Total Utang Rp 40 T, Benarkah Kasus Jiwasraya Seseram Ini?

Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
15 November 2019 12:15
Total Utang Rp 40 T, Benarkah Kasus Jiwasraya Seseram Ini?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kasus yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mencoreng industri asuransi nasional dan BUMN.

Satu kata yang ditakuti para nasabah asuransi adalah gagal bayar perusahaan dan klaim uang nasabah yang tak kunjung cair. Padahal, makna dari asuransi sendiri adalah perlindungan.

Bagaimana ingin menyehatkan nasabah jika perusahaan asuransi sendiri tidak sehat?

Awal Mula Munculnya Ketidakberesan di Jiwasraya

Kasus Jiwasraya ini terungkap pertama kali dari laporan nasabah pada Oktober 2018. Asuransi jiwa pelat merah ini terpaksa menunda pembayaran kewajiban polis jatuh tempo.

Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan oleh perusahaan asuransi plat merah tersebut. Keterlambatan pembayaran polis jatuh tempo terdapat di produk bancassurance. Nilainya mencapai Rp 802 miliar.

Total Utang Rp 40 T, Benarkah Kasus Jiwasraya Seseram Ini?Foto: Arie Pratama


Ada tujuh bank yang memasarkan produk bancassurance yang diketahui bernama JS Proteksi Plan Jiwasraya. Yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, Bank QNB Indonesia, dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI).

Kementerian BUMN di bawah kendali Rini Soemarno kala itu memang telah mencium ada sebuah ketidakberesan setelah mendapatkan laporan dari Direktur Utama Jiwasraya saat itu, Asmawi Syam, yang baru dilantik Mei 2018 lalu.

Dugaannya, terjadi aset liability mismatch (ketidakseimbangan aset dengan kewajiban) karena penempatan investasi. Kementerian telah meminta audit investigasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Hal tersebut juga berdasarkan fakta jika laporan keuangan unaudited Jiwasraya non konsolidasi pada 2017 mencatat laba bersih senilai Rp 2,4 triliun. Namun setelah dilakukan audit ulang, ternyata laba bersih direvisi sangat signifikan menjadi Rp 360 miliar.

Jiwasraya pernah diterpa masalah yang tidak mudah. Sekitar Agustus 2014, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, kala itu menuliskan cerita yang sedikit mengejutkan. Butuh Rp 6,7 triliun kala itu untuk membereskan Jiwasraya.

Bila melihat pada 2017, kinerja keuangan Jiwasraya memang tertekan. Hal ini terlihat dari laba bersih perusahaan yang anjlok 98,46% menjadi Rp 328,43 miliar. Tahun sebelumnya Jiwasraya mencatatkan laba bersih Rp 2,14 triliun.

Penurunan kinerjanya, pendapatan usaha tak tumbuh maksimal sementara jumlah beban terus meningkat. Jumlah pendapatan naik 19,03% menjadi Rp 25,12 triliun dari Rp 21,1 triliun.

Sementara jumlah beban naik 27,88% dari Rp 19,33 triiliun menjadi Rp 24,72 triliun. Salah satu penyebab kenaikan jumlah beban adalah pembayaran klaim dan manfaat yang naik lebih dari dua kali lipat, dari Rp 6,86 triliun menjadi Rp 15,67 triliun.

Indikator berikutnya yaitu utang. Pada 2017 tercatat, Jiwasraya memiliki utang mencapai Rp 513,81 miliar, atau meningkat sekitar 30% dibandingkan 2016 yang hanya Rp 382 miliar.

Kenaikan utang salah satunya disebabkan meningkatnya utang klaim pada periode 2017, di mana pada tahun tersebut utang klaim mencapai Rp 125,68 miliar dari sebelumnya Rp 58,89 miliar pada 2016. Kondisi ini berdampak kepada peningkatan utang perusahaan keseluruhan yang ikut membengkak.

Terakhir, rasio solvabilitas. Indikator ini penting untuk menilai kondisi keuangan suatu perusahaan asuransi sehat atau tidak. Berdasarkan aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perusahaan asuransi harus menjaga rasio solvabilitasnya di atas 120%.

