Wall Street Dibuka Menghijau Sambut Pernyataan Teduh China

ags, CNBC Indonesia
29 August 2019 21:03
Bursa AS dibuka menguat setelah China menyatakan pihaknya ingin menyelesaikan persoalan dagang dengan AS dengan sikap
Foto: Ekspresi Trader di lantai bursa amerika di New York Stock Exchange (NYSE) di New York City, AS, 12 November 2018. REUTERS / Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Amerika Serikat (AS) dibuka menguat pada Kamis (29/8/2019) setelah China menyatakan bahwa pihaknya ingin menyelesaikan persoalan dagang dengan Negara Adidaya tersebut dengan sikap "tenang".

Indeks Dow Jones Industrial Average menguat 1,1% (283 poin) pada sesi pembukaan pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) dan berlanjut 30 menit kemudian menjadi 1,15% (298,26 poin) ke 26.334,36. Di sisi lain indeks S&P 500 menguat 1,2% (34,4 poin) ke 2.922,62 sedangkan indeks Nasdaq tumbuh 1,5% (116,5 poin) ke 7.972,61.

Dalam pernyataannya Kamis, Menteri Perdagangan China mengatakan pihaknya menolak situasi eskalasi tensi perang dagang, mengindikasikan bahwa pihaknya tidak akan membalas kenaikan tarif yang diberlakukan AS terhadap produknya.

Tensi perang dagang memanas bulan ini ketika China mengumumkan rencana penerapan tarif atas produk AS senilai US$75 miliar. Merespon itu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan bahwa pihaknya bakal menaikkan kembali tarif atas produk China pada September.

Eskalasi ini diikuti dengan menguatnya kembali sinyal resesi. Rentang (spread) antara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun dan 2 tahun mendekati level terendahnya sejak 2007, membentuk inversi kurva imbal hasil (yield-curve inversion).

Di sisi lain, yield US Treasury bertenor 30 tahun jatuh ke level terendah sepanjang masa. Bagi investor, inversi kurva tersebut mengindikasikan kekhawatiran pasar akan risiko resesi dalam setahun ke depan.

Investor juga memborong aset aman secara tradisional, seperti emas dan perak, bulan ini. Harga SPDR Gold Trust (GLD) melonjak 9% pada Agustus sementara iShares Silver Trust (SLV) melesat 13%.

"JIka bank sentral duduk dan tak melakukan apapun, dan perang dagang berlanjut, kita akan jatuh ke resesi. Namun kondisinya tak seperti itu. Bank sentral masih siap bersedia dan mau menjaga siklus ekonomi," ujar CEO The Earnings Scout Nick Raich, dalam laporan risetnya, yang dikutip CNBC International.

Dari sisi fundamental, pertumbuhan ekonomi AS direvisi turun pada kuartal II-2019 menjadi 2%, dari sebelumnya 2,1%. Revisi ini sejalan dengan ekspektasi anals. Data per Juli penjualan rumah AS yang ditunda juga akan diumumkan hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular