Tepuk Tangan Meriah untuk Juara Asia Hari ini: Rupiah!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 September 2019 17:40
Tepuk Tangan Meriah untuk Juara Asia Hari ini: Rupiah!
Foto: Muhammad Luthfi Rahman

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (9/9/19) melanjutkan performa apik sejak pekan lalu. Hingga hari ini, Mata Uang Garuda sudah menguat empat hari berturut-turut hingga mencapai level terkuat sejak 31 Juli.

Rupiah langsung tancap gas begitu perdagangan dibuka, menguat 0,07% ke level 14.080/US$. Dalam perjalanannya, rupiah tidak sekalipun menyentuh zona merah, meski sempat memangkas pelemahan ke level 14.090/US$.

Selepas tengah hari, penguatan rupiah sudah tak terbendung lagi hingga menjadikannya mata uang terbaik di Asia. Bahkan sebelum penutupan perdagangan rupiah sempat menyentuh 14.020/US$, sedikit lagi mencapai level "keramat" 14.000/US$.

Performa rupiah semakin terlihat impresif melihat tidak banyak mata uang utama Asia yang menguat melawan dolar AS. Hingga pukul 16:45 WIB, ringgit Malaysia menduduki peringkat kedua dengan menguat 0,24% hampir setengah dari dari penguatan rupiah. Kemudian disusul dolar Singapura yang menguat 0,11%, terakhir won Korea Selatan yang menguat tipis 0,01%.

Mata uang Asia lainnya berada di zona merah. Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia pada hari ini.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Terus membaiknya sentimen inevstor global menjadi penopang utama penguatan rupiah. Sentimen yang membaik tentunya membuat minat atau selera terhadap risiko (risk appetite) meningkat, hal tersebut tercermin dari menghijaunya bursa saham global.

Dikala risk appetite meningkat maka rupiah akan sangat diuntungkan. Sebagai aset negara emerging market rupiah memberikan imbal hasil yang tinggi tentunya akan menarik minat investasi. Meningkatnya risk appetite investor tidak lepas dari ekspektasi digelontorkannya stimnulus moneter dari berbagai negara untuk memacu laju perekonomian.

Dimulai dari China, Bank Sentral China (People's Bank of China/PBoC) sudah memutuskan kembali menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 50 bps untuk semua bank. Kebijakan ini diperkirakan mampu memompa likuiditas sebanyak CNY 900 miliar dan menurunkan suku bunga kredit perbankan.

Kemudian dari Jepang, pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal II-2019 direvisi turun yang memperkuat spekulasi Bank of Japan (BoJ) akan menggelontorkan stimulus moneter di bulan ini. Jangan lupakan European Central Bank (ECB) dan tentunya bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang juga diprediksi akan memangkas suku bunga di bulan ini.

Berbeda dengan rupiah yang sedang mendapat angin segar, dolar justru sedang tertekan sepekan jelang pengumuman kebijakan moneter The Fed.

Data tenaga kerja AS, yang merupakan salah satu acuan The Fed untuk menetapkan suku bunga dirilis variatif pada Jumat pekan lalu. Data ini terdiri dari tiga item, penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (Non-Farm Payroll/NFP), rata-rata upah per jam, dan tingkat pengangguran.

NFP dirilis mengecewakan, sebanyak 130.000 orang, lebih rendah dari sebelumnya 164.000 orang, juga lebih rendah dari prediksi di Forex Factory sebesar 165.000 orang. Meski data tersebut variatif, tetapi ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell, menilai data tenaga kerja masih cukup kuat.

Dalam diskusi panel di Zurich Swiss, Powell mengatakan rilis tenaga kerja bulan Agustus konsisten dengan pandangan The Fed jika pasar tenaga kerja masih cukup kuat. Pada kesempatan yang sama, Powell juga menegaskan meski kondisi global saat ini dipenuhi ketidakpastian, tetapi ia tidak melihat atau atau memperkirakan AS akan mengalami resesi.

Tapi jika dicermati, pernyataan Powell sebenarnya hampir sama dengan pernyataan sebelumnya saat pertemuan Jackson Hole pada bulan Agustus lalu. Akibatnya tidak ada perubahan ekspektasi pelaku pasar jika The Fed akan memangkas lagi suku bunganya pada pekan depan, dan dolar pun tertekan.

Tepuk Tangan Meriah Untuk Juara Asia Hari ini: Rupiah!Grafik: Probabilitas Suku Bunga The Fed bulan September
Sumber: CME Group

Berdasarkan peranti FedWatch milik CME Group, pelaku pasar melihat probabilitas sebesar 91,2% suku bunga akan dipangkas 25 basis poin (bps) menjadi 1,75%-2,00% pada 19 September dini hari waktu Indonesia. Ini berarti pelaku pasar sangat yakin The Fed akan memangkas suku bunganya pada bulan depan.

Tidak hanya itu, piranti yang sama menunjukkan The Fed berpeluang memangkas suku bunga lagi pada bulan Desember. Dolar pun kembali harus bertekuk lutut di hadapan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 



(pap/pap) Next Article Lautan Demo, Rupiah pun Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular