Rupiah Batal Menguat Pagi Ini, Gara-gara Apa Sih?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 December 2019 08:37
Rupiah Batal Menguat Pagi Ini, Gara-gara Apa Sih?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasa spot hari ini. Rupiah sebenarnya punya ruang untuk menguat, tetapi rilis data pagi ini membuat mata uang Tanah Air tertahan.

Pada Senin (2/12/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.100 kala pembukaan pasar. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Sejatinya rupiah punya ruang untuk terangkat. Penguatan rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) yang sering kali menjadi cerminan arah pergerakan di pasar spot.

Maklum, rupiah melemah 0,14% terhadap dolar AS secara point-to-point sepanjang pekan lalu. Dalam sebulan terakhir, mata uang Tanah Air mengalami depresiasi 0,57%. Ini membuat rupiah berpeluang mencetak technical rebound.


Namun apa daya, rilis data ekonomi terbaru kurang mendukung. Pagi ini IHS Markit merilis angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode November yang berada di 48,2. Lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 47,7.

Namun PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Angka di bawah 50 berarti industriawan masih enggan melakukan ekspansi, alias masih kontraktif. PMI manufaktur Indonesia sudah lima bulan beruntun mengalami kontraksi.

 

Pada Oktober dan November, rata-rata PMI Indonesia adalah 48. IHS Markit menyebutkan, ini memberi sinyal bahwa aktivitas manufaktur akan mengalami kontraksi pada kuartal IV-2019.

"Dengan rata-rata PMI Oktober dan November yang sebesar 48, kami memperkirakan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,9%. Survei kami menunjukkan permintaan terhadap produk manufaktur masih lemah. Permintaan baru dan penjualan menurun, dan dunia usaha memilih untuk mengurangi tenaga kerja serta menurunkan pembelian bahan baku. Ini memberi gambaran bahwa output ekonomi masih akan lemah dalam beberapa bulan ke depan," jelas Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, dikutip dari siaran tertulis.


Sepertinya rilis data ini membuat investor mundur teratur. Risiko perlambatan ekonomi tentu membuat pelaku pasar ragu-ragu untuk masuk ke pasar keuangan Indonesia. Akibatnya, rupiah pun belum bisa mewujudkan potensi penguatan.

Selain itu, investor juga menantikan rilis data domestik lainnya yaitu inflasi. Pada pukul 11:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data inflasi periode November.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi November adalah 0,2% secara month-on-month (MoM) dan 3,065% year-on-year (YoY). Sementara inflasi inti diramal 3,16% YoY.


Konsensus tersebut menunjukkan terjadi perlambatan laju inflasi. Pada September, BPS mencatat inflasi sebesar 0,02% MoM, 3,13% YoY, dan inflasi inti 3,2% YoY.

Apakah perlambatan laju inflasi memberi konfirmasi bahwa permintaan memang melemah? Apakah pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 bisa di bawah 5% gara-gara kelesuan konsumsi rumah tangga? Mari kita nantikan pengumuman BPS...



Akan tetapi, mayoritas mata uang Asia juga kerepotan menghadapi dolar AS. Rupiah masih beruntung hanya stagnan, karena para tetangganya kebanyakan melemah di hadapan greenback.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 08:14 WIB:



Dinamika hubungan AS-China masih menjadi sentimen utama penggerak pasar keuangan Benua Kuning. Mengutip Reuters, China masih bersedia untuk melanjutkan negosiasi dagang dengan AS meski pekan lalu Presiden Donald Trump meneken Undang-undang (UU) penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong.


Namun, Beijing lagi-lagi ngotot memberi syarat bahwa kesepakatan damai dagang Fase I harus memasukkan penghapusan seluruh bea masuk yang diterapkan selama masa perang dagang lebih dari setahun terakhir. AS mengenakan bea masuk bagi impor produk China senilai US$ 550 miliar, sementara China membalas dengan membebankan bea masuk kepada produk made in the USA senilai US$ 185 miliar.

"Beberapa sumber di China yang punya akses terhadap proses negosiasi mengungkapkan kepada Global Times bahwa AS harus menghapus seluruh bea masuk yang sudah dikenakan. Bukan pembatalan bea masuk yang akan dilakukan," sebut laporan Global Times, harian yang berafiliasi dengan pemerintah China.


Akan tetapi, situasi menjadi rumit tatkala melihat perkembangan di Hong Kong. Kemarin, kepolisian Hong Kong menembakkan gas air mata untuk membubarkan aksi demonstrasi yang masih terus terjadi di wilayah eks koloni Inggris tersebut. Tidak hanya itu, polisi juga menangkap beberapa orang demonstran.

"Kami terus berdemonstrasi, melakukan aksi damai, melobi Dewan. Namun semuanya masih gagal," tegas Felix, seorang demonstran, seperti diberitakan Reuters.

Jika situasi terus memanas, maka AS punya legitimasi untuk ikut campur dengan dalih menjalankan mandat UU penegakan demokrasi dan hak asasi manusia di Hong Kong. Kalau AS sampai melakukan intervensi lebih lanjut, maka China pasti murka sehingga mengancam prospek damai dagang.

Ketidakpastian damai dagang AS-China membuat pelaku pasar belum berani bermain agresif. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia belum menjadi pilihan. Hasilnya, mata uang Asia pun berkubang di zona merah.


TIM RISET CNBC INDONESIA




(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular