
China Tak Akan Tunduk Pada AS, Wall Street Diimplikasi Lesu
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
20 November 2019 17:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak futures indeks bursa saham acuan Wall Street diimplikasikan bergerak ke Selatan pada pembukaan perdagangan hari ini (19/11/2019) setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengancam akan menaikkan bea masuk atas produk impor asal China jika damai dagang tidak tercapai.
Pada pukul 17:25 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 melemah masing-masing 127,02 poin dan 13,18 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq turun 44,49 poin.
Pergerakan pasar saham beberapa minggu ini cukup volatil seiring dengan investor yang terus mencari kejelasan terkait hubungan dagang AS dan China. Terlebih lagi mengingat tenggat waktu kenaikan tarif atas produk Made in China yang dijadwalkan pada 15 Desember semakin dekat.
Perwakilan dagang kedua negara sebagian besar selalu menyampaikan bahwa diskusi dagang berlangsung konstruktif. Akan tetapi, tidak lama berselang, pernyataan Washington dan Beijing masih membawa awan kelabu. Reporter CNBC International, Eunice Yoo, melaporkan bahwa pejabat China pesimistis terhadap prospek perjanjian dagang AS-China.
Penyebabnya, China dibuat kesal dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa AS belum menyepakati penghapusan bea masuk tambahan yang sebelumnya dibebankan terhadap produk impor asal China. Padahal, pihak China menganggap bahwa mereka telah mencapai kesepakatan terkait dengan hal tersebut dengan AS.
"Mood Beijing terkait deal dagang sangat pesimistis. China kecewa setelah Trump mengatakan tidak ada tarif yang ditarik," ujar Yoo.
Kemudian pada Selasa (19/11/2019), Trump dalam rapat kabinet di Gedung Putih mengancam akan menaikkan tarif yang lebih tinggi jika kesepakatan dagang dengan China tidak dapat dicapai. "Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan tarif bahkan lebih tinggi," katanya sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (20/11/2019).
Ancaman ini sepertinya tidak langsung membuat Negeri Tiongkok tunduk. Sebagai ganti ditekannya perjanjian damai dagang, China memang meminta AS untuk menghapuskan bea masuk yang berlaku. Namun bukan berarti untuk mencapai keinginan tersebut, Beijing akan mengiyakan segala permintaan Washington.
"China tidak akan menyerah kepada AS sejauh menyangkut perang dagang," ujar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng, dilansir CNBC International. Meskipun Gao menambahkan bahwa keputusan tersebut akan memberi dampak pada China, seperti penutupan paksa beberapa perusahaan dan relokasi aset.
Pada hari ini investor akan mencermati jumlah persediaan minyak dan gas bumi AS per posisi 15 November 2019 yang akan diumumkan pukul 20:30 WIB.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Pada pukul 17:25 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 melemah masing-masing 127,02 poin dan 13,18 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq turun 44,49 poin.
Pergerakan pasar saham beberapa minggu ini cukup volatil seiring dengan investor yang terus mencari kejelasan terkait hubungan dagang AS dan China. Terlebih lagi mengingat tenggat waktu kenaikan tarif atas produk Made in China yang dijadwalkan pada 15 Desember semakin dekat.
Penyebabnya, China dibuat kesal dengan pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa AS belum menyepakati penghapusan bea masuk tambahan yang sebelumnya dibebankan terhadap produk impor asal China. Padahal, pihak China menganggap bahwa mereka telah mencapai kesepakatan terkait dengan hal tersebut dengan AS.
"Mood Beijing terkait deal dagang sangat pesimistis. China kecewa setelah Trump mengatakan tidak ada tarif yang ditarik," ujar Yoo.
Kemudian pada Selasa (19/11/2019), Trump dalam rapat kabinet di Gedung Putih mengancam akan menaikkan tarif yang lebih tinggi jika kesepakatan dagang dengan China tidak dapat dicapai. "Jika kita tidak membuat kesepakatan dengan China, saya akan menaikkan tarif bahkan lebih tinggi," katanya sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (20/11/2019).
Ancaman ini sepertinya tidak langsung membuat Negeri Tiongkok tunduk. Sebagai ganti ditekannya perjanjian damai dagang, China memang meminta AS untuk menghapuskan bea masuk yang berlaku. Namun bukan berarti untuk mencapai keinginan tersebut, Beijing akan mengiyakan segala permintaan Washington.
"China tidak akan menyerah kepada AS sejauh menyangkut perang dagang," ujar Juru Bicara Kementerian Perdagangan China, Gao Feng, dilansir CNBC International. Meskipun Gao menambahkan bahwa keputusan tersebut akan memberi dampak pada China, seperti penutupan paksa beberapa perusahaan dan relokasi aset.
Pada hari ini investor akan mencermati jumlah persediaan minyak dan gas bumi AS per posisi 15 November 2019 yang akan diumumkan pukul 20:30 WIB.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular