
Ngenes! Kilau Emas Mulai Sirna, Harga Ambles Lagi
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 October 2019 06:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia tak kuasa harus mengalami koreksi lagi pada perdagangan terakhir tadi malam. Investor tampaknya mulai berani beralih ke aset berisiko setelah menyimak perkembangan hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China yang semakin membaik.
Hingga penutupan perdagangan kemarin, harga emas dunia di pasar spot berada pada level harga US$ 1.489,56 atau terkoreksi 0,07%, berdasarkan data investing.com. Melanjutkan koreksi harga pada Selasa (29/10/19) yang diperdagangkan di level US$ 1.492,05/troy ons.
Pada perdagangan Jumat, harga emas sempat melesat 1% ke US$ 1.517/troy ons dalam waktu singkat. Penguatan tajam tersebut membuat emas seakan mendapatkan sinarnya lagi.
Namun nyatanya emas kehabisan "bensin" penguatan tajam itu hanya berlangsung sesaat, emas gagal mempertahankan momentum penguatan dan mengakhiri perdagangan di level US$ 1.504,33/troy ons, atau hanya menguat 0,07% pada perdagangan Jumat.
Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kesepakatan damai dagang fase I bisa selesai lebih cepat dari perkiraan. Awalnya, kesepakatan tersebut direncanakan rampung pada pertengahan November, bersamaan dengan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Chile.
"Kami melihat ada kemungkinan (kesepakatan damai dagang fase I) lebih cepat dari jadwal. Akan ada sebuah kesepakatan yang sangat besar, tetapi kami menyebutnya fase I," ungkap Trump kepada wartawan sebelum kunjungan kerja ke Chicago, seperti diberitakan Reuters.
Menurut Trump, kesepakatan fase I tersebut akan sangat menguntungkan para petani AS. Tidak hanya itu, kebutuhan perbankan juga diperhatikan. "Saya bisa katakan kesepakatan ini akan sedikit lebih cepat dari jadwal, atau malah jauh lebih cepat," ujarnya.
Damai dagang memang sangat didamba oleh pelaku pasar global dengan harapan bahwa tercapainya kesepakatan akan membuat arus perdagangan dan investasi bersemi kembali. Roda pertumbuhan ekonomi pun bakal lebih baik.
Sementara itu, sentimen lain yang sebenarnya bisa mengangkat harga emas adalah keputusan Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) soal suku bunga acuan yang akan disampaikan pekan ini menjadi penggerak utama harga emas.
Spekulasi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga di pekan ini membuat harga emas "mengamuk", melesat sekitar 1% ke level US$ 1.517/troy ons di hari Jumat itu.
Berdasarkan data piranti FedWatch milik CME Group, sejak pekan lalu hingga hari ini pelaku pasar melihat probabilitas di atas 90% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Namun pemangkasan suku bunga dari The Fed di pekan ini tidak akan cukup mengangkat harga emas jika sang pimpinan, Jerome Powell, mengindikasikan belum akan ada lagi pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Prediksi akan munculnya kalimat tersebut datang dari bank investasi ternama Goldman Sachs. Melansir CNBC International, Goldman Sachs meyakini The Fed akan memangkas suku bunga 25 bps pekan ini, tetapi juga memprediksi Powell menilai pemangkasan kali ini menjadi yang terakhir, dan suku bunga akan ditahan dalam beberapa waktu ke depan.
Harga emas yang sudah melesat tinggi di tahun ini tentunya memerlukan lebih banyak "bensin" untuk terus menguat lagi. Apalagi, kini muncul sinyal kesepakatan dagang AS-China akan segera ditandatangani.
Senin kemarin, Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representatives/USTR) mengatakan pemerintah berencana untuk memperpanjang penundaan pengenaan bea impor terhadap beberapa produk dari China senilai total US$ 34 miliar.
Sementara itu pada pekan lalu dalam keterangan tertulis, USTR mengatakan AS-China sudah semakin dekat dengan kesepakatan dagang fase I.
Tidak hanya AS, pihak China pun memberi konfirmasi bahwa diskusi berjalan mulus. Keterangan tertulis Kementerian Perdagangan China menyebutkan, pembahasan teknis mengenai sejumlah isu bisa dibilang sudah kelar. Salah satu isu yang dibahas adalah soal sektor pertanian.
Dengan ditandatanganinya kesepakatan dagang, perekonomian AS diharapkan bisa bangkit, dan The Fed kemungkinan tidak akan agresif dalam memangkas suku bunga. Dolar AS pun bisa menguat.
Namun di sisi lain, kesepakatan dagang AS-China tentunya akan berdampak pada membaiknya sentimen terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar. Di kala dolar AS menguat dan risk appetite meningkat, maka saat itu emas tidak akan menarik lagi, dan harganya berpotensi terus menurun.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Hingga penutupan perdagangan kemarin, harga emas dunia di pasar spot berada pada level harga US$ 1.489,56 atau terkoreksi 0,07%, berdasarkan data investing.com. Melanjutkan koreksi harga pada Selasa (29/10/19) yang diperdagangkan di level US$ 1.492,05/troy ons.
Pada perdagangan Jumat, harga emas sempat melesat 1% ke US$ 1.517/troy ons dalam waktu singkat. Penguatan tajam tersebut membuat emas seakan mendapatkan sinarnya lagi.
Namun nyatanya emas kehabisan "bensin" penguatan tajam itu hanya berlangsung sesaat, emas gagal mempertahankan momentum penguatan dan mengakhiri perdagangan di level US$ 1.504,33/troy ons, atau hanya menguat 0,07% pada perdagangan Jumat.
Presiden AS Donald Trump mengungkapkan kesepakatan damai dagang fase I bisa selesai lebih cepat dari perkiraan. Awalnya, kesepakatan tersebut direncanakan rampung pada pertengahan November, bersamaan dengan KTT Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) di Chile.
"Kami melihat ada kemungkinan (kesepakatan damai dagang fase I) lebih cepat dari jadwal. Akan ada sebuah kesepakatan yang sangat besar, tetapi kami menyebutnya fase I," ungkap Trump kepada wartawan sebelum kunjungan kerja ke Chicago, seperti diberitakan Reuters.
Menurut Trump, kesepakatan fase I tersebut akan sangat menguntungkan para petani AS. Tidak hanya itu, kebutuhan perbankan juga diperhatikan. "Saya bisa katakan kesepakatan ini akan sedikit lebih cepat dari jadwal, atau malah jauh lebih cepat," ujarnya.
Damai dagang memang sangat didamba oleh pelaku pasar global dengan harapan bahwa tercapainya kesepakatan akan membuat arus perdagangan dan investasi bersemi kembali. Roda pertumbuhan ekonomi pun bakal lebih baik.
Sementara itu, sentimen lain yang sebenarnya bisa mengangkat harga emas adalah keputusan Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) soal suku bunga acuan yang akan disampaikan pekan ini menjadi penggerak utama harga emas.
Spekulasi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga di pekan ini membuat harga emas "mengamuk", melesat sekitar 1% ke level US$ 1.517/troy ons di hari Jumat itu.
Berdasarkan data piranti FedWatch milik CME Group, sejak pekan lalu hingga hari ini pelaku pasar melihat probabilitas di atas 90% The Fed akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 1,5-1,75% pada 30 Oktober (31 Oktober dini hari WIB).
Namun pemangkasan suku bunga dari The Fed di pekan ini tidak akan cukup mengangkat harga emas jika sang pimpinan, Jerome Powell, mengindikasikan belum akan ada lagi pemangkasan suku bunga dalam waktu dekat.
Prediksi akan munculnya kalimat tersebut datang dari bank investasi ternama Goldman Sachs. Melansir CNBC International, Goldman Sachs meyakini The Fed akan memangkas suku bunga 25 bps pekan ini, tetapi juga memprediksi Powell menilai pemangkasan kali ini menjadi yang terakhir, dan suku bunga akan ditahan dalam beberapa waktu ke depan.
Harga emas yang sudah melesat tinggi di tahun ini tentunya memerlukan lebih banyak "bensin" untuk terus menguat lagi. Apalagi, kini muncul sinyal kesepakatan dagang AS-China akan segera ditandatangani.
Senin kemarin, Kantor Perwakilan Dagang AS (US Trade Representatives/USTR) mengatakan pemerintah berencana untuk memperpanjang penundaan pengenaan bea impor terhadap beberapa produk dari China senilai total US$ 34 miliar.
Sementara itu pada pekan lalu dalam keterangan tertulis, USTR mengatakan AS-China sudah semakin dekat dengan kesepakatan dagang fase I.
Tidak hanya AS, pihak China pun memberi konfirmasi bahwa diskusi berjalan mulus. Keterangan tertulis Kementerian Perdagangan China menyebutkan, pembahasan teknis mengenai sejumlah isu bisa dibilang sudah kelar. Salah satu isu yang dibahas adalah soal sektor pertanian.
Dengan ditandatanganinya kesepakatan dagang, perekonomian AS diharapkan bisa bangkit, dan The Fed kemungkinan tidak akan agresif dalam memangkas suku bunga. Dolar AS pun bisa menguat.
Namun di sisi lain, kesepakatan dagang AS-China tentunya akan berdampak pada membaiknya sentimen terhadap risiko (risk appetite) pelaku pasar. Di kala dolar AS menguat dan risk appetite meningkat, maka saat itu emas tidak akan menarik lagi, dan harganya berpotensi terus menurun.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Sinyal akan Ada Koreksi Lagi
Pages
Most Popular