
AS-Iran Masih Panas, Wall Street Dibuka Anjlok 170 Poin

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) tertekan hebat di pembukaan perdagangan Senin (6/1/2020) karena investor masih ngeri dengan risiko pecahnya Perang Teluk Jilid 2, setelah Negeri Adidaya itu membunuh Jenderal Iran Qassem Soleimani
Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 170,5 poin (-0,6%) pada pembukaan perdagangan pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB) ke 28,464,36. Indeks Nasdaq dibuka drop 55,6 poin (-0,6%) ke 8.966,22 dan S&P 500 tergelincir 13,7 poin (-0,43%) ke 3.221,24.
Harga minyak mentah telah melesat lebih dari 3% pada Jumat pekan lalu setelah serangan tersebut, menjadi level tertingginya sejak April. Saham Cabot Oil & Gas dan Hess melesat lebih dari 1%.
Sebaliknya, saham maskapai AS berguguran akibat kekhawatiran kenaikan biaya avtur di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia. Saham American Air, Delta Air, dan United Air anjlok lebih dari 1%.
Trump pada Minggu kemarin mengancam memberlakukan sanksi terhadap Irak jika berani mengusir tentaranya yang bercokol di Negeri Seribu Satu Malam tersebut. "Kita memiliki pangkalan udara yang amat sangat mahal di sana. Nilainya miliaran dolar AS. Jauh bahkan sebelum periodeku. Kita takkan pergi kecuali mereka membayar," kata Trump.
Di sisi lain, pemerintah Iran pada Minggu menyatakan tidak akan lagi mematuhi kesepakatan nuklir 2015 mengenai batas pengayaan uranium, setelah insiden pembunuhan Jenderal Soleimani. Trump telah lebih dahulu merobek kesepakatan tersebut tahun lalu.
Merespon eskalasi tersebut, investor pun melepas aset saham, yang tahun lalu menguat ditandai reli indeks S&P 500 sebesar 29% dan beralih memburu emas dan surat berharga negara (SBN) milik AS.
Harga kontrak emas berjangka pada Senin naik 1,7% ke level tertingginya dalam 6 tahun, pada US$ 1.579 per ounce. Di sisi lain, imbal hasil (yield) SBN AS turun di bawah 1,8% yang mengindikasikan harganya menguat karena aksi buru pemodal.
"Namun, outlook kami masih optimistis dan bullish,... Krisis geopolitik cenderung menciptakan peluang beli di pasar saham selama tak memicu resesi," tutur Presiden & Chief Investment Strategist Yardeni Research, Ed Yardeni, dalam laporan risetnya sebagaimana dikutip CNBC International.
Pelaku pasar mengantisipasi rilis Purchasing Managers' Index (PMI) sektor jasa pada pukul 09:45 waktu setempat.
TIM RISET CNBC INDONESIA(ags/ags) Next Article Setelah Nasdaq Pecah Rekor, Wall Street Melemah