
Saham Emiten Semen & Beton Ditinggalkan Investor, Kenapa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Kelebihan pasokan semen dan menurunnya penjualan properti berdampak pada saham-saham industri yang memproduksi semen dan beton.
BCA Sekuritas dalam riset per 10 September 2019, menilai bahwa kelebihan pasokan semen kemungkinan besar akan bertahan lebih lama dari ekspektasi pelaku pasar.
Hal ini disebabkan produsen semen asal China yang menargetkan pengembangan bisnis jangka panjang di Indonesia, dengan alasan kondisi keuangan yang kokoh, teknologi yang lebih efisien, dan biaya modal yang rendah.
Berdasarkan riset yang dilakukan BCA Sekuritas, harga semen produksi China mampu dijual 15-20% lebih murah dibandingkan semen lokal. Hal ini membuat pangsa pasar semen lokal menjadi tergerus, terutama di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Indonesia Timur.
Senior Vice President Royal Investium Sekuritas, Janson Nasrial menambahkan bahwa permintaan semen domestik mayoritas berasal dari sektor properti, hanya saja dalam 3 tahun terakhir menurunnya penjualan perumahan dan apartemen membuat permintaan semen turun.
Di tengah lesunya sektor properti, Bank Indonesia (BI) sampai melakukan relaksasi dengan pelonggaran rasio loan to value (LTV) sekitar 5-10% untuk kredit properti seperti KPR. Dengan relaksasi LTV ini maka uang muka menjadi lebih rendah.
Dengan demikian, proyek pembangunan diharapkan meningkat khususnya perumahan rakyat sehingga diharapkan dapat menjadi pendorong untuk kembali meningkatkan geliat industri semen.
LANJUT HALAMAN 2: Saham emiten semen memerah
Di sektor industri dasar dan kimia, emiten yang bergerak dalam industri semen dan beton memegang peranan penting karena bobot kapitalisasi pasarnya (market cap) terbilang cukup besar hingga 25,44%.
Terdapat 6 emiten yang bergerak dalam industri tersebut, namun hanya dikuasai dua emiten, yakni PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR) dengan kapitalisasi pasar Rp 72,5 triliun atau 10,7% dari bobot sektornya.
Satu lagi yaki PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) yang mempunyai kapitalisasi pasar Rp 70,77 triliun setara 10,3% juga dari bobot industrinya.
Secara mingguan saham SMGR terlihat mulai tergerus dengan penurunan 1,81%, sedangkan INTP tergerus lebih dalam yang mencapai 8,8%.
Adapun kinerja tertinggi sepanjang tahun berjalan dipegang oleh PT Wijaya Karya Beton Tbk Tbk (WTON) dengan kenaikan sebesar 23,94%. Adapun kinerja paling jeblok dibukukan PT Semen Baturaja (Persero) Tbk (SMBR) dengan depresiasi harga mencapai 61% sejak awal tahun.
Secara likuiditas hampir semua emiten pada industri tersebut sahamnya sangat likuid, kecuali saham saham PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB), dulu Holcim, yang telah diakuisisi SMGR dengan kepemilikan 98,3% sehingga pelaku pasar lebih melihat kepada induknya.
Data & Kinerja Emiten Semen & Beton
No | Kode Emiten | Harga Saham | Kinerja (% wtd) | Kinerja (% ytd) | Turn Over (Rp triliun) |
1 | SMGR | 12.150 | -1,81 | 6,3 | 84,61 |
2 | INTP | 18.800 | -8,85 | 3,25 | 40,58 |
3 | SMCB | 1.345 | 0 | -28,9 | 6,39 |
4 | WSBP | 322 | -1,81 | -13,3 | 27,76 |
5 | SMBR | 675 | -5,63 | 61,7 | 7,31 |
6 | WTON | 466 | 1,25 | 26 | 15,47 |
*Diolah dari berbagai sumber, data hingga (26/9/2019), Tim Riset CNBC Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/tas) Next Article Usai Rugi Rp 828 M, Solusi Bangun Cetak Laba Rp 499 M di 2019