Lagi, Asa Damai Dagang AS-China Kerek Kinerja Bursa Asia

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
10 September 2019 18:06
Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini di zona hijau.
Foto: Bursa Tokyo (REUTERS/Issei Kato)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama kawasan Asia menutup perdagangan hari ini di zona hijau: indeks Nikkei menguat 0,35%, indeks Hang Seng naik tipis 0,01%, indeks Straits Times terkerek 0,3%, dan indeks Kospi bertambah 0,62%. Sementara itu, indeks Shanghai ditutup melemah 0,12%.

Hubungan AS-China yang kian mesra di bidang perdagangan sukses memantik aksi beli di bursa saham Benua Kuning. Kemarin (9/9/2019), Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin mengatakan bahwa AS dan China telah mencapai kesepakatan terkait dengan konsep pengawasan yang akan digunakan untuk kesepakatan dagang kedua negara nantinya, melansir CNBC International.

Mnuchin menambahkan bahwa perbincangan di level wakil menteri akan digelar pada bulan ini, diikuti dengan negosiasi tatap muka di level yang lebih tinggi pada awal Oktober. Negosiasi tatap muka di AS pada awal bulan depan diketahui akan melibatkan Mnuchin sendiri, Kepala Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer, Wakil Perdana Menteri China Liu He, serta Gubernur Bank Sentral China Yi Gang.

Seperti yang diketahui, hubungan AS dan China sempat kembali memanas pasca pada tanggal 1 September AS resmi memberlakukan bea masuk baru sebesar 15% yang menyasar produk impor asal China senilai US$ 112 miliar. Pakaian, sepatu, hingga kamera menjadi bagian dari daftar produk yang diincar AS pada kesempatan ini.

Di sisi lain, aksi balasan dari China berlaku selepas AS bersikeras menerapkan bea masuk baru terhadap Beijing. China mengenakan bea masuk baru yang berkisar antara 5-10% bagi sebagian produk yang masuk dalam daftar target senilai US$ 75 miliar. Daging babi, daging sapi, dan berbagai produk pertanian lainnya tercatat masuk dalam daftar barang yang menjadi lebih mahal per tanggal 1 September kemarin.

Untuk diketahui, AS masih akan mengenakan bea masuk baru terhadap berbagai produk impor China lainnya pada tanggal 15 Desember. Jika ditotal, nilai barang yang terdampak dari kebijakan AS pada hari ini dan tanggal 15 Desember nanti adalah US$ 300 miliar, dilansir dari CNBC International.

Sementara itu, sisa barang dalam daftar target senilai US$ 75 miliar yang hingga kini belum dikenakan bea masuk baru oleh China, akan mulai terdampak pada tanggal 15 Desember.

Diharapkan, gelaran negosiasi dagang pada awal bulan depan bisa membawa kedua negara meneken kesepakatan dagang, sekaligus menghindarkan perekonomian keduanya dari yang namanya hard landing alias perlambatan pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

Untuk diketahui, pada tahun 2018 International Monetary Fund (IMF) mencatat perekonomian AS tumbuh sebesar 2,857%, menandai laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2015.

Pada tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS melambat menjadi 2,6%. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi AS diproyeksikan kembali merosot menjadi 1,9% saja.

Tanda-tanda bahwa perekonomian AS akan mengalami hard landing sudah sangat terlihat. Belum lama ini, Manufacturing PMI periode Agustus 2019 versi Institute for Supply Management (ISM) diumumkan di level 49,1, menandai kontraksi aktivitas manufaktur pertama di AS sejak tahun 2016.

Beralih ke China, pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2019 diproyeksikan melandai ke level 6,2%, dari yang sebelumnya 6,6% pada tahun 2018. Pada tahun depan, pertumbuhannya kembali diproyeksikan melandai menjadi 6%.

Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa menghindari yang namanya hard landing, maka perekonomian dunia dipastikan akan bisa melaju di level yang relatif tinggi.

Sayang, bursa saham China sendiri tak bisa memanfaatkan momentum yang ada seiring dengan aksi ambil untung yang menerpa. Maklum saja, dalam enam hari perdagangan terakhir indeks Shanghai sudah mencetak apresiasi yang jika ditotal mencapai 4,8%.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Hari Buruh, Beberapa Bursa Asia-Pasifik Dibuka Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular