
Ini Dia Manajer Investasi Pertama yang IPO di Indonesia!
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
17 December 2019 19:12

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Ashmore Asset Management Indonesia Tbk akan menjadi manajer investasi murni pertama di dalam negeri yang melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) kepada publik. Perseroan menganggarkan dana Rp 200 miliar dari dana IPO untuk pengembangan teknologi informasi perseroan.
Dalam perhelatan tersebut, Ashmore Asset Management menawarkan 111,11 juta (10%) saham dengan nilai nominal Rp 25. Perseroan yang belum menggelar paparan publik (public expose) dalam proses penawaran saham tersebut, juga belum bersedia mengeluarkan nilai saham yang akan dilego.
"Kami menawarkan kepada publik, sesuai peraturan, tetapi untuk informasi harga [penawaran IPO] kami serahkan kepada penjamin emisi supaya satu pintu informasi," ujar Arief C. Wana, Direktur Ashmore, ketika dihubungi CNBC Indonesia hari ini (17/12/19).
Untuk IPO tersebut Ashmore Asset Management menunjuk PT Mandiri Sekuritas sebagai penjamin emisi efek atau biasa disebut underwriter. Direktur Investment Banking Mandiri Sekuritas Andy Bratamihardja juga belum bisa memberikan informasi terkait dengan harga penawaran IPO tersebut.
IPO Ashmore Asset Management ini akan menjadi yang pertama dilakukan oleh perusahaan pengelola investasi murni karena belum pernah ada perusahaan serupa yang hanya mengantongi izin sebagai fund manager dan akhirnya menawarkan sahamnya di bursa.
Sebelumnya, PT Lippo Securities Tbk (LPPS) sudah lebih dahulu listing di bursa tetapi bukanlah manajer investasi murni karena ketika IPO merupakan perusahaan efek yang memiliki tiga izin profesi yaitu manajer investasi, penjamin emisi efek (underwriter), dan perantara pedagang efek (broker).
Lippo Securities didirikan pada 1989, mendapatkan izin manajer investasi pada 1992, dan IPO pada 1994. Pada 2004 dan 2000, izin underwriter dan broker perusahaan dicabut Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK, sekarang beralih menjadi Otoritas Jasa Keuangan/OJK).
Prospektus ringkas Ashmore Asset Management di media pekan lalu (12/12/19) menunjukkan anak usaha Ashmore Investment Management Ltd itu menganggarkan dana maksimal Rp 200 miliar untuk pengembangan infrastruktur teknologi informasi (IT) dari dana IPO.
Infrastruktur IT tersebut akan digunakan untuk mendukung penetrasi keuangan ke segmen nasabah dengan ekonomi menengah ke bawah serta ke generasi milenial. Untuk pengembangan itu, perseroan menetapkan ada tiga fase.
Pertama, pembuatan aplikasi digital termasuk infrastruktur layanan dan pengolahan data untuk nasabah retail. Kedua, pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk edukasi. Ketiga, distribusi reksa dana melalui platform aplikasi.
Jika dana IPO kurang dari kebutuhan, maka perseroan akan memenuhinya dari sumber pendanaan lain yaitu kas internal atau lembaga keuangan lain. Sisa dari dana IPO akan digunakan untuk sumber dana pembentukan produk baru.
Didasari dari laporan keuangan dalam prospektus ringkas IPO perseroan, ditunjukkan bahwa perseroan memiliki modal disetor Rp 25 miliar sebelum IPO, atau yang berarti dapat dikatakan sebagai nilai buku (book value) awal. Di akhir Juni 2019, ekuitas perseroan dibukukan Rp 38,95 miliar dan dapat dijadikan nilai buku terkini.
Dengan porsi saham yang dijual ke publik 10% (termasuk alokasi saham karyawan-ESA sebesar 1%) dan dengan asumsi valuasi rasio harga saham per nilai buku (price to book value, P/BV) 1 kali, maka perseroan akan mendapatkan dana Rp 3,89 miliar.
Namun, jika asumsi target dana IPO Rp 200 miliar harus dipenuhi dan dengan porsi saham yang dijual ke publik sama-sama 10% (termasuk ESA), maka perseroan harus menjual sahamnya dengan valuasi nilai buku 51,41 kali.
Masih dengan harga penawaran dengan target Rp 200 miliar, maka dapat diprediksi harga yang ditawarkan kepada calon investor adalah Rp 1.799/saham.
Data sebuah agen penjual reksa dana online menunjukkan pada akhir November Ashmore Asset Management mengelola reksa dana senilai Rp 15,11 triliun atau yang terbesar ke-14. Dana kelolaan reksa dana itu naik 3,93% dari posisi akhir tahun lalu Rp 14,54 triliun.
Jika didasari data dari prospektus ringkas, total dana kelolaan perseroan yang terdiri dari 19 reksa dana dan kontrak pengelolaan dana nasabah individu (KPD, PDNI) mencapai Rp 27,71 triliun per akhir Juni tahun ini. Dana kelolaan itu naik 8,3% dari posisi akhir tahun lalu Rp 25,59 triliun.
Per akhir Juni, perusahaan yang dipimpin Ronaldus 'Ronni' Gandahusada itu mampu menggalang pendapatan usaha jasa pengelolaan investasi Rp 308,88 miliar dan menghasilkan laba bersih Rp 86,52 miliar. Pendapatannya naik 26,52% dan labanya tumbuh 29,37% dari kinerja Juni 2018.
Per Juni, aset perseroan dicatatkan Rp 110,7 miliar. Dengan nilai aset dan modal serta laba bersihnya, perseroan membukukan rasio pengembalian modal (return on equity/ROE) 222% dan rasio pengembalian aset (return on asset/ROA) 78,1%.
Didirikan pada 2010 dengan nama PT Buana Megah Abadi sebagai bagian dari Grup Emtek, Grup Ashmore mengakuisisi perseroan pada 2012 sehingga berganti nama seperti sekarang.
Pemegang saham mayoritas perusahaan yang sedang menggelar IPO itu adalah Ashmore Investment Management Ltd (60,04%). Selain itu, pemegang saham lain terdiri dari PT Adikarsa Sarana 14,29%, Ronni Gandahusada 7%, Arief Cahyadi Wana 6%, dan FX Eddy Hartanto 6%.
Ashmore Investment Management Ltd didirikan dengan nama Directlike Ltd di Inggris pada 1997 dan berubah menjadi ANZ Emerging Markets Fund Management Limited di tahun yang sama. Pada 1999, ANZ berganti nama menjadi Ashmore Investment Management Limited. Grup Ashmore sudah mengelola dana US$ 73,9 miliar dari seluruh dunia di akhir tahun lalu.
Dalam IPO itu, masa penawaran awal saham Ashmore Asset Management Indonesia akan berakhir pada 19 Desember dan prediksi tanggal efektif dari OJK pada 30 Desember. Perusahaan diprediksi akan mencatatkan sahamnya di bursa pada 14 Januari di awal tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article 2 Reksa Dana Sucor Asset Management Disuspen OJK, Ada Apa?
Dalam perhelatan tersebut, Ashmore Asset Management menawarkan 111,11 juta (10%) saham dengan nilai nominal Rp 25. Perseroan yang belum menggelar paparan publik (public expose) dalam proses penawaran saham tersebut, juga belum bersedia mengeluarkan nilai saham yang akan dilego.
"Kami menawarkan kepada publik, sesuai peraturan, tetapi untuk informasi harga [penawaran IPO] kami serahkan kepada penjamin emisi supaya satu pintu informasi," ujar Arief C. Wana, Direktur Ashmore, ketika dihubungi CNBC Indonesia hari ini (17/12/19).
IPO Ashmore Asset Management ini akan menjadi yang pertama dilakukan oleh perusahaan pengelola investasi murni karena belum pernah ada perusahaan serupa yang hanya mengantongi izin sebagai fund manager dan akhirnya menawarkan sahamnya di bursa.
Sebelumnya, PT Lippo Securities Tbk (LPPS) sudah lebih dahulu listing di bursa tetapi bukanlah manajer investasi murni karena ketika IPO merupakan perusahaan efek yang memiliki tiga izin profesi yaitu manajer investasi, penjamin emisi efek (underwriter), dan perantara pedagang efek (broker).
Lippo Securities didirikan pada 1989, mendapatkan izin manajer investasi pada 1992, dan IPO pada 1994. Pada 2004 dan 2000, izin underwriter dan broker perusahaan dicabut Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK, sekarang beralih menjadi Otoritas Jasa Keuangan/OJK).
Prospektus ringkas Ashmore Asset Management di media pekan lalu (12/12/19) menunjukkan anak usaha Ashmore Investment Management Ltd itu menganggarkan dana maksimal Rp 200 miliar untuk pengembangan infrastruktur teknologi informasi (IT) dari dana IPO.
Infrastruktur IT tersebut akan digunakan untuk mendukung penetrasi keuangan ke segmen nasabah dengan ekonomi menengah ke bawah serta ke generasi milenial. Untuk pengembangan itu, perseroan menetapkan ada tiga fase.
Pertama, pembuatan aplikasi digital termasuk infrastruktur layanan dan pengolahan data untuk nasabah retail. Kedua, pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk edukasi. Ketiga, distribusi reksa dana melalui platform aplikasi.
Jika dana IPO kurang dari kebutuhan, maka perseroan akan memenuhinya dari sumber pendanaan lain yaitu kas internal atau lembaga keuangan lain. Sisa dari dana IPO akan digunakan untuk sumber dana pembentukan produk baru.
Didasari dari laporan keuangan dalam prospektus ringkas IPO perseroan, ditunjukkan bahwa perseroan memiliki modal disetor Rp 25 miliar sebelum IPO, atau yang berarti dapat dikatakan sebagai nilai buku (book value) awal. Di akhir Juni 2019, ekuitas perseroan dibukukan Rp 38,95 miliar dan dapat dijadikan nilai buku terkini.
Dengan porsi saham yang dijual ke publik 10% (termasuk alokasi saham karyawan-ESA sebesar 1%) dan dengan asumsi valuasi rasio harga saham per nilai buku (price to book value, P/BV) 1 kali, maka perseroan akan mendapatkan dana Rp 3,89 miliar.
Namun, jika asumsi target dana IPO Rp 200 miliar harus dipenuhi dan dengan porsi saham yang dijual ke publik sama-sama 10% (termasuk ESA), maka perseroan harus menjual sahamnya dengan valuasi nilai buku 51,41 kali.
Masih dengan harga penawaran dengan target Rp 200 miliar, maka dapat diprediksi harga yang ditawarkan kepada calon investor adalah Rp 1.799/saham.
Data sebuah agen penjual reksa dana online menunjukkan pada akhir November Ashmore Asset Management mengelola reksa dana senilai Rp 15,11 triliun atau yang terbesar ke-14. Dana kelolaan reksa dana itu naik 3,93% dari posisi akhir tahun lalu Rp 14,54 triliun.
Jika didasari data dari prospektus ringkas, total dana kelolaan perseroan yang terdiri dari 19 reksa dana dan kontrak pengelolaan dana nasabah individu (KPD, PDNI) mencapai Rp 27,71 triliun per akhir Juni tahun ini. Dana kelolaan itu naik 8,3% dari posisi akhir tahun lalu Rp 25,59 triliun.
Per akhir Juni, perusahaan yang dipimpin Ronaldus 'Ronni' Gandahusada itu mampu menggalang pendapatan usaha jasa pengelolaan investasi Rp 308,88 miliar dan menghasilkan laba bersih Rp 86,52 miliar. Pendapatannya naik 26,52% dan labanya tumbuh 29,37% dari kinerja Juni 2018.
Per Juni, aset perseroan dicatatkan Rp 110,7 miliar. Dengan nilai aset dan modal serta laba bersihnya, perseroan membukukan rasio pengembalian modal (return on equity/ROE) 222% dan rasio pengembalian aset (return on asset/ROA) 78,1%.
Didirikan pada 2010 dengan nama PT Buana Megah Abadi sebagai bagian dari Grup Emtek, Grup Ashmore mengakuisisi perseroan pada 2012 sehingga berganti nama seperti sekarang.
Pemegang saham mayoritas perusahaan yang sedang menggelar IPO itu adalah Ashmore Investment Management Ltd (60,04%). Selain itu, pemegang saham lain terdiri dari PT Adikarsa Sarana 14,29%, Ronni Gandahusada 7%, Arief Cahyadi Wana 6%, dan FX Eddy Hartanto 6%.
Ashmore Investment Management Ltd didirikan dengan nama Directlike Ltd di Inggris pada 1997 dan berubah menjadi ANZ Emerging Markets Fund Management Limited di tahun yang sama. Pada 1999, ANZ berganti nama menjadi Ashmore Investment Management Limited. Grup Ashmore sudah mengelola dana US$ 73,9 miliar dari seluruh dunia di akhir tahun lalu.
Dalam IPO itu, masa penawaran awal saham Ashmore Asset Management Indonesia akan berakhir pada 19 Desember dan prediksi tanggal efektif dari OJK pada 30 Desember. Perusahaan diprediksi akan mencatatkan sahamnya di bursa pada 14 Januari di awal tahun depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article 2 Reksa Dana Sucor Asset Management Disuspen OJK, Ada Apa?
Most Popular