
Panasnya AS-Iran Hingga Risalah The Fed Bawa IHSG Jatuh 1,05%

Pada pembukaan perdagangan, IHSG jatuh 0,47% ke level 6.293,5. Seiring dengan berjalannya waktu, koreksi IHSG menjadi bertambah dalam. Titik terendah IHSG pada hari ini berada di level 6.252,64, mengimplikasikan koreksi sebesar 1,12% jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan hari Jumat (3/1/2020).
Per akhir sesi satu, koreksi IHSG adalah sebesar 0,58% ke level 6.286,81. Per akhir sesi dua, IHSG ambruk 1,05% ke level 6.257,4.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga ditransaksikan di zona merah: indeks Nikkei turun 1,91%, indeks Shanghai melemah 0,01%, indeks Hang Seng jatuh 0,79%, indeks Straits Times terkoreksi 0,8%, dan indeks Kospi berkurang 0,98%.
Semakin memanasnya tensi geopolitik antara AS dengan Iran menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning.
Pada Jumat pagi waktu Indonesia (3/1/2020), CNBC International melaporkan bahwa AS telah menembak mati petinggi pasukan militer Iran. Eskalasi tersebut menandai semakin terpecahnya AS dengan Iran.
Mengutip CNBC International, Jenderal Qassim Soleimani yang merupakan pemimpin dari Quds Force selaku satuan pasukan khusus yang dimiliki Revolutionary Guards (salah satu bagian dari pasukan bersenjata Iran), dikabarkan tewas dalam serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad.
Selain itu, Abu Mahdi al-Muhandis yang merupakan wakil komandan dari Popular Mobilization Forces selaku kelompok milisi Irak yang dibekingi oleh Iran, juga dilaporkan meninggal dunia. Laporan dari CNBC International tersebut mengutip pemberitaan dari stasiun televisi di Irak, beserta pejabat pemerintahan.
Melansir Bloomberg, serangan udara yang diluncurkan oleh AS terjadi di dekat bandara internasional Baghdad.
Memasuki siang hari waktu Indonesia, Pentagon mengonfirmasi tewasnya Soleimani. Pentagon mengonfirmasi bahwa Soleimani tewas dalam sebuah serangan yang diluncurkan AS menggunakan drone.
"Atas arahan Presiden, militer AS telah mengambil tindakan defensif yang diperlukan untuk melindungi personil AS di luar negeri dengan membunuh Qasem Soleimani," tulis Pentagon dalam keterangan resminya.
"Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat dan personel militer AS di Irak dan seluruh kawasan regional," jelas Pentagon.
Iran pun tak tinggal diam. Dalam pernyataannya, Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengutuk keras tindakan AS. Dirinya menyatakan bahwa Iran tidak takut untuk membalas AS.
"AS bertanggung jawab atas semua konsekuensi dari keputusan jahatnya," tegasnya melalui akun Twitter sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (3/1/2019).
Soleimani sendiri telah disanksi oleh AS sejak tahun 2007 dan pada Mei 2019, Washington memutuskan untuk melabeli Revolutionary Guards, beserta dengan seluruh bagiannya, sebagai organisasi teroris, menandai kali pertama label tersebut diberikan terhadap lembaga militer resmi dari sebuah negara.
Serangan udara yang diluncurkan oleh AS di Baghdad merupakan respons AS atas serangan yang diluncurkan iran di kedutaan besar AS di Irak. Pada pekan kemarin, seorang kontraktor asal AS diketahui tewas dalam serangan roket di markas militer Irak di Kirkuk.
Pembunuhan terhadap kontraktor asal AS tersebut kemudian direspons AS dengan menyerang pasukan militer yang dibekingi Iran di Irak. Selepas itu, kedutaan besar AS di Irak diserang oleh Kataeb Hezbollah, kelompok milisi yang dibekingi oleh Iran.
Pada Minggu pagi waktu Indonesia (5/1/2020) atau Sabtu malam waktu AS (4/1/2020), tensi antara AS dengan Iran semakin memanas.
Trump memperingatkan Iran untuk tidak melakukan balasan atas pembunuhan Soleimani yang diotorisasi sendiri oleh dirinya. Kalau sampai peringatan tersebut tak diindahkan, Trump menyatakan akan menyerang sebanyak 52 wilayah sebagai balasan.
Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui serangkaian cuitan di akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, beberapa dari 52 wilayah tersebut merupakan lokasi yang sangat penting bagi Iran. Dipilihnya 52 wilayah tersebut melambangkan jumlah tawanan asal AS yang disandera oleh Iran di masa lalu.
![]() |
Kemudian, Iran mengatakan bahwa pihaknya akan semakin mengurangi kepatuhan terhadap pakta nuklir internasional. Sebagai informasi, pada tahun 2015 pemerintahan Presiden Barack Obama sukses membrokeri pakta nuklir internasional dengan Iran.
Melalui pakta nuklir internasional tersebut, sanksi ekonomi yang diberikan terhadap Iran dicabut, termasuk sanksi yang memangkas ekspor minyak mentah hingga sekitar 50%. Sebagai gantinya, Iran setuju untuk membatasi program pengembangan nuklir serta memperbolehkan inspektor internasional untuk meninjau fasilitas pengembangan nuklirnya.
Namun, kini Iran memutuskan untuk tak mengindahkan batasan apapun yang diatur dalam pakta nuklir internasional terkait dengan jumlah pengayaan nuklir yang boleh mereka eksekusi.
Sebelumnya pada tahun 2018, tensi antara AS dan Iran sudah panas kala AS menarik diri dari pakta nuklir internasional secara unilateral. Menurut Trump, kesepakatan tersebut tak cukup dalam membatasi ruang gerak Iran. AS pun pada akhirnya kembali mengenakan sanksi ekonomi bagi Tehran.
Walaupun AS mundur dari pakta nuklir internasional, Iran masih mencoba bersabar dengan hanya mengabaikan sebagian komitmen yang dimuat dalam pakta tersebut. Kini, Iran akan secara total mengabaikan batasan apapun terkait dengan jumlah pengayaan nuklir yang boleh mereka eksekusi. Simpelnya, pengembangan senjata nuklir oleh Iran kini menjadi tak dibatasi lagi. Lebih lanjut, aksi jual dilakukan oleh pelaku pasar saham Benua Kuning seiring dengan penantian mereka atas kejelasan penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu antara AS dan China.
Seperti yang diketahui, belum lama ini AS dan China mengumumkan bahwa mereka telah berhasil mencapai kesepakatan dagang tahap satu.
Dengan adanya kesepakatan dagang tahap satu tersebut, Presiden AS Donald Trump membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk tambahan terhadap produk impor asal China pada tanggal 15 Desember. Untuk diketahui, nilai produk impor asal China yang akan terdampak oleh kebijakan ini sejatinya mencapai US$ 160 miliar.
Tak sampai di situ, Trump mengatakan bahwa bea masuk sebesar 15% terhadap produk impor asal China senilai US$ 120 miliar nantinya akan dipangkas menjadi 7,5% saja sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu. Di sisi lain, China membatalkan rencana untuk mengenakan bea masuk balasan yang disiapkan guna membalas bea masuk dari AS pada tanggal 15 Desember.
Masih sebagai bagian dari kesepakatan dagang tahap satu, China akan meningkatkan pembelian produk agrikultur asal AS secara signifikan. Trump menyebut bahwa China akan segera memulai pembelian produk agrikultur asal AS yang jika ditotal akan mencapai US$ 50 miliar.
Lebih lanjut, kesepakatan dagang tahap satu AS-China juga mengatur mengenai komplain dari AS terkait pencurian hak kekayaan intelektual dan transfer teknologi secara paksa yang sering dialami oleh perusahaan-perusahaan asal Negeri Paman Sam.
Menjelang tahun baru kemarin, Trump mengungkapkan bahwa kesepakatan dagang tahap satu dengan China akan diteken di Gedung Putih pada tanggal 15 Januari.
Hal tersebut diumumkan oleh Trump melalui akun Twitter pribadinya, @realDonaldTrump. Menurut Trump, pejabat tingkat tinggi dari China akan menghadiri penandatanganan kesepakatan dagang tahap satu.
Kemudian, Trump juga mengungkapkan bahwa nantinya dirinya akan bertandang ke Beijing guna memulai negosiasi terkait kesepakatan dagang tahap dua.
Terakhir, rilis risalah pertemuan The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS ikut membebani kinerja bursa saham Benua Kuning. Pada Sabtu dini hari Waktu Indonesia, risalah dari pertemuan bulan Desember dirilis oleh The Fed.
Sekedar mengingatkan, di sepanjang tahun 2019 The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebanyak tiga kali, masing-masing sebesar 25 bps, yakni pada bulan Juli, September, dan Oktober. Jika ditotal, federal funds rate dipangkas sebesar 75 bps oleh Gubernur The Fed Jerome Powell beserta dengan koleganya di bank sentral.
Perang dagang AS-China, perlambatan ekonomi global, dan inflasi yang rendah menjadi faktor yang membuat The Fed memangkas tingkat suku bunga acuan sebesar 75 bps tersebut.
Pada pertemuan di bulan Desember, The Fed memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan. Keputusan tersebut sesuai dengan estimasi dari para ekonom bahwa federal funds rate akan dipertahankan di rentang 1,5%-1,75%.
Dalam konferensi persnya, Powell kembali mengindikasikan bahwa era pelonggaran tingkat suku bunga acuan sudah usai. Sikap dari Powell tersebut mengonfirmasi stance dari bank sentral AS yang sudah tak lagi dovish.
Hal ini kemudian dikonfirmasi lagi oleh rilis risalah rapatnya. Bahkan, melansir CNBC International, risalah tersebut menunjukkan bahwa beberapa pejabat The Fed khawatir tingkat suku bunga acuan di level yang relatif rendah berisiko membawa dampak negatif bagi perekonomian AS.
“Beberapa anggota mengungkapkan kekhawatirannya bahwa menetapkan tingkat suku bunga acuan di level yang rendah dalam periode yang panjang dapat mendorong perilaku pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk-taking), yang pada akhirnya dapat memperparah ketidakseimbangan di sektor keuangan,” tulis risalah tersebut, seperti dilansir dari CNBC International.
Dengan ruang pemangkasan tingkat suku bunga acuan di AS yang tampak sudah hampir sepenuhnya tertutup, praktis ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk mengeksekusi pelonggaran tingkat suku bunga acuan menjadi terbatas.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Ambyar! World War 3 di Depan Mata, IHSG Ambruk 1% Lebih
