
Pasar Obligasi Mengekor Pasar Saham & Rupiah yang Terkoreksi

AS membuka kemungkinan untuk tidak memperpanjang waktu pengabaian yang memungkinkan perusahaan-perusahaan AS untuk menjual pasokan ke Huawei, raksasa telekomunikasi China.
Turunnya harga surat utang negara (SUN) itu tidak sejalan dengan penguatan yang terjadi di pasar surat utang pemerintah negara berkembang lain.
Data Refinitiv menunjukkan terkoreksinya harga SUN itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark) yang sekaligus menaikkan tingkat imbal hasilnya (yield).
Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan hasil investasi yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.
SUN adalah surat berharga negara (SBN) konvensional rupiah yang perdagangannya paling ramai di pasar domestik, sehingga dapat mencerminkan kondisi pasar obligasi secara umum. Keempat seri yang menjadi acuan pasar adalah FR0077 bertenor 5 tahun, FR0078 bertenor 10 tahun, FR0068 bertenor 15 tahun, dan FR0079 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah adalah FR0078 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 4,1 basis poin (bps) menjadi 7,35%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Yield Obligasi Negara Acuan 27 Sep'19
Seri | Jatuh tempo | Yield 26 Sep'19 (%) | Yield 27 Sep'19 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar IBPA 26 Sep'19 (%) |
FR0077 | 5 tahun | 6.737 | 6.758 | 2.10 | 6.6614 |
FR0078 | 10 tahun | 7.318 | 7.359 | 4.10 | 7.2793 |
FR0068 | 15 tahun | 7.769 | 7.786 | 1.70 | 7.7397 |
FR0079 | 20 tahun | 7.894 | 7.897 | 0.30 | 7.8569 |
Sumber: Refinitiv
Pelemahan SBN hari ini juga membuat selisih (spread) yield obligasi rupiah pemerintah tenor 10 tahun dengan yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor serupa mencapai 566 bps, melebar dari posisi kemarin 533 bps.
Yield US Treasury 10 tahun naik 0,9 bps hingga 1,69% dari posisi kemarin 1,68%.
Terkait dengan pasar US Treasury, saat ini masih terjadi inversi pada empat pasang seri utama yaitu 3 bulan-5 tahun, 2 tahun-5 tahun, 3 tahun-5 tahun, dan 3 bulan-10 tahun, yang lumrah terjadi sejak perang dagang China-AS memanas pada April lalu.
Saat ini pelaku pasar global lebih menantikan inversi yang terjadi pada yield tenor 2 tahun-10 tahun yang mulai mereda, sebagai indikator yang lebih menegaskan kembali bahwa potensi resesi AS semakin dekat dibanding inversi tenor lain. Inversi adalah kondisi lebih tingginya yield seri lebih pendek dibanding yield seri lebih panjang.
Inversi tersebut membentuk kurva yield terbalik (inverted yield curve), yang menjadi cerminan investor yang lebih meminati US Treasury seri panjang dibanding yang pendek karena menilai akan terjadi kontraksi jangka pendek, sekaligus indikator adanya potensi tekanan ekonomi bahkan hingga krisis.
Yield US Treasury Acuan 27 Sep'19
Seri | Benchmark | Yield 26 Sep'19 (%) | Yield 27 Sep'19 (%) | Selisih (Inversi) | Satuan Inversi |
UST BILL 2019 | 3 Bulan | 1.828 | 1.833 | 3 bulan-5 tahun | 25.3 |
UST 2020 | 2 Tahun | 1.655 | 1.654 | 2 tahun-5 tahun | 7.4 |
UST 2021 | 3 Tahun | 1.587 | 1.592 | 3 tahun-5 tahun | 1.2 |
UST 2023 | 5 Tahun | 1.573 | 1.58 | 3 bulan-10 tahun | 13.9 |
UST 2028 | 10 Tahun | 1.685 | 1.694 | 2 tahun-10 tahun | -4 |
Sumber: Refinitiv
Terkait dengan porsi investor di pasar SBN, data terakhir Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu (DJPPR) menunjukkan investor asing menggenggam Rp 1.025,15 triliun SBN, atau 38,74% dari total beredar Rp 2.464 triliun berdasarkan data per 25 September.
Angka kepemilikannya masih positif Rp 131,9 triliun dibanding posisi akhir Desember Rp 893,25 triliun, sehingga persentasenya masih naik dari 37,71% pada periode yang sama. Sejak akhir pekan lalu, investor asing tercatat keluar dari pasar SUN senilai Rp 1,14 triliun, sedangkan sejak awal bulan dan asing masih surplus Rp 15,55 triliun.
Nilai kepemilikan asing itu baru mencatatkan rekor pada posisi 24 September yaitu dengan nilai kepemilikan Rp 1.026,62 triliun SBN, atau 38,79% dari total beredar Rp 2.646 triliun.
Koreksi di pasar surat utang hari ini juga terjadi di pasar ekuitas dan rupiah di pasar valas, yang masing-masingnya turun 0,45% menjadi 6.202 untuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan 0,1% menjadi Rp 14.189 per dolar AS untuk rupiah.
Dari pasar surat utang negara berkembang, penguatan terjadi secara luas sehingga yield mayoritas obligasi negara tersebut turun.
Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang
Negara | Yield 26 Sep'19 (%) | Yield 27 Sep'19 (%) | Selisih (basis poin) |
Brasil | 7.09 | 7.06 | -3.00 |
China | 3.145 | 3.147 | 0.20 |
Jerman | -0.58 | -0.579 | 0.10 |
Prancis | -0.286 | -0.287 | -0.10 |
Inggris | 0.52 | 0.524 | 0.40 |
India | 6.755 | 6.71 | -4.50 |
Jepang | -0.245 | -0.249 | -0.40 |
Malaysia | 3.436 | 3.379 | -5.70 |
Filipina | 4.761 | 4.773 | 1.20 |
Rusia | 7 | 7.02 | 2.00 |
Singapura | 1.742 | 1.738 | -0.40 |
Thailand | 1.45 | 1.51 | 6.00 |
Amerika Serikat | 1.685 | 1.694 | 0.90 |
Afrika Selatan | 8.32 | 8.305 | -1.50 |
Sumber: Refinitiv
TIM RISET CNBC INDONESIA
(irv/irv) Next Article MAMI: Yield Obligasi RI 10 Tahun Berpeluang Turun Ke 6%