Digempur Produk China, Kinerja Emiten Keramik Kian Merana

Houtmand P Saragih & Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
26 August 2019 14:22
Tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas emiten produsen keramik membukukan kinerja lesu tahun ini.
Foto: ist
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang paruh pertama tahun ini, mayoritas perusahaan keramik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) membukukan kinerja keuangan yang kurang memuaskan. Serbuan keramik impor menjadi salah satu penyebab terpuruknya kinerja produsen lokal.

Dari 7 produsen keramik yang terdaftar di BEI, 3 emiten mencatat pertumbuhan laba bersih negatif, 2 emiten membukukan rapor merah, dan hanya 2 emiten yang menorehkan kenaikan pada pos laba bersih.



Dari tabel di atas, hingga akhir Juni 2019 laba bersih PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA) mampu melesat 46,9% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp 103,01 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya yakni Rp 70,12 miliar.

Sedangkan laba bersih PT Mark Dynamics Indonesia Tbk (MARK) berhasil meningkat 23,51% YoY menjadi Rp 45,11 miliar.

Di lain pihak, meskipun terdapat dua emiten dengan performa yang baik, tidak dapat dipungkiri bahwa mayoritas emiten produsen keramik membukukan kinerja lesu tahun ini.

Terlihat bahwa emiten produsen keramik dengan kinerja terburuk adalah PT Asahimas Flat Glass Tbk (AMFG) yang harus pasrah kembali merugi mencapai Rp 60,67 miliar pada semester 1-2019, membengkak lebih dari 3 kali lipat dibandingkan kerugian semester 1-2018 yang senilai Rp 20,02 miliar.

Lebih lanjut, walaupun PT Surya Toto Indonesia Tbk (TOTO) masih membukukan keuntungan, tapi nilainya anjlok 56,31% secara tahunan menjadi hanya Rp 63,16 miliar dari sebelumnya RP 144,58 miliar.

Jika ditelusuri lebih lanjut, salah satu momok yang menekan industri keramik Indonesia adalah banyaknya produk impor yang membanjiri pasar domestik dari tahun ke tahun.



Melansir grafik di atas sejak tahun 2016, nilai impor produk keramik terus meningkat tajam, Pada periode 2016-2018 nilainya sudah melesat hampir 2 kali lipat (70,8%), dari US$ 289,59 juta menjadi US$ 494,62 juta.

Sementara itu, pada periode 2016-2018, nilai ekspor produk keramik cenderung stabil dengan hanya tumbuh 3,77%, dari US$ 247,12 juta menjadi US$ 256,42 juta.

Pada paruh pertama tahun ini pun, nilai impor produk keramik, 71,6% lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor.

Lebih lanjut, negara eksportir produk keramik Indonesia kembali didominasi oleh China. Berdasarkan UNComtrade, sekitar 48,09% impor produk keramik di tahun 2018 berasal dari Negeri Tirai Bambu, disusul oleh Jepang (11,95) dan Amerika Serikat (8,69%).

Apabila kondisi ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin bahwa kelangsungan bisnis industri keramik Indonesia akan semakin tertekan dan lebih banyak lagi yang harus pasrah merugi seperti AMFG dan KIAS.

Sebagai informasi, perhitungan ekspor dan impor melansir dari daftar kode HS yang merujuk pada Balai Besar Keramik, yakni sebagai berikut:

NoKode HSNoKode HS
1381600101869041000
2381600901969049000
3680410002069051000
4680421002169059000
5680422002269060000
6680423002369091100
7680430002469091900
8680510002569099000
9680520002669101000
10680530002769109000
11690100002869111000
12690210002969119000
13690220003069120000
14690290003169131010
15690310003269131090
16690320003369139010
17690390003469139090

TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa) Next Article Laba Naik 38%, Ini Strategi Bisnis Produsen Keramik

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular