Sempat Nyaman Menghijau, IHSG Tutup Sesi Satu di Zona Merah

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
20 December 2019 12:19
Sempat Nyaman Menghijau, IHSG Tutup Sesi Satu di Zona Merah
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan terakhir di pekan ini, Jumat (20/12/2019), di zona hijau.

Pada pembukaan perdagangan, IHSG menguat 0,12% ke level 6.257,16. IHSG kemudian sempat nyaman bergerak di zona hijau untuk beberapa saat. Titik tertinggi IHSG pada hari ini berada di level 6.264,38, mengimplikasikan kenaikan sebesar 0,23% jika dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan kemarin (19/12/2019).

Sayang, IHSG justru menutup perdagangan sesi satu di zona merah. Per akhir sesi satu, indeks saham acuan di Indonesia tersebut terkoreksi 0,2% ke level 6.237,48.

Saham-saham yang berkontribusi signifikan dalam menekan kinerja IHSG di antaranya: PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-0,74%), PT Astra International Tbk/ASII (-0,73%), PT United Tractors Tbk/UNTR (-1,96%), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk/ICBP (-1,09%), dan PT Semen Indonesia Tbk/SMGR (-1,79%).

Kinerja IHSG berbanding terbalik dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang sedang melaju di zona hijau. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei terapresiasi 0,01%, indeks Shanghai naik 0,19%, indeks Hang Seng menguat 0,37%, indeks Straits Times terkerek 0,08%, dan indeks Kospi bertambah 0,22%.

Bursa saham Benua Kuning berhasil mengikuti jejak bursa saham AS alias Wall Street yang ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Pada penutupan perdagangan kemarin, indeks Dow Jones naik 0,49%, indeks S&P 500 terapresiasi 0,45%, dan indeks Nasdaq Composite menguat 0,67%. Ketiga indeks saham acuan di AS tersebut ditutup di level tertinggi sepanjang masa.

Pemakzulan Presiden AS Donald Trump oleh DPR AS tak dianggapi dengan serius oleh pelaku pasar saham AS dan Asia. Seperti yang diketahui, kemarin waktu Indonesia (19/12/2019) atau hari Rabu waktu setempat (18/12/2019) DPR AS resmi memutuskan untuk memakzulkan Trump.

Ada dua alasan yang membuat anggota DPR AS memutuskan untuk melengserkan Trump. Pertama, Trump didakwa telah menyalahgunakan kekuasaannya ketika menahan bantuan pendanaan bagi Ukraina guna mendorong Ukraina meluncurkan investigasi terhadap lawan politiknya, Joe Biden.

Kedua, Trump juga didakwa karena dianggap menghalangi Kongres dalam melakukan penyelidikan terhadap dirinya. Hal ini dilakukan oleh Trump dengan melarang para pembantunya di Gedung Putih untuk memberikan kesaksian di sidang penyelidikan Trump.

Anggota DPR AS menggolkan pasal penyalahgunaan kekuasaan dengan skor 230-197. Sementara itu, pasal kedua yang menyebut bahwa Trump telah menghalangi Kongres dalam melakukan penyelidikan terhadap dirinya, digolkan dengan skor 229-198.

Sejauh ini, probabilitas bahwa Trump akan benar-benar dicopot dari posisinya terbilang kecil. Pasalnya, AS mengadopsi sistem parlemen dua kamar yang terdiri dari DPR (House of Representatives) dan Senat (Senate).

Segala rancangan undang-undang di AS, jika ingin digolkan menjadi undang-undang, harus mendapatkan persetujuan baik dari DPR maupun Senat. Hal serupa juga berlaku dalam urusan memakzulkan presiden.

Sebagai informasi, Senat AS diisi oleh sebanyak 100 senator. Dari sebanyak 100 senator yang membentuk Senat AS, sebanyak 53 senator berasal dari Partai Republik, sementara 47 berasal dari Partai Demokrat.

Trump sendiri merupakan anggota Partai Repulik, sehingga bisa dikatakan bahwa Senat AS dikuasai oleh kubunya.

Berbeda dengan pemungutan suara di DPR AS yang hanya memerlukan suara sebanyak minimum 51% untuk memakzulkan presiden, pemungutan suara di Senat AS mengharuskan suara sebanyak minimum 2/3 (67%) guna memakzulkan presiden.

Berarti, harus ada sebanyak 67 senator yang mendukung pemakzulan Trump untuk benar-benar 'menendang' mantan pengusaha kelas kakap tersebut dari posisinya saat ini. Dengan asumsi bahwa seluruh senator yang berasal dari Partai Demokrat mendukung pemakzulan Trump, masih dibutuhkan minimum 20 senator asal Partai Republik yang membelot guna benar-benar melengserkan Trump.

Optimisme bahwa Trump tak akan benar-benar dilengserkan dari posisinya pada akhirnya justru berbalik menjadi sentimen positif bagi bursa saham dunia.

Sentimen negatif dari dalam negeri menjadi faktor yang memantik aksi jual di bursa saham tanah air. Sentimen negatif yang dimaksud datang dari pengumuman hasil dari gelaran Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) kemarin.

Pasca menggelar RDG selama dua hari, BI memutuskan untuk mempertahankan 7-Day Reverse Repo Rate di level 5%.

Keputusan ini sesuai dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan 7-Day Reverse Repo Rate akan ditahan di level 5% oleh bank sentral. Dari sebanyak 11 ekonom yang berpartisipasi dalam pembentukan konsensus, seluruhnya memperkirakan BI akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan.

Selain mempertahankan tingkat suku bunga acuan, rasio Giro Wajib Minimum (GWM) juga tak diutak-atik oleh bank sentral. Alhasil, tak ada suntikan kebijakan moneter yang diberikan oleh BI menjelang akhir tahun.

Keputusan BI untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan dan rasio GWM sesuai dengan analisis dari kami yang menunjukkan bahwa tak akan ada pelonggaran kebijakan moneter yang diumumkan oleh BI.

Untuk diketahui, di sepanjang tahun ini BI telah memangkas 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps sebanyak empat kali. Jika ditotal, tingkat suku bunga acuan sudah dipangkas sebesar 100 bps pada tahun ini oleh BI.

Kalau melihat laju perekonomian, jelas terlihat bahwa saat ini Indonesia sedang membutuhkan stimulus yang bisa datang dari pemangkasan tingkat suku bunga acuan atau rasio GWM. Sepanjang kuartal III-2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02% secara tahunan.

Angka pertumbuhan ekonomi yang hanya mencapai 5,02% tersebut lantas berada di bawah capaian periode kuartal I-2019 dan kuartal II-2019. Capaian tersebut juga jauh lebih rendah dari capaian pada kuartal III-2018 kala perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,17% secara tahunan.

Untuk diketahui, pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan, sementara pada kuartal II-2019 perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2019, perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 5,04% secara tahunan.

Lantas, laju perekonomian untuk keseluruhan tahun 2019 hampir mustahil untuk tumbuh sesuai dengan outlook yang dipatok pemerintah di level 5,2%. Bahkan, tampaknya pertumbuhan ekonomi untuk keseluruhan tahun 2019 akan lebih rendah dari capaian tahun 2018 yang mencapai 5,17%.

Kala tingkat suku bunga acuan kembali dipangkas, bank akan terdorong untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit sehingga memacu dunia usaha untuk melakukan ekspansi. Selain itu, masyarakat juga akan terdorong untuk meningkatkan konsumsinya. Pada akhirnya, roda perekonomian akan berputar lebih kencang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular