
PDB RI Diprediksi di Bawah 5% Rupiah KO di Awal Desember
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 December 2019 17:42

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pertama bulan Desember, Senin (2/12/19), setelah membukukan pelemahan 0,48% sepanjang bulan November.
Rupiah mengawali perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 14.090/US$, tidak lama langsung masuk ke zona merah, dan tertahan hingga akhir perdagangan. Pelemahan rupiah bertambah besar selepas tengah hari, mencapai 0,28% ke Rp 14.130/US$.
Mata Uang Garuda baru berhasil memangkas pelemahan dan berhasil memangkas pelemahan menjelang perdagangan dalam negeri berakhir. Rupiah menutup perdagangan di level Rp 14.120/US$ melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini. Hingga pukul 16:00 WIB peso Filipina menjadi mata uang terburuk dengan melemah 0,45%. Won Korea Selatan dan baht Thailand melengkapi tiga besar setelah melemah 0,27% dan 0,26%.
Sementara dolar Taiwan menjadi yang terbaik setelah menguat 0,1%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning pada hari ini.
Sentimen dari dalam negeri cukup membebani rupiah pada hari. IHS Markit melaporkan aktivitas sektor manufaktur RI yang masih berkontraksi. Angka indeks yang dinilai dari Purchasing Managers' Indeks (PMI) bulan November dilaporkan sebesar 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7.
Meski membaik, tetapi angka di bulan November masih di bawah 50 yang menjadi batas antara ekspansi dan kontraksi. Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang semakin menurun, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau aktivitas yang meningkat.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun menjadi tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November yang sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah. Permintaan baru dan penjualan menurun, dan dunia usaha memilih untuk mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Data lain yang dirilis beberapa saat lalu oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi tumbuh 0,14% month-on-month (MoM), dan 3% secara year-on-year (YoY). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi November adalah 0,2% secara MoM dan 3,065% YoY.
Angka di atas 50 berarti ekspansi, dengan demikian pada bulan lalu sektor manufaktur China meningkatkan ekspansinya. Angka di bulan November juga mematahkan prediksi penurunan menjadi 51,5 di Forex Factory, tentunya memberikan kelegaan sektor manufaktur China masih kuat.
Data bagus dari Caixin tersebut melengkapi data aktivitas manufaktur China versi pemerintah yang dirilis Sabtu lalu.
Data tersebut menunjukkan angka 50,2 untuk bulan November. Ekspanasi sektor manufaktur tersebut merupakan yang pertama kali setelah sebelumnya mengalami kontraksi dalam enam bulan berturut-turut.
Rilis tersebut juga mematahkan prediksi di Forex Factory yang menunjukkan sektor manufaktur China masih akan berkontraksi 49,5 di bulan November.
Ekspansi sektor manufaktur China memberikan sentimen positif ke pelaku pasar, tercermin dari menghijaunya bursa saham Asia.
Menariknya meski bursa Asia menguat, tetapi mayoritas mata uang utama Asia justru melemah, hal ini menunjukkan dolar AS sedang perkasa pada hari ini. Indeks dolar yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini sedang menguat 0,08% di 98,35 dan berada di dekat level terkuat dalam satu setengah bulan terakhir.
Data dalam negeri yang kurang mendukung, serta dolar AS yang sedang perkasa membuat rupiah tak berdaya pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Rupiah mengawali perdagangan hari ini dengan stagnan di level Rp 14.090/US$, tidak lama langsung masuk ke zona merah, dan tertahan hingga akhir perdagangan. Pelemahan rupiah bertambah besar selepas tengah hari, mencapai 0,28% ke Rp 14.130/US$.
Mayoritas mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini. Hingga pukul 16:00 WIB peso Filipina menjadi mata uang terburuk dengan melemah 0,45%. Won Korea Selatan dan baht Thailand melengkapi tiga besar setelah melemah 0,27% dan 0,26%.
Sementara dolar Taiwan menjadi yang terbaik setelah menguat 0,1%. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning pada hari ini.
Sentimen dari dalam negeri cukup membebani rupiah pada hari. IHS Markit melaporkan aktivitas sektor manufaktur RI yang masih berkontraksi. Angka indeks yang dinilai dari Purchasing Managers' Indeks (PMI) bulan November dilaporkan sebesar 48,2, lebih baik dari bulan sebelumnya 47,7.
Meski membaik, tetapi angka di bulan November masih di bawah 50 yang menjadi batas antara ekspansi dan kontraksi. Angka di bawah 50 berarti kontraksi atau aktivitas yang semakin menurun, sementara di atas 50 berarti ekspansi atau aktivitas yang meningkat.
Kontraksi yang dialami dalam dua bulan beruntun tersebut menjadi yang terdalam sejak November 2015. Akibatnya, di kuartal IV-2019, pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) RI diprediksi di bawah 5%, rupiah pun menjadi tertekan.
"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November yang sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah. Permintaan baru dan penjualan menurun, dan dunia usaha memilih untuk mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.
Data lain yang dirilis beberapa saat lalu oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi tumbuh 0,14% month-on-month (MoM), dan 3% secara year-on-year (YoY). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi November adalah 0,2% secara MoM dan 3,065% YoY.
Sementara inflasi inti, yang biasanya dijadikan indikator tingkat konsumsi tumbuh 3,02% YoY di bulan November, melambat dari bulan sebelumnya 3,2% dan menjadi yang terendah sejak April lalu. Pelambatan inflasi tersebut bisa jadi mengindikasi daya beli masyarakat yang memang sedang menurun. Jika konsumsi masyarakat menurun, prediksi PDB di bawah 5% akan semakin nyata. Dampaknya rupiah terus mengalami tekanan.
Dari eksternal, China sebenarnya mengirim kabar bagus. Caixin melaporkan indeks aktivitas manfaktur China yang dilihat dari purchasing managers' index (PMI) naik menjadi 51,8 di bulan November, dibandingkan bulan sebelumnya 51,7.Angka di atas 50 berarti ekspansi, dengan demikian pada bulan lalu sektor manufaktur China meningkatkan ekspansinya. Angka di bulan November juga mematahkan prediksi penurunan menjadi 51,5 di Forex Factory, tentunya memberikan kelegaan sektor manufaktur China masih kuat.
Data bagus dari Caixin tersebut melengkapi data aktivitas manufaktur China versi pemerintah yang dirilis Sabtu lalu.
Data tersebut menunjukkan angka 50,2 untuk bulan November. Ekspanasi sektor manufaktur tersebut merupakan yang pertama kali setelah sebelumnya mengalami kontraksi dalam enam bulan berturut-turut.
Rilis tersebut juga mematahkan prediksi di Forex Factory yang menunjukkan sektor manufaktur China masih akan berkontraksi 49,5 di bulan November.
Ekspansi sektor manufaktur China memberikan sentimen positif ke pelaku pasar, tercermin dari menghijaunya bursa saham Asia.
Menariknya meski bursa Asia menguat, tetapi mayoritas mata uang utama Asia justru melemah, hal ini menunjukkan dolar AS sedang perkasa pada hari ini. Indeks dolar yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini sedang menguat 0,08% di 98,35 dan berada di dekat level terkuat dalam satu setengah bulan terakhir.
Data dalam negeri yang kurang mendukung, serta dolar AS yang sedang perkasa membuat rupiah tak berdaya pada hari ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular