalu, RBA sudah memangkas suku bunga sebanyak tiga kali, dan menjadi salah satu penyebab merosotnya kurs dolar Australia.
Sementara itu, untuk bulan Februari nanti pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 47% RBA akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 0,5%, sebagaimana dilansir CNBC International. Probabilitas itu bahkan diprediksi meningkat jika tingkat pengangguran Australia yang akan dirilis Kamis (22/1/2020) kembali naik lebih tinggi dari 5,2%.
"Tingkat pengangguran yang tinggi di atas 5% memperkuat pandangan perlunya stimulus lebih lanjut. Kami memperkirakan RBA akan memberikan stimulus moneter dengan pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps," kata analis Commonwealth Bank of Australia dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Jika benar suku bunga kembali diturunkan, dolar Australia tentunya akan kembali merosot melawan rupiah.
Apalagi jika kondisi perekonomian global membaik setelah kesepakatan dagang fase I antara Amerika Serikat (AS) dan China sudah diteken pada pekan lalu. Saat kondisi perekonomian membaik, risk appetite investor akan meningkat, dan modal akan dialirkan ke aset-aset berisiko dengan imbal hasil yang tinggi, rupiah akan mendapat rezeki.
Imbal hasil obligasi Indonesia tenor 10 tahun hari ini berada di level 6,844%, sementara obligasi Australia tenor yang sama memberikan imbal hasil 1,177%. Perbedaan yield yang jauh tersebut tentunya membuat investasi di Indonesia lebih menguntungkan, sehingga aliran modal akan deras masuk ke Indonesia saat kondisi finansial global lebih stabil.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular