Top! IHSG Terkoreksi, Investor Reksa Dana Masih Santuy

Kondisi itu dapat menyiratkan bahwa investor reksa dana ternyata tidak, atau belum, terpengaruh koreksi pasar saham dan penertiban industri reksa dana sehingga masih membukukan pembelian reksa dana atau penambahan unit reksa dana yang sudah dimiliki.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan dana kelolaan reksa dana hingga 15 November mencapai Rp 551,43 triliun. Meski turun 0,32% atau Rp 1,78 triliun dari posisi akhir Oktober Rp 553,21 triliun, posisinya masih terhitung tumbuh 9,11% (setara Rp 46,04 triliun) dari posisi akhir tahun lalu Rp 505,39 triliun.
Istilah dana kelolaan reksa dana juga sering digantikan oleh asset under management (AUM) atau nilai aktiva bersih (NAB), dan dalam hal ini dana kelolaan itu tidak mencakup produk investasi lain seperti kontrak pengelolaan dana nasabah individu (KPD atau PDN) maupun produk investasi alternatif lain.
Produk investasi alternatif tersebut adalah reksa dana penyertaan terbatas (RDPT, reksa dana tujuan khusus, private equity fund), efek beragun aset (EBA), dana investasi real estat (DIRE), dan dana investasi infrastruktur (Dinfra).
Reksa Dana Saham Paling Tertekan
Menilik data dari per jenis reksa dana, penurunan dana kelolaan terbesar dari segi nominal dialami oleh reksa dana saham, baik yang konvensional maupun yang syariah.
AUM reksa dana saham konvensional turun Rp 3,85 triliun (setara 2,79%) menjadi Rp 134,12 triliun dari posisi akhir Oktober (Rp 137,97 triliun). Sementara itu AUM reksa dana saham syariah turun Rp 1,21 triliun (14,6%) menjadi Rp 7,08 triliun dari Rp 8,29 triliun.
Penurunan dana kelolaan signifikan juga dialami reksa dana efek (saham) syariah luar negeri Rp 1,19 triliun dan reksa dana campuran konvensional Rp 1,15 triliun.
Reksa dana lain yang turut mengalami penurunan AUM adalah reksa dana yang dapat ditransaksikan di bursa (exchange traded fund/ETF) konvensional, reksa dana pendapatan tetap syariah, reksa dana campuran syariah, dan reksa dana terproteksi syariah.
Turunnya AUM pada beberapa produk itu terutama karena pasar saham yang turun signifikan, sedangkan pasar obligasi masih relatif flat pada periode yang sama.
Penurunan pasar saham dapat diperlihatkan oleh koreksi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari periode 1-15 November sebesar 0,77% ke 6.180. Sebaliknya, pasar obligasi masih fifty-fifty, di mana kenaikan tingkat imbal hasil (yield) wajar surat utang negara (SUN) di dua seri acuan diimbangi oleh penurunan yield di dua seri acuan lain.
Patut diingat bahwa pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan mengurangi yield, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Untuk seri acuan 10 tahun sebagai seri yang paling likuid, yield wajarnya naik tipis 1 basis poin (bps) menjadi 6,99% dari posisi 6,98% pada akhir Oktober, atau berarti koreksi yang cenderung flat. Kondisi serupa dialami tiga seri acuan lain yaitu seri 5 tahun, tetapi seri panjang yaitu 15 tahun dan 20 tahun masih menguat pada periode yang sama.
Dari sisi kenaikan AUM, reksa dana pasar uang konvensional dan reksa dana pendapatan tetap konvensional membukukan tambahan dana kelolaan tertinggi dari total tujuh jenis reksa dana lain. Masing-masing adalah Rp 1,97 triliun atau 3,03% menjadi Rp 66,94 triliun dan Rp 1,09 triliun atau 0,98% menjadi Rp 112,68 triliun.
Ketujuh jenis reksa dana yang juga mengalami penambahan AUM itu adalah reksa dana indeks konvensional, reksa dana terproteksi konvensional, reksa dana pasar uang syariah, dan reksa dana sukuk. Dua reksa dana yang AUM-nya stagnan adalah reksa dana indeks syariah dan ETF syariah.
Meskipun AUM industri reksa dana turun, tidak demikian dengan unit penyertaan reksa dana yang justru menunjukkan kenaikan, yang juga berarti ada unit penyertaan baru reksa dana yang dibeli publik pada periode tersebut.
Unit penyertaan adalah unit terkecil yang dijual dalam reksa dana, serupa jika seseorang membeli saham maka per unitnya dihargai sekian rupiah. Meski menjadi 'harga' seperti layaknya harga per unit saham, tingginya harga unit penyertaan reksa dana tidak menjamin kenaikan atau penurunan harganya ke depan.
Data OJK menunjukkan kenaikan unit penyertaan terjadi sebesar 5,45 miliar unit penyertaan atau sebesar 1,29% menjadi 427,98 miliar unit pada periode 1-15 November. Angka itu semakin mendukung pertumbuhan unit penyertaan sejak awal tahun yaitu 54,26 miliar unit atau 14,52%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Coba Investasi Reksa Dana, Simak Tips Jitu Ini!
(irv/irv)