China Tak Turuti Kemauan AS, Bursa Asia Terkapar

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
09 October 2019 16:55
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Rabu (9/10/2019), di zona merah.
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Rabu (9/10/2019), di zona merah: indeks Nikkei terkoreksi 0,61%, indeks Hang Seng melemah 0,81%, dan indeks Straits Times berkurang 0,67%.

Kekhawatiran bahwa perang dagang AS-China akan tereskalasi menjadi faktor utama yang memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kini, hubungan antar kedua negara justru memanas menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi yang dijadwalkan untuk mulai digelar pada hari Kamis (10/10/2019) di Washington.

Pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Presiden AS Donald Trump. 

Dalam pertemuan dengan perwakilan dari AS dalam beberapa minggu terakhir di Beijing, pejabat senior dari China telah mengindikasikan bahwa kini, materi-materi yang bersedia didiskusikan oleh pihak China dalam negosiasi dagang tingkat tinggi telah menyempit, seperti dilansir oleh Bloomberg dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Lebih lanjut, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.

Padahal, praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China oleh pemerintah merupakan salah satu hal yang sangat ingin diubah oleh AS. Kalau diingat, bahkan hal ini merupakan salah satu faktor yang melandasi meletusnya perang dagang antar kedua negara.

Kemudian, AS memasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China dalam daftar hitam, membuat kedelapan perusahaan tersebut tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus, seperti dilansir dari Bloomberg. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum Muslim di Xinjiang, China.

Keputusan ini menandai kali pertama AS menggunakan alasan hak asasi manusia guna menekan China. Sebelumnya, Huawei selaku raksasa telekomunikasi asal China juga dimasukkan dalam daftar hitam oleh AS, namun dengan alasan keamanan nasional. 

China pun berang dengan langkah AS tersebut dan dengan tegas menyatakan bahwa pihaknya tak akan tinggal diam.

"China akan terus mengambil langkah-langkah yang tegas dan kuat untuk mempertahankan kedaulatan negara, keamanan, dan pembangunan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang, seperti dilansir dari CNBC International.

Bahkan, kini delegasi dari China dikabarkan akan kembali ke Beijing lebih cepat dari yang dijadwalkan. Melansir CNBC International yang mengutip South China Morning Post (SCMP), seorang sumber mengatakan bahwa delegasi pimpinan Wakil Perdana Menteri Liu He mungkin akan kembali ke Beijing pada hari Jumat (11/10/2019) dan bukan hari Sabtu (12/10/2019).

Hal ini dilakukan guna mengeliminasi kemungkinan diperpanjangnya negosiasi dagang hingga Jumat malam.

"Tak ada optimisme yang besar," kata sumber tersebut kepada SCMP, seperti dilansir dari CNBC International.

Dikhawatirkan, eskalasi perang dagang AS-China akan membawa kedua negara mengalami yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ank/ank) Next Article Hari Buruh, Beberapa Bursa Asia-Pasifik Dibuka Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular