
Berkat The Fed, Rupiah Rasanya Bisa Menguat Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya akan menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Tanda-tanda apresiasi rupiah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF).
Berikut kurs dolar AS di pasar NDF jelang penutupan pasar kemarin dibandingkan hari ini, Kamis (31/10/2019), mengutip data Refinitiv:
Periode | Kurs 30 Oktober (15:55 WIB) | Kurs 31 Oktober (07:14 WIB) |
1 Pekan | Rp 14.018,5 | Rp 14.009,5 |
1 Bulan | Rp 14.047,7 | Rp 14.042 |
2 Bulan | Rp 14.088,7 | Rp 14.084,5 |
3 Bulan | Rp 14.139,7 | Rp 14.137 |
6 Bulan | Rp 14.303,4 | Rp 14.297 |
9 Bulan | Rp 14.457,7 | Rp 14.462 |
1 Tahun | Rp 14.627,7 | Rp 14.627 |
2 Tahun | Rp 15.326,9 | Rp 15.374,7 |
Berikut kurs Domestic NDF (DNDF), yang kali terakhir diperbarui pada 30 Oktober pukul 15:10 WIB:
Periode | Kurs |
1 Bulan | Rp 14.065 |
3 Bulan | Rp 14.150 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.
Bank Indonesia (BI) pun kemudian membentuk pasar DNDF. Meski tenor yang disediakan belum lengkap, tetapi ke depan diharapkan terus bertambah.
Dengan begitu, psikologis yang membentuk rupiah di pasar spot diharapkan bisa lebih rasional karena instrumen NDF berada di dalam negeri. Rupiah di pasar spot tidak perlu lalu membebek pasar NDF yang sepenuhnya dibentuk oleh pasar asing.
Sentimen positif bagi rupiah hari ini kemungkinan datang dari luar negeri. Dini hari tadi waktu Indonesia, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75%. Langkah ini sesuai dengan ekspektasi pasar.
Dengan demikian, Ketua Jerome 'Jay' Powell dan kolega sudah tiga kali menurunkan Federal Funds Rate sejak awal tahun. Kebijakan moneter longgar ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sebelum pengumuman suku bunga acuan, US Bureau of Economic Analysis melaporkan pembacaan awal angka pertumbuhan ekonomi AS kuartal III-2019 sebesar 1,9% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized). Sedikit melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2%, tetapi lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Trading Economics yaitu 1,6%. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi 1,9% adalah laju terlemah sejak kuartal I-2017.
"Kami menempuh langkah ini (penurunan suku bunga acuan) untuk memastikan perekonomian tetap kuat di tengah dinamika global serta diharapkan mampu memberi kepastian di tengah berbagai risiko. Kami menilai posisi kebijakan moneter saat ini sudah tepat (appropriate) sepanjang perkembangan yang ada sejalan dengan proyeksi," papar Powell dalam konferensi pers usai rapat, seperti diberitakan Reuters.
Setelah pengumuman suku bunga acuan, dolar AS langsung nyungsep dan masih terjadi sampai saat ini. Pada pukul 07:22 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,22%.
Penurunan suku bunga acuan memang berdampak negatif terhadap dolar AS. Sebab imbalan investasi dalam instrumen berbasis mata uang ini (terutama di aset berpendapatan tetap seperti obligasi) akan ikut turun seiring penurunan suku bunga acuan. Dolar AS jadi kurang seksi.
Akibatnya, investor menarik dana dari dolar AS dan masuk ke instrumen yang lebih memberikan untung, termasuk di Indonesia. Arus modal ini akan menjadi modal bagi penguatan rupiah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
