Pak Erick, Ini Lho Alternatif Pendanaan Non-Utang bagi BUMN..

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
24 October 2019 18:16
Pemerintahan periode kedua Jokowi menitikberatkan programnya pada infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan periode kedua Joko Widodo masih menitikberatkan programnya pada program infrastruktur, selain dari pengembangan sumber daya manusia. Setelah kepayahan menggali dana triliunan dari utang pada periode pertama, mereka kini harus lihai mencari pembiayaan berbasis ekuitas untuk mendanai program itu.

Perusahaan konsultan global seperti Standard and Poor's (S&P) telah lama mengingatkan tentang kenaikan rasio utang BUMN (terutama mereka yang bergerak di bidang konstruksi dan infrastruktur) setelah sepanjang lima tahun terakhir membiayai program padat modal tersebut.

Data Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyebutkan ada 10 perusahaan pelat merah yang memiliki utang terbesar: PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), Pertamina, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), Taspen, PT Waskita Karya Tbk, PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT Pupuk Indonesia.

Pada saat serah terima jabatan, Menteri BUMN Erick Thohir mengingatkan jajaran BUMN tentang masalah utang, bahwa utang bisa bermanfaat asalkan tidak mengganggu arus kas. "Kita jangan terjebak juga utang, itu salah, tapi kalau utang itu bermanfaat dan bisa menjadikan cash flow atau pendapatan yang baik, saya rasa enggak salah," ujar Erick dalam Serah Terima Jabatan (Sertijab) di Kementerian BUMN, Rabu (23/10).

Di tengah makin tingginya tingkat utang BUMN, pasar modal semestinya menjadi solusi bagi mereka dengan beberapa produk pendanaan berbasis ekuitas. Meski prosesnya tidak mudah, tetapi produk pendanaan alternatif ini bisa menjadi pilihan bagi BUMN sekaligus menarik investor publik yang mencari keuntungan investasi.


Efek beragun aset (EBA)

Produk ini merupakan instrumen yang membungkus aset-aset yang tidak likuid sehingga dapat dijual sehingga mampu memberikan dana segar kepada pemilik aset tadi dan dapat mendukung operasional perusahaan. Proses pembungkusan dan menjadikan aset tidak likuid menjadi likuid tersebut disebut sebagai sekuritisasi.

Aset tidak lancar yang diagunkan dan dibungkus oleh EBA dapat bermacam-macam, dari mulai piutang kredit pemilikan rumah (KPR) seperti yang dilakukan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) sebagai originator EBA pertama di Indonesia yang terbit sejak 2009.

Saat ini, sekuritisasi aset sudah merambah ke aset berupa pendapatan masa depan tiket pesawat oleh PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) hingga pendapatan masa depan ruas jalan tol yang dimiliki PT Jasa Marga Tbk (JSMR).

EBA bahkan sudah berkembang menjadi EBA surat partisipasi (EBA-SP), yang prosesnya lebih sederhana daripada EBA biasa baik dari sisi waktu maupun dari jumlah sisi pelaku dalam proses tersebut. Di luar negeri, EBA biasa disebut asset backed securities (ABS) dan EBA berbasis KPR dinamai mortgage backed securities (MBS).

Reksa dana penyertaan terbatas (RDPT)

Reksa dana penyertaan terbatas, atau biasa disebut juga reksa dana tujuan khusus, adalah wadah yang digunakan untuk pendanaan tertentu yang dibiayai oleh investor atau pemodal profesional (sophisticated investor), terutama proyek sektor riil dan infrastruktur.

Saat ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menentukan pemodal profesional yang boleh berinvestasi pada produk RDPT adalah adalah pemodal yang memiliki kemampuan membeli unit penyertaan dan mampu melakukan analisis risiko terhadap RDPT tersebut.

Karena ditawarkan secara terbatas kepada investor profesional saja, RDPT hanya dapat dimiliki oleh 49 pihak karena dilarang dimiliki 50 pihak atau lebih.

Di luar negeri, konsep RDPT dikenal dengan nama private equity fund yang dikelola private equity firm yang memiliki cakupan lebih luas karena dapat berinvestasi di instrumen apapun dan tanpa aturan yang mengikat.

RDPT paling awal yang diterbitkan adalah yang dikelola PT Bahana TCW Investment Management yaitu Bahana PE Pelabuhan yang membiayai PT Pelabuhan Penajam Banua Taka di Kalimantan Timur.


Dana Investasi Real Estate (DIRE)

DIRE adalah produk investasi yang memanfaatkan sebuah properti yang sudah beroperasi untuk kemudian dibeli oleh produk tersebut dan kemudian ditawarkan kepada investor. Investasi kepada properti itu dapat dibelikan aset langsung seperti gedung maupun efek yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan pemilik properti. Efek tersebut dapat berupa saham ataupun surat utang.

Aset langsung yang dapat dibeli DIRE adalah tanah, bangunan, gedung, perkantoran, hotel, apartemen, dan rumah sakit.

Sebagian besar yaitu 80% dana dari DIRE harus diinvestasikan ke sektor real estate dan sekurangnya 50% haruslah diinvestasikan pada real estate langsung. DIRE dapat dicatatkan di bursa sehingga dapat dibeli dan ditransaksikan di pasar sekunder, dan dapat tidak dicatatkan di bursa.

DIRE pertama yang pernah terbit adalah DIRE yang dikelola PT Ciptadana Asset Management yaitu Ciptadana Properti Ritel Indonesia dengan kode XCID yang terbit pada 1 Agustus 2013.

Dana investasi infrastruktur (DINFRA)

Dinfra mirip dengan RDPT, karena tujuan investasi dari produk itu adalah infrastruktur. Namun, Dinfra lebih fleksibel karena proyek yang diinvestasikan dapat berupa proyek infrastruktur yang sudah berjalan maupun dari nol (greenfield). Penawaran kepada investor juga dapat dilakukan melakukan penawaran umum maupun penawaran terbatas.

Aset yang dibeli oleh Dinfra dapat bersifat langsung seperti aset infrastruktur, lalu sewa dan hasil penjualan dari aset tersebut dikembalikan ke pemodal sebagai dividen. Sebaliknya, aset tidak langsung yang dapat diinvestasi Dinfra dapat berupa saham atau obligasi yang diterbitkan perusahaan yang bisnisnya terkait infrastruktur tersebut.

Proyek yang dimungkinkan diinvestasikan Dinfra adalah proyek transportasi, telekomunikasi, pendidikan, energi, kesehatan, perumahan dan bahkan sarana olahraga.

Di luar negeri, konsep Dinfra umumnya berbentuk badan usaha 'trust', yaitu penggabungan atau peleburan badan usaha yang sejenis ataupun tidak sejenis menjadi satu sehingga membentuk sebuah badan usaha besar.

Meskipun memiliki konsep pembuatan kontrak investasi kolektif (KIK) dan strukturnya mirip dengan reksa dana, Dinfra tidak dapat dikelompokkan sebagai reksa dana karena memiliki karakteristik khusus yang tidak sesuai dengan batasan reksa dana.

Dinfra pertama yang terbit di Indonesia adalah yang dikelola oleh manajer investasi dari Grup Lippo yaitu PT Bowsprit Asset Management. Produk perdana mereka bernama Dinfra Bowsprit Township Development yang memiliki aset berupa proyek infrastruktur di Jawa Barat.

Perpetual Bond

Perpetual bond, atau yang di luar negeri sering disebut 'perp bond' atau 'consol bond', adalah surat utang abadi atau yang tidak memiliki jatuh tempo. Sifat efek tersebut lebih condong seperti efek saham (ekuitas) dibanding efek utang atau obligasi sehingga tidak menambah jumlah utang perusahaan penerbit dalam laporan keuangan.

Dinamakan sebagai obligasi karena membayarkan kupon bunga secara bertahap layaknya surat utang jenis lain hingga waktu yang sebenarnya tidak terbatas.

Meskipun sifatnya tidak memiliki jatuh tempo, perusahaan penerbit masih dapat memiliki opsi untuk menariknya dari pasar dengan perjanjian call-able. Biasanya, opsi penarikan lebih dari 5 tahun sejak efek tersebut diterbitkan.

Salah satu contoh terdahulu dari penerbitan perp bond efek yang diterbitkan oleh Lekdijk Bovendams pada 1648 di Belanda. Obligasi jenis ini di dalam negeri pernah diterbitkan oleh PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) dan PT PP Tbk (PTPP).


TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/irv) Next Article Pemegang Saham Bank, Konsumer dan Obligasi Berpotensi Cuan Tahun Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular