2019, Ekonomi Seret Jualan Mobil Menciut

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 September 2019 20:13
Sepanjang 2019, penjualan mobil belum ada tanda-tanda membaik.
Foto: Toyota Prius PHEV GR Sport. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang 2019 penjualan mobil seret. Volume penjualan mobil baru tahun ini turun dobel digit dibanding tahun lalu. Ekonomi seret, harga komoditas yang anjlok, tingginya bunga kredit serta keyakinan konsumen yang tergerus jadi biang keroknya.

Volume penjualan mobil Januari-Agustus 2019 tercatat mencapai 660.286 unit. Penjualan tersebut turun 13,5% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 763.444 unit. Hingga akhir Desember tahun lalu, penjualan mobil di pasar domestik mencapai 1,1 juta unit.

Namun, apabila melihat performa penjualan hingga Agustus ini, tampaknya akan susah untuk mencapai volume penjualan yang sama. Pasalnya di periode Januari-Agustus tahun ini sudah ada selisih penjualan sebesar 103.158 unit mobil dibanding periode yang sama di 2018. Selisih yang mencapai seratus ribu lebih pada dasarnya adalah volume penjualan mobil dalam satu bulan.



Menurut Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), volume penjualan mobil tahun ini diprediksi tidak akan mencapai target 1,1 juta unit. Target penjualan mobil memang tidak jauh berbeda dengan capaian tahun 2018.

Penjualan mobil di Indonesia sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, arah pergerakan harga komoditas unggulan, tingkat bunga kredit serta keyakinan konsumen yang juga melambat.

Tahun 2019, ekonomi Indonesia diprediksi mentok di angka 5%. Di tengah perlambatan ekonomi global dan isu resesi yang santer terdengar, ekonomi Indonesia masih tumbuh di angka 5%.

Sejak tahun 2014, laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Indonesia memang mentok di angka 5%. Bahkan di tahun ini beberapa bank investasi global seperti JP Morgan, Goldman Sachs serta Deutsche Bank lebih pesimistis dalam memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh di bawah 5%.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2019 sebesar 5,05% secara year on year (yoy). Sementara pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2019 sebesar 5,07%. Angka ini turun secara year on year bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi semester I 2018 mencapai 5,17%.

Melambatnya perekonomian Indonesia dan global juga jadi sentimen yang mewarnai turunnya penjualan mobil. Seretnya penjualan mobil tahun ini juga diiringi dengan terus tergerusnya indeks keyakinan konsumen (IKK) sejak Mei lalu.

Walaupun masih optimistis, konsumen menatap perekonomian yang diindikasikan dengan nilai indeks di atas 100, tampaknya optimisme konsumen juga ikut tergerus. IKK bulan Agustus berada di angka 123,1 terendah sejak Januari 2019.



Penurunan permintaan mobil juga dipicu oleh tingginya bunga kredit kepemilikan mobil seiring dengan peningkatan suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Sejak 15 November 2018, Bank Indonesia bersikap "hawkish" dengan menaikkan BI-7DRRR 25 bps ke 6%.

Hingga Juni 2019, sikap tersebut tetap di pertahankan bank sentral RI yang menyebabkan biaya kredit mobil jadi membengkak. Hal ini tentu berdampak pada penjualan mobil mengingat 70% penyalurannya melalui kredit. Tingkat suku bunga yang tinggi tentunya akan memberatkan konsumen dalam membeli mobil.

Selain itu untuk daerah yang kaya akan sumber daya alam (SDA) seperti di Kalimantan & Sumatera, penjualan mobil juga sangat dipengaruhi oleh arah pergerakan harga komoditas. Kalimantan & Sumatera merupakan daerah yang kaya akan komoditas sawit dan batu bara.




Pada 2019 jadi tahun ketika dua komoditas tersebut terkoreksi dalam. Harga mingguan komoditas minyak mentah kelapa sawit acuan bursa Malaysia pada kuartal II 2019 sempat mencatatkan harga terendah di US$ 472/ton sejak kuartal III-2015.

Koreksi yang sangat tajam juga dialami oleh komoditas unggulan RI lainnya yaitu batu bara. Dari kuartal IV 2018 hingga kuartal III 2019, harga batu bara anjlok lebih dari 30%. Jadi wajar saja kalau jualan mobil di tahun ini seret. Ya karena ekonominya seret, optimisme konsumen tergerus, bunga cenderung tinggi dan harga komoditas anjlok.


(TIM RISET CNBC INDONESIA)

(taa/taa) Next Article Live! Harap-harap Cemas, Otomotif RI Loyo di 2020

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular