
Pertumbuhan Ekonomi RI di Q3-2019 Dirilis Besok, Loyokah?
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
04 November 2019 09:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) dijadwalkan akan merilis hasil pertumbuhan ekonomi kuartal III-2019, pada Selasa besok (5/11/2019). Akankah angka pertumbuhan ekonomi mampu menyentuh level 5%?
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang paling jelas menggambarkan kinerja perekonomian Indonesia. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira mengatakan, dilihat dari permintaan konsumsi pasca-Lebaran, ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 tidak mampu mencapai angka 5%.
"Seiring menurunnya permintaan konsumsi pasca-Lebaran. Belanja pemerintah juga slow down, karena jaga defisit APBN di saat penerimaan pajak tidak capai target," kata Bhima saat dihubungi CNBC Indonesia, Minggu (3/11/2019).
Hal itu tercermin dari data yang dirilis oleh BPS yang menunjukkan bahwa terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level 3,13%.
Inflasi tahunan Oktober 2019 yang sebesar 3,13% tersebut, lebih rendah dari periode yang sama pada 2018 yang sebesar 3,16% dan 2017 yang sebesar 3,58%.
Kendati inflasi terjaga dan target inflasi bisa tercapai, menurut Bhima, pemerintah juga harus mewaspadai kemungkinan pelemahan permintaan di balik inflasi yang terkendali tersebut.
Adapun pemerintah menargetkan inflasi 3,5% pada tahun ini. Sementara Bank Indonesia menargetkan di angka 2,5% - 4,5%.
Prediksi Bhima soal pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 yang di bawah 5% itu juga tercermin dari pertumbuhan industri manufaktur yang mengalami perlambatan.
Jumat lalu (1/11/2019) lalu, BPS mengumumkan pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan III-2019. Hasilnya, pada periode tersebut, pertumbuhan produksi industri hanya 4,35%. Angka itu lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama pada 2018 yang sebesar 5,04%, maupun pada 2017 yang sebesar 5,46%.
"Kinerja ekspor terpukul perang dagang dan rendahnya harga komoditas," ujarnya.
Maka tak heran, lanjut Bhima pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 diramal hanya akan menyentuh 4,7% sampai 4,95%.
Menurut dia, jika industri manufaktur dan konsumsi loyo, maka sektor yang paling bisa diandalkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah investasi.
"Yang bisa diandalkan [untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi] kini investasi. Seiring laporan BKPM [Badan Koordinasi Penanaman Modal] realisasi investasi masih tumbuh cukup baik di triwulan III-2019 ditopang PMDN [Penanaman Modal Dalam Negeri]," ujar Bhima.
Mengacu data BKPM, realisasi investasi di kuartal III-2019 tumbuh 15,4% secara YoY. Dari data BKPM yang dirilis Kamis (31/10/2019), tercatat realisasi investasi kuartal III-2019 mencapai Rp 205,7 triliun atau naik dobel digit secara YoY. Realisasi investasi kuartal III tumbuh 2,6% (QoQ) dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
Secara rinci, dari realisasi investasi itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada kuartal III-2019 tersebut naik 17,8% menjadi Rp 105 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang sebesar Rp 89,1 triliun (YoY).
Sementara itu, investasi domestik atau PMDN juga mencatatkan kenaikan hingga 18,9% (YoY). Pada kuartal III-2019 realisasi investasi domestik naik mencapai Rp 100,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 84,7 triliun.
Secara kumulatif, realisasi investasi Januari-September 2019 mencapai Rp 601,3 triliun, atau 75,9% dari target realisasi investasi tahun 2019 yang dipatok sebesar Rp 792 triliun. Jumlah realisasi kumulatif 9 bulan itu terdiri dari PMDN Rp 283,5 triliun (naik 17,3%) dan PMA Rp 317,8 triliun, naik 8,2% dari periode yang sama 2018.
Pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan dan pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,06%YoY.
(tas) Next Article Perusahaan AS Ini Bakal Gelontorkan Miliaran Dolar di RI
Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang paling jelas menggambarkan kinerja perekonomian Indonesia. Ekonom Indef, Bhima Yudhistira mengatakan, dilihat dari permintaan konsumsi pasca-Lebaran, ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 tidak mampu mencapai angka 5%.
"Seiring menurunnya permintaan konsumsi pasca-Lebaran. Belanja pemerintah juga slow down, karena jaga defisit APBN di saat penerimaan pajak tidak capai target," kata Bhima saat dihubungi CNBC Indonesia, Minggu (3/11/2019).
Hal itu tercermin dari data yang dirilis oleh BPS yang menunjukkan bahwa terjadi inflasi sebesar 0,02% secara bulanan (month-on-month/MoM), sementara inflasi secara tahunan (year-on-year/YoY) berada di level 3,13%.
Inflasi tahunan Oktober 2019 yang sebesar 3,13% tersebut, lebih rendah dari periode yang sama pada 2018 yang sebesar 3,16% dan 2017 yang sebesar 3,58%.
Kendati inflasi terjaga dan target inflasi bisa tercapai, menurut Bhima, pemerintah juga harus mewaspadai kemungkinan pelemahan permintaan di balik inflasi yang terkendali tersebut.
Adapun pemerintah menargetkan inflasi 3,5% pada tahun ini. Sementara Bank Indonesia menargetkan di angka 2,5% - 4,5%.
Prediksi Bhima soal pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 yang di bawah 5% itu juga tercermin dari pertumbuhan industri manufaktur yang mengalami perlambatan.
Jumat lalu (1/11/2019) lalu, BPS mengumumkan pertumbuhan industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan III-2019. Hasilnya, pada periode tersebut, pertumbuhan produksi industri hanya 4,35%. Angka itu lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama pada 2018 yang sebesar 5,04%, maupun pada 2017 yang sebesar 5,46%.
"Kinerja ekspor terpukul perang dagang dan rendahnya harga komoditas," ujarnya.
Maka tak heran, lanjut Bhima pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2019 diramal hanya akan menyentuh 4,7% sampai 4,95%.
Menurut dia, jika industri manufaktur dan konsumsi loyo, maka sektor yang paling bisa diandalkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah investasi.
"Yang bisa diandalkan [untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi] kini investasi. Seiring laporan BKPM [Badan Koordinasi Penanaman Modal] realisasi investasi masih tumbuh cukup baik di triwulan III-2019 ditopang PMDN [Penanaman Modal Dalam Negeri]," ujar Bhima.
Mengacu data BKPM, realisasi investasi di kuartal III-2019 tumbuh 15,4% secara YoY. Dari data BKPM yang dirilis Kamis (31/10/2019), tercatat realisasi investasi kuartal III-2019 mencapai Rp 205,7 triliun atau naik dobel digit secara YoY. Realisasi investasi kuartal III tumbuh 2,6% (QoQ) dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.
![]() |
Secara rinci, dari realisasi investasi itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) pada kuartal III-2019 tersebut naik 17,8% menjadi Rp 105 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yang sebesar Rp 89,1 triliun (YoY).
Sementara itu, investasi domestik atau PMDN juga mencatatkan kenaikan hingga 18,9% (YoY). Pada kuartal III-2019 realisasi investasi domestik naik mencapai Rp 100,7 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 84,7 triliun.
Secara kumulatif, realisasi investasi Januari-September 2019 mencapai Rp 601,3 triliun, atau 75,9% dari target realisasi investasi tahun 2019 yang dipatok sebesar Rp 792 triliun. Jumlah realisasi kumulatif 9 bulan itu terdiri dari PMDN Rp 283,5 triliun (naik 17,3%) dan PMA Rp 317,8 triliun, naik 8,2% dari periode yang sama 2018.
Pada kuartal I-2019 perekonomian Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,07% secara tahunan dan pada kuartal II-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,05% secara tahunan. Untuk periode semester I-2019, perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,06%YoY.
Pada kuartal III-2019, konsensus yang dihimpun oleh Trading Economics memperkirakan bahwa perekonomian Indonesia hanya akan tumbuh sebesar 5,01% secara tahunan, melambat dari capaian di kuartal I dan II.
PR pemerintah tarik investasi asing
(tas) Next Article Perusahaan AS Ini Bakal Gelontorkan Miliaran Dolar di RI
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular