
Jelang Negosiasi Dagang AS-China, Bursa Saham Asia Menghijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini, Selasa (8/10/2019), di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,99%, indeks Shanghai menguat 0,29%, indeks Hang Seng terkerek 0,28%, indeks Straits Times terapresiasi 0,37%, dan indeks Kospi bertambah 1,21%.
Bursa saham Benua Kuning menguat menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi antara AS dan China yang dijadwalkan untuk mulai digelar pada hari Kamis (10/10/2019) di Washington.
Sejatinya, ada hawa yang tak mengenakan menjelang negosiasi dagang tingkat tinggi yang begitu dinanti-nantikan tersebut. Pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa pejabat pemerintahan China telah memberi sinyal bahwa Beijing enggan untuk menyetujui kesepakatan dagang secara menyeluruh seperti yang diinginkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Dalam pertemuan dengan perwakilan dari AS dalam beberapa minggu terakhir di Beijing, pejabat senior dari China telah mengindikasikan bahwa kini, materi-materi yang bersedia didiskusikan oleh pihak China dalam negosiasi dagang tingkat tinggi telah menyempit, seperti dilansir oleh Bloomberg dari orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Lebih lanjut, pemberitaan dari Bloomberg menyebut bahwa Wakil Perdana Menteri China Liu He telah menginformasikan kepada pihak AS bahwa dirinya akan membawa proposal kesepakatan dagang ke Washington yang tak memasukkan komitmen untuk merubah praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China.
Padahal, praktek pemberian subsidi terhadap perusahaan-perusahaan asal China oleh pemerintah merupakan salah satu hal yang sangat ingin diubah oleh AS. Kalau diingat, bahkan hal ini merupakan salah satu faktor yang melandasi meletusnya perang dagang antar kedua negara.
Perkembangan terbaru, AS memasukkan delapan perusahaan teknologi raksasa asal China dalam daftar hitam, membuat kedelapan perusahaan tersebut tak bisa melakukan bisnis dengan perusahaan asal AS tanpa adanya lisensi khusus, seperti dilansir dari Bloomberg. AS beralasan bahwa kedelapan perusahaan tersebut terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia terhadap kaum muslin di Xinjiang, China.
Namun begitu, pelaku pasar tampak tetap menaruh harapan bahwa negosiasi dagang tingkat tinggi tersebut akan menghasilkan sesuatu yang positif. Setidaknya, pelaku pasar berharap bahwa AS dan China akan menyepakati genjatan senjata, yakni kedua negara setuju untuk tak lagi mengenakan bea masuk tambahan baru bagi produk impor dari masing-masing negara.
Lebih lanjut, optimisme bahwa The Federal Reserve (The Fed) selaku bank sentral AS akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada akhir bulan ini ikut menjadi faktor yang melandasi aksi beli di bursa saham Asia.
Mengutip situs resmi CME Group yang merupakan pengelola bursa derivatif terkemuka di dunia, berdasarkan harga kontrak fed fund futures per 8 Oktober 2019, probabilitas The Fed akan memangkas tingkat suku bunga acuan pada bulan ini berada di level 72,2%. Seminggu yang lalu, probabilitasnya masih berada di level 62,2%.
Rilis data ekonomi AS yang mengecewakan memantik optimisme pelaku pasar bahwa bank sentral AS akan mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan. Belum lama ini, Manufacturing PMI AS periode September 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 47,8, jauh di bawah konsensus yang sebesar 50,4, seperti dilansir dari Forex Factory.
Kemudian, Non-Manufacturing PMI periode September 2019 diumumkan oleh ISM di level 52,6, juga di bawah konsensus yang sebesar 55,1, seperti dilansir dari Forex Factory.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Bursa Saham Asia Berguguran, Hanya IHSG yang Hijau!