Awas, Dolar AS Mulai Dekati Rp 14.100!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 November 2019 08:33
Awas, Dolar AS Mulai Dekati Rp 14.100!
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Dolar AS semakin nyaman di kisaran Rp 14.000, bahkan mendekati Rp 14.100.

Pada Rabu (13/11/2019), US$ 1 dihargai Rp 14.060 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam. Pada pukul 08:09 WIB, US$ 1 sudah setara dengan Rp 14.080 di mana rupiah melemah 0,21%. Dolar AS mulai tergoda untuk menembus level Rp 14.100.

Sementara mata uang utama Asia lainnya bergerak variatif di hadapan dolar AS. Selain rupiah, mata uang yang juga melemah adalah rupee India, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, dan peso Filipina.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 08:11 WIB:

 



Lagi-lagi investor dipaksa bermain defensif gara-gara hubungan AS-China. Dini hari tadi waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump berpidato di acara Economic Club di New York. Dalam pidato yang berapi-api itu, Trump mengungkapkan beberapa hal soal kesepakatan damai dagang AS-China fase I.

"Kami sudah dekat. Perjanjian dagang AS-China fase I akan terjadi, bahkan bisa terjadi segera," ungkap Trump, seperti dikutip dari Reuters.

Semestinya pernyataan itu berdampak positif, karena pasar dan seluruh dunia memang menanti berakhirnya perang dagang AS-China. Perang yang membuat rantai pasok global rusak, perdagangan lesu, investasi seret, dan pertumbuhan ekonomi terhambat.

Namun ada pernyataan berikutnya yang membuat investor agak cemas. Trump menegaskan bahwa jika kesepakatan dagang batal, maka AS akan mengenakan bea masuk yang lebih tinggi bagi impor produk-produk made in China.

Sejauh ini, AS sudah membebankan bea masuk kepada impor produk China senilai US$ 550 miliar. Sementara China membalas dengan menerapkan bea masuk kepada impor produk AS senilai US$ 185 miliar.

"Saya akan menaikkan bea masuk dengan signifikan jika China tidak membuat kesepakatan. Itu juga akan berlaku bagi negara lain yang memperlakukan AS secara tidak adil," tegas Trump.


Oleh karena itu, pelaku pasar masih pikir-pikir. Sebelum kesepakatan dagang AS-China betul-betul diteken, spekulasi akan berseliweran dengan liar.

Situasi yang aman untuk bermain 'menyerang', jadi lebih baik 'bertahan' dulu sampai semuanya jelas. Investor yang bermain aman membuat aset-aset berisiko di negara berkembang kekurangan peminat. Minimnya arus modal membuat rupiah terpaksa melemah.


Sang presiden ke-45 Negeri Adidaya juga menyinggung soal kebijakan moneter Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Seperti biasa, Trump menyebut bahwa kebijakan moneter The Fed masih terlalu ketat. Padahal The Fed sudah menurunkan suku bunga acuan tiga kali tahun ini.  

"Ingat bahwa kita sedang berkompetisi dengan negara-negara lain yang menurunkan suku bunga sehingga banyak di antara mereka yang malah mendapat uang saat meminjam? Itulah suku bunga negatif. Saya mau itu, beri saya uang itu. The Fed tidak membiarkan kita mendapat yang seperti itu," papar Trump.


Namun tidak semua orang di AS sepakat dengan penerapan suku bunga negatif. Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, menilai suku bunga negatif tidak bisa diterapkan di AS.

"Saya tidak berpikir AS butuh suku bunga negatif. Ekonomi kita kuat kok," tuturnya dalam wawancara bersama CNBC International.

Terlepas dari tekanan yang terus diberikan oleh Trump, The Fed sendiri memang masih cenderung menerapkan kebijakan yang cenderung akomodatif. Neel Kashkari, Presiden The Fed Minneapolis, menyebut bahwa risiko di perekonomian AS masih cukup besar.

"Data-data yang masuk sejak rapat terakhir agak soft, sehingga saya melihat ada sedikit risiko downside. Oleh karena itu, kebijakan moneter mungkin agak akomodatif. Saya tidak akan mendahului karena pengambilan kebijakan haruslah data dependent, tetapi outlook kami cenderung ke arah penyesuaian," jelas Kashkari, seperti dikutip dari Reuters.

Pasar memperkirakan The Fed tidak akan menurunkan suku bunga pada pertemuan Desember. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas Federal Funds Rate ditahan di 1,5-1,75% pada rapat 11 Desember mencapai 96,3%.




TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular