Rupiah Menang Tipis Lawan Dolar Australia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 October 2019 15:04
Dengan RBA diprediksi masih akan terus melonggarkan kebijakan moneter, kurs dolar Australia berpeluang terus melemah.
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia labil melawan rupiah pada perdagangan Jumat (4/10/19) setelah mencatat penguatan cukup tajam Kamis kemarin. Rilis data ekonomi dari Australia hari ini yang cukup bagus membuat Mata Uang Kanguru bergerak fluktuatif.

Pada pukul 14:49 WIB, dolar Australia diperdagangkan di level Rp 9.546,78, atau melemah 0,05% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sebelumnya Mata Uang Kanguru sempat menguat ke Rp 9.570,42, dan terendah hari ini Rp 9.524,25.

Biro Statistik Australia pagi tadi melaporkan penjualan ritel pada Agustus tumbuh 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya yang stagnan 0%. Data ini menjadi kabar bagus, tetapi masih belum cukup merubah persepsi pelaku pasar terhadap kondisi ekonomi Australia yang melambat.




Akibat pelambatan tersebut bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) memangkas suku bunga pada Selasa (1/10/19) lalu. Pemangkasan tersebut merupakan yang ketiga di tahun ini, dan suku bunga RBA kini 0,75% menjadi yang terendah sepanjang sejarah. Sebelumnya, bank sentral pimpinan Philip Lowe ini sudah memangkas suku bunga pada Juni dan Juli.

Tidak hanya itu, RBA membuka peluang kembali memangkas suku bunga jika diperlukan untuk merangsang perekonomian. 

"Para dewan gubernur akan terus memantau perkembangan, termasuk pasar tenaga kerja, serta mempersiapkan pelonggaran moneter lebih lanjut jika diperlukan" kata Lowe saat pengumuman kebijakan moneter Selasa lalu.

Sikap RBA yang "belum puas" memangkas suku bunga memberikan tekanan yang kuat bagi dolar Australia. Pelaku pasar kini melihat peluang sebesar 60% RBA akan memangkas suku bunga di bulan November sebesar 25 bps menjadi 0,5%. Sebelum pernyataan tersebut peluang itu hanya 30%, ini berarti naik dua kali lipat.

RBA dikatakan masih memiliki amunisi dengan beberapa kali pemangkasan suku bunga, dan setelah jika perekonomian tidak membaik kebijakan tidak biasa atau unconventional akan diterapkan.

"RBA kini memiliki tiga kali, atau bahkan lebih sedikit lagi, kebijakan pemangkasan suku bunga sebelum mereka mempertimbangkan kebijakan moneter unconventional - suku bunga negatif, quantitative easing (QE), atau menetapkan target yield obligasi" kata Rob Carnell, kepala ekonomi Asia Pasifik di ING, sebagaimana dilansir Reuters.

Sementara itu ekonom dari Goldman Sachs memprediksi jika RBA tidak ingin menerapkan suku bunga negatif, maka diperlukan QE senilai AU$ 200 miliar untuk menstimulasi perekonomian agar bisa bangkit kembali.

Dengan RBA diprediksi masih akan terus melonggarkan kebijakan moneter, ke depannya kurs dolar Australia berpeluang akan terus melemah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular