
Gara-Gara Perang Dagang, Dolar Singapura Menguat Lawan Rupiah
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 August 2019 14:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan hari ini. Eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China memberikan sentimen buruk bagi Mata Uang Garuda.
Pada Senin (26/8/2019) pukul 14;10 WIB, SG$ 1 setara dengan Rp 10.264,45. Rupiah melemah 0,24% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sebagai aset negara berkembang, rupiah sangat tidak diuntungkan dengan gejolak yang terjadi di pasar finansial akibat perang dagang AS-China. Presiden AS Donald Trump pada akhir pekan lalu mengumumkan bakal mengenakan bea masuk baru terhadap produk China. Kemudian ada pula kenaikan tarif bagi produk yang sudah kena bea masuk.
Di saat pelaku pasar berharap kedua negara bisa mencapai kesepakatan dagang, China malah memberikan balasan dengan rencana kenaikan tarif bea masuk dari 5% menjadi 10% untuk importasi produk AS senilai US$ 75 miliar. Rencananya tarif ini mulai berlaku pada 1 September dan 15 Desember.
Tidak hanya itu, China kembali mengenakan bea masuk sebesar 25% terhadap mobil dari AS yang akan masuk ke China, dan untuk suku cadangnya akan dikenakan tarif sebesar 5%. Kebijakan ini sebelumnya dihentikan pada bulan April lalu, dan kini akan diberlakukan lagi mulai 15 Desember.
Selain eskalasi perang dagang, dolar Singapura juga mendapat dorongan penguatan dari data produksi industri Negeri Merlion. Pada Juli, produksi industri Singapura terkontraksi 0,4% year-on-year (YoY). Jauh lebih baik dari konsensus sebesar -4,9% berdasarkan data Trading Economics. Sementara secara bulanan atau month-to-month (MoM) produksi industri tumbuh 3,6% mematahkan konsensus penurunan 1,8% di Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jaga Kestabilan Rupiah, BI-7 D RRR Diprediksi Sulit
Pada Senin (26/8/2019) pukul 14;10 WIB, SG$ 1 setara dengan Rp 10.264,45. Rupiah melemah 0,24% dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Sebagai aset negara berkembang, rupiah sangat tidak diuntungkan dengan gejolak yang terjadi di pasar finansial akibat perang dagang AS-China. Presiden AS Donald Trump pada akhir pekan lalu mengumumkan bakal mengenakan bea masuk baru terhadap produk China. Kemudian ada pula kenaikan tarif bagi produk yang sudah kena bea masuk.
Di saat pelaku pasar berharap kedua negara bisa mencapai kesepakatan dagang, China malah memberikan balasan dengan rencana kenaikan tarif bea masuk dari 5% menjadi 10% untuk importasi produk AS senilai US$ 75 miliar. Rencananya tarif ini mulai berlaku pada 1 September dan 15 Desember.
Tidak hanya itu, China kembali mengenakan bea masuk sebesar 25% terhadap mobil dari AS yang akan masuk ke China, dan untuk suku cadangnya akan dikenakan tarif sebesar 5%. Kebijakan ini sebelumnya dihentikan pada bulan April lalu, dan kini akan diberlakukan lagi mulai 15 Desember.
Selain eskalasi perang dagang, dolar Singapura juga mendapat dorongan penguatan dari data produksi industri Negeri Merlion. Pada Juli, produksi industri Singapura terkontraksi 0,4% year-on-year (YoY). Jauh lebih baik dari konsensus sebesar -4,9% berdasarkan data Trading Economics. Sementara secara bulanan atau month-to-month (MoM) produksi industri tumbuh 3,6% mematahkan konsensus penurunan 1,8% di Trading Economics.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jaga Kestabilan Rupiah, BI-7 D RRR Diprediksi Sulit
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular