
Tunggu 'Arahan' MH Thamrin, Rupiah Pilih Diam
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 November 2019 08:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka stagnan di perdagangan pasar spot pagi ini. Sepertinya investor masih bermain aman sembari menunggu pengumuman suku bunga acuan.
Pada Kamis (21/11/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.090 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Hari ini, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan dalam konferensi pers yang rencananya berlangsung pada pukul 14:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di 5%. Demikian pula dengan konsensus dari Reuters dan Bloomberg.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini mencakup kuartal III-2019. BI akan memberikan pembaruan (update) seputar kondisi ekonomi terkini dan arah ke depan.
Jadi selain suku bunga acuan, pelaku pasar juga menantikan kisi-kisi seputar pembacaan BI terhadap prospek perekonomian Tanah Air. Apakah BI akan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dan 2020? Apakah posisi (stance) kebijakan moneter masih akan akomodatif?
Berbagai pertanyaan itu akan menemukan jawabannya siang nanti, investor akan sangat menantikan 'arahan' dari MH Thamrin. Selagi belum ada kejelasan, pasar memilih untuk bermain aman, belum ada aksi borong terhadap rupiah.
Namun masih untung rupiah hanya stagnan, karena mayoritas mata uang utama Asia bergerak melemah di hadapan dolar AS. Sejauh ini hanya rupee India, yen Jepang, dan baht Thailand yang mampu menguat.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:11 WIB:
Investor lagi-lagi dibuat berkeringat dingin gara-gara hubungan AS-China. Drama proses penandatanganan perjanjian damai dagang Fase I masih menjadi perhatian utama.
Kini beredar kabar yang kurang sedap. Mengutip Reuters, seorang pengamat perdagangan yang dekat dengan Gedung Putih mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut sepertinya sulit untuk terwujud tahun ini.
Christian Whiton, Senior Fellow for Strategy and Trade di Center for the National Interest, mengatakan bahwa satu hal yang mengganjal adalah permintaan China untuk menghapus segala bentuk bea masuk yang sudah diterapkan selama perang dagang. Sebagai informasi, AS telah memberlakukan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 550 miliar selama perang dagang yang berlangsung lebih dari setahun terakhir.
"Kalau pembicaraan berlangsung mulus, maka kenaikan bea masuk lebih lanjut bisa dibatalkan. Namun kalau tidak, maka AS akan kembali mengenakan bea masuk baru dan proses perundingan berlanjut sampai tahun depan," kata Whiton.
Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa proses untuk mencapai kesepakatan Fase I memang berjalan lebih lambat dari perkiraan. "Saya rasa mereka belum mencapai level yang saya inginkan," tegasnya dalam kunjungan kerja di Texas, seperti diberitakan Reuters.
Bahkan suara dari Beijing kini agak pesimistis. Hu Xijin, redaktur di tabloid Global Times yang berafiliasi dengan pemerintah, menyebutkan bahwa hanya sedikit orang di China yang yakin kesepakatan damai dagang AS-China bisa terjadi dalam waktu dekat.
"China ingin ada kesepakatan, tetapi bersiap dengan skenario terburuk yaitu perang dagang berlangsung dalam waktu lama," cuit Hu di Twitter.
Awan mendung yang menggelayuti kesepakatan dagang AS-China membuat investor mundur teratur dari aset-aset berisiko. Instrumen aman (safe haven) seperti yen atau emas menjadi buruan utama. Pada pukul 08:27 WIB, harga emas di pasar spot naik 0,06% dan dalam sepekan terakhir kenaikannya sudah 0,26%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Pada Kamis (21/11/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.090 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Hari ini, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan dalam konferensi pers yang rencananya berlangsung pada pukul 14:00 WIB. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan BI 7 Day Reverse Repo Rate ditahan di 5%. Demikian pula dengan konsensus dari Reuters dan Bloomberg.
Rapat Dewan Gubernur (RDG) kali ini mencakup kuartal III-2019. BI akan memberikan pembaruan (update) seputar kondisi ekonomi terkini dan arah ke depan.
Jadi selain suku bunga acuan, pelaku pasar juga menantikan kisi-kisi seputar pembacaan BI terhadap prospek perekonomian Tanah Air. Apakah BI akan menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019 dan 2020? Apakah posisi (stance) kebijakan moneter masih akan akomodatif?
Berbagai pertanyaan itu akan menemukan jawabannya siang nanti, investor akan sangat menantikan 'arahan' dari MH Thamrin. Selagi belum ada kejelasan, pasar memilih untuk bermain aman, belum ada aksi borong terhadap rupiah.
Namun masih untung rupiah hanya stagnan, karena mayoritas mata uang utama Asia bergerak melemah di hadapan dolar AS. Sejauh ini hanya rupee India, yen Jepang, dan baht Thailand yang mampu menguat.
Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:11 WIB:
Investor lagi-lagi dibuat berkeringat dingin gara-gara hubungan AS-China. Drama proses penandatanganan perjanjian damai dagang Fase I masih menjadi perhatian utama.
Kini beredar kabar yang kurang sedap. Mengutip Reuters, seorang pengamat perdagangan yang dekat dengan Gedung Putih mengungkapkan bahwa kesepakatan tersebut sepertinya sulit untuk terwujud tahun ini.
Christian Whiton, Senior Fellow for Strategy and Trade di Center for the National Interest, mengatakan bahwa satu hal yang mengganjal adalah permintaan China untuk menghapus segala bentuk bea masuk yang sudah diterapkan selama perang dagang. Sebagai informasi, AS telah memberlakukan bea masuk bagi importasi produk China senilai US$ 550 miliar selama perang dagang yang berlangsung lebih dari setahun terakhir.
"Kalau pembicaraan berlangsung mulus, maka kenaikan bea masuk lebih lanjut bisa dibatalkan. Namun kalau tidak, maka AS akan kembali mengenakan bea masuk baru dan proses perundingan berlanjut sampai tahun depan," kata Whiton.
Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa proses untuk mencapai kesepakatan Fase I memang berjalan lebih lambat dari perkiraan. "Saya rasa mereka belum mencapai level yang saya inginkan," tegasnya dalam kunjungan kerja di Texas, seperti diberitakan Reuters.
Bahkan suara dari Beijing kini agak pesimistis. Hu Xijin, redaktur di tabloid Global Times yang berafiliasi dengan pemerintah, menyebutkan bahwa hanya sedikit orang di China yang yakin kesepakatan damai dagang AS-China bisa terjadi dalam waktu dekat.
"China ingin ada kesepakatan, tetapi bersiap dengan skenario terburuk yaitu perang dagang berlangsung dalam waktu lama," cuit Hu di Twitter.
Awan mendung yang menggelayuti kesepakatan dagang AS-China membuat investor mundur teratur dari aset-aset berisiko. Instrumen aman (safe haven) seperti yen atau emas menjadi buruan utama. Pada pukul 08:27 WIB, harga emas di pasar spot naik 0,06% dan dalam sepekan terakhir kenaikannya sudah 0,26%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular