
Bos Krakatau Bicara Penguatan Baja Nasional, Soroti China
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
28 November 2019 18:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Silmy Karim, kembali angkat bicara mengenai upaya penyelamatan industri baja nasional. Eks Dirut PT Barata Indonesia ini mengatakan isu penyelamatan ini juga menjadi pembahasan dalam rapat di Kantor Kementerian BUMN.
Silmy Karim memang datang ke Kementerian BUMN untuk bertemu Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin dan Staf Khusus Menteri BUMN Muhammad Ikhsan.
Topik utama dalam rapat tersebut adalah perumusan regulasi untuk mendukung industri baja dalam negeri.
"Jadi nanti BUMN akan melihat kemungkinannya apa yang bisa diupayakan bersama-sama kementerian lain dalam menyehatkan industri baja nasional," ungkap Silmy Karim ketika ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Kamis (28/11/2019).
Dia menyebut, bahkan usulan yang disampaikan tidak hanya bisa diterapkan dalam industri baja, tetapi juga industri secara umum. Pangkal persoalannya adalah tingginya angka impor di berbagai komoditas.
"Kita tahu bahwa saat ini impor itu luar biasa, mengganti impor itu salah satunya dengan menumbuhkan industri," katanya.
Menurutnya, dari sisi permintaan, banyak industri dalam negeri nyaris tak menemukan persoalan. Sebab, dia menilai, dari sisi ekonomi, permintaan yang terjadi justru meningkat pesat di saat negara lain mengalami kelesuan daya beli.
"Cuma problem kita impornya juga tinggi. Nah ini yang sedang kita cari sekaligus juga memberikan solusi bagi industri lain. Baja ini kan hanya salah satu saja," bebernya.
Secara konkret, dia menyebut, solusi yang ditawarkan yakni perlunya instrumen sebagaimana yang diterapkan di negara lain, terutama China. Dikatakan bahwa negara lain melakukan berbagai macam kebijakan seperti penerapan subsidi.
Bahkan sekarang, menurutnya subsidinya itu bukan hanya dalam konteks memberikan tax rebate atau pengurangan pajak tapi juga melalui investasi.
"Itu kan juga bagian dari subsidi yang dilakukan pemerintah, khususnya dalam hal ini pemerintah China lah yang memang sangat agresif," bebernya.
Dia mengamati bahwa China saat ini bertranformasi tidak hanya sebagai eksportir, tetapi juga investor di berbagai belahan dunia. Hal tersebut perlu diantisipasi industri Indonesia.
"Kita jangan terlambat, bagaimana negara lain itu begitu cerdasnya, begitu smart-nya melakukan upaya-upaya penguasaan ekonomi."
"Nah ini kan kita perlu bahas. Jadi sekarang ini memang kita membahasnya jauh lebih strategis, bukan hanya kita bicara dalam konteks BUMN semata tetapi juga bagaimana nih dampaknya untuk ekonomi secara menyeluruh," lanjutnya.
Silmy Karim memang datang ke Kementerian BUMN untuk bertemu Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin dan Staf Khusus Menteri BUMN Muhammad Ikhsan.
Topik utama dalam rapat tersebut adalah perumusan regulasi untuk mendukung industri baja dalam negeri.
Dia menyebut, bahkan usulan yang disampaikan tidak hanya bisa diterapkan dalam industri baja, tetapi juga industri secara umum. Pangkal persoalannya adalah tingginya angka impor di berbagai komoditas.
"Kita tahu bahwa saat ini impor itu luar biasa, mengganti impor itu salah satunya dengan menumbuhkan industri," katanya.
Menurutnya, dari sisi permintaan, banyak industri dalam negeri nyaris tak menemukan persoalan. Sebab, dia menilai, dari sisi ekonomi, permintaan yang terjadi justru meningkat pesat di saat negara lain mengalami kelesuan daya beli.
"Cuma problem kita impornya juga tinggi. Nah ini yang sedang kita cari sekaligus juga memberikan solusi bagi industri lain. Baja ini kan hanya salah satu saja," bebernya.
Secara konkret, dia menyebut, solusi yang ditawarkan yakni perlunya instrumen sebagaimana yang diterapkan di negara lain, terutama China. Dikatakan bahwa negara lain melakukan berbagai macam kebijakan seperti penerapan subsidi.
Bahkan sekarang, menurutnya subsidinya itu bukan hanya dalam konteks memberikan tax rebate atau pengurangan pajak tapi juga melalui investasi.
"Itu kan juga bagian dari subsidi yang dilakukan pemerintah, khususnya dalam hal ini pemerintah China lah yang memang sangat agresif," bebernya.
Dia mengamati bahwa China saat ini bertranformasi tidak hanya sebagai eksportir, tetapi juga investor di berbagai belahan dunia. Hal tersebut perlu diantisipasi industri Indonesia.
"Kita jangan terlambat, bagaimana negara lain itu begitu cerdasnya, begitu smart-nya melakukan upaya-upaya penguasaan ekonomi."
"Nah ini kan kita perlu bahas. Jadi sekarang ini memang kita membahasnya jauh lebih strategis, bukan hanya kita bicara dalam konteks BUMN semata tetapi juga bagaimana nih dampaknya untuk ekonomi secara menyeluruh," lanjutnya.
Simak jalan berat KRAS restrukturisasi utang
(tas/tas) Next Article Terungkap! Alasan Silmy Karim Lepas Saham KRAS
Most Popular