The Fed Turunkan Bunga, Rupiah Siap Perkasa?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
19 September 2019 07:35
The Fed Turunkan Bunga, Rupiah Siap Perkasa?
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampaknya akan menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Tanda-tanda depresiasi rupiah terlihat di pasar Non-Deliverable Market (NDF). 

Berikut kurs dolar AS di pasar NDF jelang penutupan pasar kemarin lalu dibandingkan hari ini, Kamis (19/9/2019), mengutip data Refinitiv:

Periode

Kurs 18 September (15:50 WIB)

Kurs 18 September (07:14 WIB)

1 Pekan

Rp 14.069,5

Rp 14.044,95

1 Bulan

Rp 14.124

Rp 14.089,95

2 Bulan

Rp 14.184

Rp 14.155,95

3 Bulan

Rp 14.244

Rp 14.215,7

6 Bulan

Rp 14.424

Rp 14.394,95

9 Bulan

Rp 14.604

Rp 14.564,85

1 Tahun

Rp 14.774

Rp 14.744,95

2 Tahun

Rp 15.468,8

Rp 15.464,3


Berikut kurs Domestic NDF (DNDF), yang kali terakhir diperbarui pada 18 September pukul 15:57 WIB:

 

Periode

Kurs

1 Bulan

Rp 14.095

3 Bulan

Rp 14.200


NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.

Bank Indonesia (BI) pun kemudian membentuk pasar DNDF. Meski tenor yang disediakan belum lengkap, tetapi ke depan diharapkan terus bertambah.

Dengan begitu, psikologis yang membentuk rupiah di pasar spot diharapkan bisa lebih rasional karena instrumen NDF berada di dalam negeri. Rupiah di pasar spot tidak perlu lalu membebek pasar NDF yang sepenuhnya dibentuk oleh pasar asing.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Sentimen positif bagi rupiah hari ini sepertinya datang dari AS. Dini hari tadi waktu Indonesia, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 1,75-2%. Federal Funds Rate sudah turun dalam dua bulan beruntun.

"Informasi yang diterima sejak rapat bulan lalu mengindikasikan bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat dan aktivitas ekonomi tumbuh secara moderat. Meski konsumsi rumah tangga tetap tumbuh, tetapi investasi tetap melambat dan ekspor melemah.

"Dengan memperhatikan perkembangan ekonomi global dan proyeksi ekonomi dalam negeri serta laju inflasi yang minimal, Komite memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan menjadi 1,75-2%. Kebijakan ini diharapkan mendukung ekspansi ekonomi, pasar tenaga kerja, dan inflasi," sebut keterangan tertulis The Fed.

Dalam konferensi pers usai rapat, Ketua Jerome 'Jay' Powell mengindikasikan kemungkinan penurunan suku bunga acuan lebih lanjut. Syaratnya adalah jika perlambatan ekonomi semakin terasa.

"Kalau ekonomi turun, maka siklus penurunan suku bunga yang lebih ekstensif adalah hal yang layak. Kami akan sangat bergantung kepada data (data dependent), kami tidak akan menentukan arah sebelumnya, kami akan membuat keputusan dari rapat ke rapat. Untuk saat ini, sepertinya yang kami lakukan sudah cukup," jelas Powell, seperti diwartakan Reuters.

Keputusan The Fed menurunkan suku bunga mendapat pujian dari Trump. Sebelumnya, sang presiden ke-45 Negeri Adidaya sering mengkritik The Fed karena dinilai terlalu bermain aman dan menghambat akselerasi perekonomian AS.

"Saya saya itu (penurunan suku bunga) bagus. Namun saya saya seharusnya mereka melakukannya lebih cepat," ujar Trump kepada jurnalis di sela-sela kunjungan ke California, dikutip dari Reuters.

Well, suku bunga acuan AS sudah turun. Akibatnya berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS (terutama di aset berpendapatan tetap) menjadi kurang menguntungkan. Dolar AS rentan terserang aksi jual karena investor akan lari ke aset-aset yang mendatangkan cuan.

Indonesia bisa menjadi pilihan. Saat ini imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun berada di 7,226%. Sementara instrumen serupa di AS memberikan yield 1,8048%. Perbedaan yang baik bumi dengan langit.

Oleh karena itu, arus modal berpotensi mengalir deras ke Indonesia seiring keputusan The Fed kali ini. Dengan pasokan 'darah segar' ini, rupiah punya peluang untuk menguat.


TIM RISET CNBC INDONESIA



 

 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular