
Duh! China Enggan Teken Kesepakatan, Wall Street Bakal Drop
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
14 October 2019 18:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak futures indeks bursa saham acuan Wall Street diimplikasi melemah pada perdagangan hari ini (14/10/2019) setelah China dikabarkan tidak akan menandatangani perjanjian sebelum diskusi lebih lanjut.
Pada pukul 18:00 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 terkoreksi masing-masing 89,59 poin dan 10,77 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq melemah hingga 37,63 poin.
Negosiasi dagang antara AS dan China yang berlangsung pada 10-11 Oktober pekan lalu berakhir mulus dengan dicapainya kesepakatan dalam beberapa hal.
Presiden AS Donald Trump mengatakan Washington dan Beijing telah menyepakati "kesepakatan fase pertama yang sangat substansial" dan rincian teks perjanjian akan dirilis setidaknya dalam tiga minggu ke depan. Negeri Paman Sam juga setuju menunda kenaikan tarif produk China senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30%, yang seyogianya efektif per 15 Oktober, dilansir dari CNBC International.
"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.
Akan tetapi, Bloomberg memberitakan bahwa pejabat China menginginkan dialog lebih lanjut di akhir Oktober untuk membahas rincian teks perjanjian kesepakatan fase pertama tersebut. Salah seorang sumber lain kemudian menyampaikan bahwa China juga ingin AS untuk membatalkan rencana kenaikan tarif pada 15 Desember mendatang.
Lebih lanjut, sejatinya banyak analis skeptis bahwa perjanjian kali ini benar-benar akan berbuah manis. Pasalnya, sebelumnya setelah diinfokan rujuk, kedua belah pihak kembali berseteru.
"Pertama, menyusun (teks) perjanjian bisa menjadi proses yang rumit. Pembatalan mendadak negosiasi pada April-Mei adalah salah satu contoh bahwa resiko itu ada," tulis catatan riset ekonomi ANZ, dilansir CNBC International.
Bank investasi kenamaan dunia, Morgan Stanley, juga menyampaikan dalam sebuah catatan bahwa kesepakatan dagang parsial antara Washington dan Beijing adalah pengaturan yang "tidak pasti" dan tidak terlihat jalan keluar untuk mengurangi tarif yang sudah berlaku sekitar 15 bulan terakhir.
Oleh karena itu, Morgan Stanley menekankan bahwa tanpa mekanisme penyelesaian sengketa untuk periode jangka panjang, babak baru kenaikan tarif tidak dapat dikesampingkan.
Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi dari Negeri Paman Sam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Pada pukul 18:00 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 terkoreksi masing-masing 89,59 poin dan 10,77 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq melemah hingga 37,63 poin.
Negosiasi dagang antara AS dan China yang berlangsung pada 10-11 Oktober pekan lalu berakhir mulus dengan dicapainya kesepakatan dalam beberapa hal.
"Saya sepakat untuk tidak menaikkan tarif bea masuk dari 25% menjadi 30% pada 15 Oktober. Hubungan dengan China sangat baik, kami telah menyelesaikan fase pertama dari kesepakatan, dan segera berlanjut ke fase kedua. Fase pertama bisa ditandatangani segera!" cuit Trump melalui utas (thread) di Twitter.
Akan tetapi, Bloomberg memberitakan bahwa pejabat China menginginkan dialog lebih lanjut di akhir Oktober untuk membahas rincian teks perjanjian kesepakatan fase pertama tersebut. Salah seorang sumber lain kemudian menyampaikan bahwa China juga ingin AS untuk membatalkan rencana kenaikan tarif pada 15 Desember mendatang.
Lebih lanjut, sejatinya banyak analis skeptis bahwa perjanjian kali ini benar-benar akan berbuah manis. Pasalnya, sebelumnya setelah diinfokan rujuk, kedua belah pihak kembali berseteru.
"Pertama, menyusun (teks) perjanjian bisa menjadi proses yang rumit. Pembatalan mendadak negosiasi pada April-Mei adalah salah satu contoh bahwa resiko itu ada," tulis catatan riset ekonomi ANZ, dilansir CNBC International.
Bank investasi kenamaan dunia, Morgan Stanley, juga menyampaikan dalam sebuah catatan bahwa kesepakatan dagang parsial antara Washington dan Beijing adalah pengaturan yang "tidak pasti" dan tidak terlihat jalan keluar untuk mengurangi tarif yang sudah berlaku sekitar 15 bulan terakhir.
Oleh karena itu, Morgan Stanley menekankan bahwa tanpa mekanisme penyelesaian sengketa untuk periode jangka panjang, babak baru kenaikan tarif tidak dapat dikesampingkan.
Pada hari ini tidak ada rilis data ekonomi dari Negeri Paman Sam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular