
Suku Bunga Bisa Turun Lagi, Dolar Australia Menguat Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia menguat tipis melawan rupiah pada perdagangan Selasa (17/9/19). Pergerakan Mata Uang Kanguru ini terbebani rilis notulen rapat kebijakan moneter bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA).
Pada pukul 15:04 WIB, dolar Australia diperdagangkan di level Rp 9.637,56 atau menguat 0,04% di pasar spot melansir data Refinitiv.
Rilis notulen RBA pagi ini menunjukkan peluang suku bunga kembali di pangkas jika dibutuhkan. RBA sebelumnya sudah memangkas suku bunga sebanyak dua kali di bulan Juni dan Juli, suku bunga saat ini sebesar 1%, merupakan rekor terendah sepanjang masa.
Pada rapat kebijakan moneter Agustus dan September, RBA menyatakan akan menilai terlebih dahulu dampak dari pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali. Sehingga pelaku pasar memperkirakan bank sentral pimpinan Philip Lowe tidak akan memangkas suku bunga lagi di sisa tahun ini.
Namun dalam notulen yang dirilis hari ini, RBA menunjukkan para anggota dewan mempertimbangkan untuk kembali memangkas suku bunga untuk menstimulus perekonomian, dan mendorong kenaikan inflasi. Suku bunga rendah juga akan ditahan dalam waktu yang lama untuk memperkuat pasar tenaga kerja dan mencapai target inflasi.
RBA juga menyoroti perang dagang Amerika Serikat (AS) dengan China membuat risiko pelambatan ekonomi global yang semakin meningkat.
Peluang pemangkasan suku bunga di Australia yang kembali terbuka membuat dolar Australia tertekan. Namun sayangnya, rupiah belum mampu memanfaatkan tekanan tersebut. Mata Uang Garuda masih terbebani kondisi Timur Tengah yang belum stabil, serta kenaikan harga minyak mentah.
Kenaikan harga minyak mentah bukan kabar bagus bagi Indonesia, beban impor akan membengkak. Data yang dirilis BPS Senin kemarin menunjukkan surplus neraca dagang, berkat surplus di sektor non-migas. Dari sektor migas masih mengalami defisit US$ 755,1 juta.
Defisit tersebut bisa membengkak jika harga minyak mentah terus terbang tinggi, dampaknya neraca dagang berpotensi mengalami defisit lagi, dan tentunya akan berdampak defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) yang selama ini menjadi "hantu" bagi perekonomian Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jaga Kestabilan Rupiah, BI-7 D RRR Diprediksi Sulit
