Walau Neraca Dagang Diramal Tekor, Rupiah Mampu Menguat

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
15 November 2019 08:28
Walau Neraca Dagang Diramal Tekor, Rupiah Mampu Menguat
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot pagi ini. Seperti mata uang Asia lainnya, rupiah ditopang oleh sentimen perkembangan hubungan AS-China yang positif.

Pada Jumat (15/11/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.050 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,21% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Rupiah memang berpotensi mencetak technical rebound setelah melemah dalam dua perdagangan beruntun. Bahkan dalam sepekan terakhir depresiasi rupiah tercatat 0,5%. Rupiah yang sudah 'murah' membuat investor mulai melakukan akumulasi beli.




Namun rupiah ternyata tidak sendirian. Mayoritas mata uang utama Asia pun berhasil menguat di hadapan dolar AS. Sejauh ini hanya dolar Hong Kong, yen Jepang, dan dolar Taiwan yang masih melemah.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:12 WIB:

 


Situasi pasar keuangan Asia sedang kondusif karena perkembangan relasi Washington-Beijing. Meski masih maju-mundur, tetapi sepertinya dua kekuatan ekonomi terbesar di planet bumi ini bakal segera menyepakati perjanjian damai dagang fase I.

"Kita sudah semakin dekat. Mood-nya cukup bagus," kata Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Puith, di acara Council on Foreign Relations di Washington, seperti diberitakan Reuters.

Kudlow menambahkan tim negosiator AS dan China terus melakukan komunikasi intensif melalui telepon. Pembicaraan berlangsung konstruktif sehingga kesepakatan damai dagang bisa dicapai dalam waktu dekat.

Kemarin, pasar sempat cemas karena Presiden AS Donald Trump memberi sinyal yang . Dalam acara Economic Club di New York, Trump menyebut bahwa AS-China akan segera mencapai kesepakatan dagang.

Namun jika kesepakatan tidak terjadi, maka Trump bakal kembali menaikkan bea masuk untuk produk-produk asal China. Bahkan kenaikannya disebut substansial.


Oleh karena itu, pasar menanti perkembangan berikutnya dan ternyata positif. Pernyataan Kudlow berhasil meredam kekhawatiran, setidaknya untuk saat ini.

Akan tetapi, ada faktor risiko dari dalam negeri yang bisa memberatkan langkah rupiah. Tidak lama lagi, yaitu pukul 09:00 WIB, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data perdagangan internasional periode Oktober 2019.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor mengalami kontraksi alias turun 9,03% year-on-year dan impor juga diramal terkontraksi 16,02%. Kemudian neraca perdagangan mengalami defisit US$ 300 juta.


Sementara konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan neraca perdagangan defisit US$ 280 juta. Bloomberg juga memperkirakan neraca perdagangan tekor, angkanya di US$ 240 juta.

Jika realisasi data perdagangan sesuai ekspektasi pasar, maka defisit neraca perdagangan akan lebih parah ketimbang September yang minus US$ 160 juta. Artinya, pasokan valas dari sisi perdagangan masih seret sehingga rupiah tidak punya pijakan yang kuat.




TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular