
AS-China Mesra, Bursa Saham Asia Tutup Pekan di Zona Hijau

Jakarta, CNBC Indonesia - Seluruh bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan terakhir di pekan ini di zona hijau: indeks Nikkei menguat 1,05%, indeks Shanghai naik 0,75%, indeks Hang Seng bertambah 0,98%, dan indeks Straits Times terapresiasi 0,52%. Sementara itu, perdagangan di bursa saham Korea Selatan diliburkan seiring dengan peringatan Chuseok Day.
Hubungan AS-China yang kian mesra di bidang perdagangan menjadi faktor utama yang memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Kemarin waktu setempat (12/9/2019), Presiden AS Donald Trump mengindikasikan bahwa AS dan China bisa meneken kesepakatan dagang interim, walau itu bukanlah sebuah opsi utama.
"Banyak orang membicarakannya, saya melihat banyak analis menyebut mengenai sebuah kesepakatan interim - yang artinya kita akan menyepakati beberapa hal saja, yang mudah dulu. Tidak ada yang mudah atau sulit, yang ada adalah ada kesepakatan atau tidak ada kesepakatan. Tetapi itu adalah sesuatu yang akan kita pertimbangkan, saya rasa," ujar Trump, seperti dikutip CNBC International.
Melansir CNBC International, delegasi kedua negara dijadwalkan bertemu pada pekan depan guna melanjutkan usaha untuk menyusun rancangan kesepakatan dagang.
Sinyal dari Trump bahwa AS-China bisa meneken kesepakatan dagang interim datang pasca dirinya mengumumkan melalui media sosial Twitter bahwa kenaikan bea masuk bagi produk impor asal China yang sebelumnya dijadwalkan akan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober, diundur menjadi tanggal 15 Oktober.
Untuk diketahui, bea masuk yang diundur tersebut merupakan bea masuk yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 250 miliar. Pemerintahan Presiden Trump akan menaikkan bea masuk bagi produk senilai US$ 250 miliar tersebut menjadi 30%, dari yang sebelumnya 25%.
Trump mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil berdasarkan permintaan dari Wakil Perdana Menteri China Liu He, beserta dengan fakta bahwa tanggal 1 Oktober merupakan peringatan ke 70 tahun dari lahirnya Republik Rakyat China.
Etikat baik dari AS ini melengkapi etikat baik yang sudah ditunjukkan oleh China. Pada hari Rabu (11/9/2019), Kementerian Keuangan China mengumumkan daftar produk impor asal AS yang akan dibebaskan dari pengenaan bea masuk baru. Melansir CNBC International, ada sebanyak 16 jenis produk impor yang diberikan pembebasan oleh China, termasuk pakan ternak, obat untuk kanker, dan pelumas. Pembebasan ini akan mulai berlaku pada tanggal 17 September hingga September 2020.
Sebagai informasi, sejauh ini delegasi tingkat tinggi dari kedua negara masih dijadwalkan untuk menggelar negosiasi dagang secara tatap muka pada awal bulan depan. Negosiasi tatap muka di AS pada awal bulan depan diketahui akan melibatkan Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Wakil Perdana Menteri China Liu He, serta Gubernur Bank Sentral China Yi Gang.
Dengan perkembangan terkait perang dagang AS-China yang begitu positif dalam beberapa waktu terakhir, diharapkan kesepakatan dagang bisa segera tercapai.
Kesepakatan dagang AS-China bisa menjadi kunci dalam menghindarkan perekonomian keduanya dari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.
Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.
Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.
Tanda-tanda bahwa perekonomian AS akan mengalami hard landing sudah sangat terlihat. Belum lama ini, Manufacturing PMI periode Agustus 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 49,1, menandai kontraksi aktivitas manufaktur pertama di AS sejak tahun 2016.
Beralih ke China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa menghindari yang namanya hard landing, maka perekonomian dunia dipastikan akan bisa melaju di level yang relatif tinggi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Kesepakatan Dagang Tahap Satu Diteken, Bursa Asia Kompak Naik
