
Rupiah Belum Sanggup Sentuh Angka Keramat Rp 14.000/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak labil di perdagangan pasar spot hari ini. Setelah menguat 1% lebih dalam empat hari, rupiah sepertinya terpapar aksi ambil untung (profit taking).
Pada Selasa (10/9/2019) pukul 12:28 WIB, US$ 1 dihargai Rp 14.025. Sama persis dengan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Kala pembukaan pasar, rupiah melemah tipis 0,04%. Selepas itu depresiasi rupiah sempat berada di 0,07%. Jadi walau melemah, sejatinya depresiasi rupiah tipis-tipis saja.
Persepsi investor yang membaik membuat minat atau selera terhadap risiko (risk appetite) meningkat. Kala risk appetite meningkat maka rupiah akan sangat diuntungkan. Sebagai aset negara emerging market rupiah memberikan imbal hasil yang tinggi tentunya akan menarik minat investasi.
Meningkatnya risk appetite investor tidak lepas dari ekspektasi digelontorkannya stimulus moneter dari berbagai negara untuk memacu laju perekonomian. Dimulai dari China, Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) kembali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps untuk semua bank. Kebijakan ini diperkirakan mampu memompa likuiditas sebanyak CNY 900 miliar dan menurunkan suku bunga kredit perbankan.
Kemudian dari Jepang, pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal II-2019 direvisi turun yang memperkuat spekulasi Bank of Japan (BoJ) akan menggelontorkan stimulus moneter di bulan ini. Jangan lupakan European Central Bank (ECB) dan tentunya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang juga diprediksi akan memangkas suku bunga acuan.
Terus membaiknya sentimen investor global menjadi penopang utama penguatan rupiah hingga mendekati level "keramat" 14.000/US$. Pada akhir Agustus lalu, Bank Indonesia (BI) menyebut adanya perang dagang antara AS dengan China membuat rupiah sulit langsung menguat ke bawah 14.000/US$.
Namun kini harapan akan adanya damai dagang mulai muncul setelah AS-China berencana mengadakan pertemuan pada awal Oktober. Jadi apakah rupiah bisa menguat lebih lanjut?
Bisa saja, meski agak sulit untuk hari ini setelah menguat tajam empat hari terakhir, sehingga rentan diterpa aksi ambil untung (profit taking).
Apalagi dolar AS sedang cukup kuat hari ini, disebabkan oleh rilis data ekonomi terbaru di AS yang positif. Pada Juli, penyaluran kredit konsumsi di Negeri Paman Sam tumbuh 6,8% year-on-year (YoY). Membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh 4,1% YoY.
Data ini menggambarkan bahwa konsumsi rumah tangga di AS masih cukup kuat. Mengingat konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 70% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), maka ada harapan pertumbuhan AS bakal membaik.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
![]() |
Melihat grafik harian, rupiah yang disimbolkan dengan USD/IDR bergerak di kisaran rerata pergerakan (moving average/MA) 5 hari (garis biru) dan MA20 /rerata 20 hari (garis merah).
Indikator rerata pergerakan konvergen dan divergen (MACD) bergerak turun dan sudah masuk ke area negatif, begitu juga histogramnya yang terlebih dahulu di negatif. Melihat indikator tersebut, tekanan terhadap rupiah memiliki momentum untuk menguat dalam jangka menengah.
![]() |
Pada time frame 1 jam, rupiah bergerak di kisaran MA 5 (rerata pergerakan 5 jam/garis biru) dan di bawah MA 20 (rerata pergerakan 20 jam/garis merah). Indikator stochastic berada wilayah jenuh jual (oversold) jenuh jual dalam waktu yang cukup lama sehingga rentang memicu aksi profit taking.
Selama tertahan di atas level 14.000/US$, rupiah berpeluang melemah ke area 14.030/US$. Jika menembus ke atas level tersebur, rupiah bisa tambah lemah menuju area 14.060/US$.
Sementara jika mampu menembus 14.000/US$, rupiah berotensi menguat lebih lanjut ke level 13.965/US$
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