Pada 2017, tingkat solvabilitas Jiwasraya sebesar 123,16%. Artinya Jiwasraya masih di atas ketentuan. Namun rasio solvabilitas pada 2017 turun dalam. Pasalnya, 2016 rasio solvabilitas Jiwasraya di kisaran 200,15%.

Fakta Laporan Keuangan Jiwasraya

Nah, data yang diperoleh CNBC Indonesia juga cukup mengejutkan. DPR memang sempat menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Jiwasraya beberapa waktu lalu.

Dari data, terlihat asetnya sampai triwulan III-2019 tercatat Rp 25 triliun. Sementara total utang perseroan mencapai Rp 50 triliun.

Bahkan ada juga prognosa 2019. Di mana jumlah aktiva perseroan diproyeksikan mencapai Rp 27,06 triliun dan kewajibannya Rp 47,76 triliun. Sehingga total ekuitasnya negatif Rp 20,7 triliun. Adapun proyeksi rugi perseroan di akhir 2019 mencapai Rp 10,3 triliun.

Komisaris Utama Jiwasraya, Sentot A Sentausa, belum menjawab saat diminta klarifikasinya.

Sedangkan Dirut Jiwasraya Hexana Tri Sasongko mengaku belum bisa bicara prognosa. "Tentu saya belum bisa bisa bicara angka akhir tahun," katanya.

Sementara Anggota Komisi XI DPR, Misbakhun, juga menolak memberikan keterangan. "Saya tidak bisa memberikan komentar apapun terkait rapat tertutup," tegas Misbakhun.

[Gambas:Video CNBC]



Jiwasraya mengalami permasalahan khusus. Setidaknya ada 4 permasalahan yang membuat kinerja perseroan menjadi negatif.

Pertama, kesalahan pembentukan harga produk atau misspricing.

Return dari produk saving plan ini mencapai 9-13% dan memiliki guaranteed return. Nah guaranteed return yang ditawarkan lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG dan yield obligasi.

Kedua, lemahnya prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi

Jiwasraya berinvestasi pada high risk asset untuk mengejar high return. Saham 22% tapi hanya 5% ditempatkan di LQ45 atau saham yang liquid.

Sedangkan reksa dana 59%, di mana hanya 2% yang dikelola top tier manajer investasi Indonesia.

Ketiga, adanya rekayasa harga saham (window dressing)

Diduga adanya jual-beli saham dengan dressing reksa dana.

Modusnya, saham yang overprice dibeli oleh Jiwasraya kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada Manajer Investasi, untuk kemudian dibeli oleh Jiwasraya.

Keempat, adanya tekanan likuiditas dari Produk Saving Plan

Gagal bayar ini menyebabkan penurunan kepercayaan nasabah.

Kondisi tersebut mengakibatkan adanya tekanan likuiditas dan melemahnya solvabilitas Jiwasraya.

Arya Sinulingga, Staf Khusus Menteri BUMN mengamini hal tersebut. "Banyak investasi agak mencurigakan di Jiwasraya. Sudah tercium. Saya yang baca laporan investasi di perusahaan yang melantai di bursa itu saham-saham gorengan. semua pemain saham tahu itu saham gorengan dilakukan investasi oleh Jiwasraya ketidakhati-hatiannya dipertanyakan," kata Arya kepada CNBC Indonesia.

Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot mengatakan OJK telah memberikan laporan pengawasan kepada pemegang saham.

"Hasil pengawasan OJK dapat dimanfaatkan oleh pemegang saham untuk menindaklanjuti sesuai dengan AD/ART perusahaan. OJK melakukan pemeriksaan dan meminta manajemen dan pemilik untuk segera menyampaikan upaya penyehatan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," kata Sekar.

Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qasasi menegaskan perusahaan Jiwasraya harus tetap ada. 

"Jiwasraya itu tidak boleh bangkrut, negara harus turun tangan membenahi," kata Achsanul.

Ia menjelaskan, dari Pemeriksaan BPK di 2017 memang ada sejumlah investasi yang berpotensi bermasalah.

"Waktu itu BPK minta agar diganti oleh saham-saham BUMN. Direksi saat itu mengganti saham-saham senilai Rp 6 triliun, tapi saya rasa itu belum cukup," tegas Achsanul.

Menurut, Achsanul, aset Jiwasraya saat itu mencapai Rp 36 triliun. Dan, masih banyak aset produktif Jiwasraya lainnya.

"Seperti di Citos [Cilandak Town Square] dan Senen. Itu bisa di KSO kan sehingga Jiwasraya bisa terima dana segar," katanya.

"Hal bagus jika Kementerian BUMN segera turun tangan, walaupun sebenarnya ini hampir terlambat. Inilah salah satu akibat dari tidak ada komusikasi antara DPR dan Kementerian BUMN saat itu yang tidak pernah bisa datang ke DPR untuk membenahi dan menindaklanjuti temuan BPK."

Sebenarnya Achsanul mengatakan, skema penyelamatan bisa dilakukan dengan mengundang investor atau dengan restrukturisasi bisnis melalui BUMN yang sehat dengan penyelamatan bertahap. 

"Jumlah dana yang dibutuhkan harus melalui proses due diligence yang baik dan professional. Saya optimis bisa dilakukan," terang Achsanul. Kementerian BUMN melaporkan adanya indikasi terjadinya tindakan curang (fraud) PT Asuransi Jiwasraya (Persero) ke Kejaksaan Agung. Hal ini dilakukan setelah Kementerian BUMN melakukan review terhadap laporan keuangan yang dikelola tidak transparan.



Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo, menyatakan proses investigasi akan dilakukan Kementerian BUMN bersama Kejaksaan Agung bila terbukti ada oknum dari manajemen Jiwasraya yang melakukan fraud.

Namun, ia masih enggan menyebutkan apakah kecurangan tersebut dilakukan manajemen lama Jiwasraya.


"Saat ini kita sudah bicara dengan Kejaksaan Agung bahwa kita memang akan lakukan investigasi dan tentunya kalau memang ada bukti memang dari masa lalu ada oknum yang melakukan fraud, penggelapan, harus kita kejar," ujar Tiko, panggilan akrabnya, Kamis malam (14/11/2019) di Jakarta.



Mantan Direktur Utama Bank Mandiri ini menyebut, proses pemeriksaan sudah mulai dilakukan Kejagung.

Dari hasil pemeriksaan, ditemukan fakta ada sejumlah aset yang diinvestasikan secara tidak hati-hati (prudent), pengelolaan aset dan cadangan yang tidak transparan.

 Alhasil, kondisi tersebut menyebabkan Jiwasraya kesulitan likuiditas yang membuat Jiwasraya menunda pembayaran klaim nasabah.


Seperti diketahui, manajemen Jiwasraya memang terus berusaha meningkatkan likuiditas dengan membentuk anak usaha baru PT Jiwasraya Putra yang bekerja sama dengan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, PT Pegadaian (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), dan PT Telkomsel.



Kementerian BUMN, kata Tiko, juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengkaji berbagai skema yang akan dilakukan untuk menyelamatkan Jiwasraya.

Pembentukan anak usaha kecil, itu tidak cukup menutup semua, harus ada terobosan. Kita koordinasi dengan OJK dan Kementerian Keuangan ini kan sesuatu yang terjadi cukup lama," ungkap Tiko.



Due diligence Desember

Deputi Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN, Gatot Trihargo, menargetkan proses uji tuntas (due diligence) dengan 8 investor asing untuk menyelamatkan Asuransi Jiwasraya akan rampung Desember tahun ini.

Kementerian akan memilih perusahaan dengan penawaran terbaik.

"Kita tunggu saja hasil penawaran mereka dan semoga bisa beres di Desember," kata Gatot Trihargo, Kamis (14/11/2019) di Jakarta.

 Dengan demikian, BUMN yang bergabung dengan investor baru, nantinya memperoleh benefit melalui mulai dari diversifikasi bisnis, dividen hingga fee base income sehingga menciptakan nilai tambah baru.



"Ada 4 BUMN yang sudah masuk tadi itu tidak menyetor uang ya. Mereka hanya buka customer base dan distribution channels yang akan dimanfaatkan Jiwasraya Putra untuk jual produknya," ucap Gatot.
(wed) Next Article Update Terbaru Kasus Jiwasraya dan Indosurya dari OJK

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular