Menguat di Kurs Tengah BI, Rupiah Kok Galau di Pasar Spot?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 November 2019 10:05
Menguat di Kurs Tengah BI, Rupiah Kok Galau di Pasar Spot?
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun di pasar spot, rupiah masih gamang menentukan posisi.

Pada Senin (25/11/2019), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.091. Rupiah menguat 0,06% dibandingkan posisi akhir pekan lalu.

Sementara di pasar spot, rupiah masih naik-turun. Pada pukul 10:00 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.085 di mana rupiah melemah tipis 0,04%.

Kala pembukaan pasar, rupiah juga stagnan. Beberapa saat kemudian mata uang Tanah Air melemah tipis, meski dolar AS belum sampai menembus level Rp 14.100.

Sepanjang pekan lalu, rupiah juga bergerak galau dan melemah tipis 0,09% secara point-to-point. Sepertinya kebimbangan rupiah berlanjut sampai awal pekan ini.


Sedangkan mata uang utama Asia lainnya bergerak mixed di hadapan dolar AS. Tampaknya investor memang masih berhati-hati untuk masuk ke pada keuangan Benua Kuning.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia pada pukul 10:03 WIB:




Seperti pekan lalu, mata dan telinga investor masih tertuju kepada perkembangan hubungan AS-China. Pelaku pasar masih berharap Washington dan Beijing bisa mencapai kesepakatan damai dagang Fase I.

Asa ke arah sana tetap ada. Akhir pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengungkapkan dirinya sudah berkomunikasi dengan Presiden China XI Jinping.

Hasilnya cukup positif, di mana kesepakatan dagang diperkirakan bisa terjadi dalam waktu dekat. "Kita akan segera memperoleh kesepakatan dengan China, mungkin sudah dekat," ujar Trump dalam wawancara bersama Fox News, seperti dikutip dari Reuters.


Namun, pelaku pasar juga mencemaskan ada faktor lain yang bisa mempengaruhi perjanjian damai dagang tersebut yaitu Hong Kong. Sebagai informasi, Kongres AS sudah menyetujui undang-undang penegakan hak asasi manusia di Hong Kong. Jika aturan ini diterapkan, maka AS bisa menjatuhkan embargo kepada pejabat China yang dinilai melakukan pelanggaran hak asasi manusia di wilayah eks koloni Inggris tersebut.

Beijing tentu tidak terima bila AS ikut campur terlalu jauh dengan urusan dalam negeri mereka. Bisa saja intervensi AS menjadi sandungan bagi tercapainya damai dagang.

"Memang ada pernyataan bahwa ada perkembangan positif AS-China akan mampu menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Namun ada risiko, seperti dinamika di Hong Kong. Harapan memang belum sirna, tetapi kita harus mencermati bagaimana perkembangannya," kata Shusuke Yamada, Head of FX and Japan Equity Strategy di Merrill Lynch Japan Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.


Oleh karena itu, wajar saja investor belum berani bermain ofensif. Aset-aset berisiko di negara berkembang Asia belum menjadi pilihan utama di tengah tingginya ketidakpastian. Minimnya arus modal masuk membuat rupiah dan mata uang Asia lainnya melemah.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular