Menemukan Pelangi Seusai Badai, YNWA Buat Rupiah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 August 2019 16:08
Menemukan Pelangi Seusai Badai, YNWA Buat Rupiah!
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat di perdagangan pasar spot hari ini. Rupiah baru mampu menguat jelang penutupan perdagangan setelah nyaris seharian tertekan. 

Pada Jumat (23/8/2019), US$ 1 setara dengan Rp 14.210 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,14% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya. 

Kala pembukaan pasar, rupiah stagnan di Rp 14.230/US$. Itu tidak lama, karena rupiah kemudian terjerumus ke jurang depresiasi. Mata uang Tanah Air hampir seharian bertahan di sana. 

Namun jelang penutupan pasar, rupiah berhasil melompat ke zona hijau. Bak lirik lagu You'll Never Walk Alone, rupiah berhasil menemukan pelangi di ujung badai. At the end of the storm there's a golden sky and the sweet silver song of the lark... 

Berikut pergerakan kurs dolar AS terhadap rupiah sepanjang hari ini: 

 


Tidak hanya rupiah, berbagai mata uang Asia yang awalnya tertekan berhasil berbalik menguat di hadapan dolar AS. Rupee India menjadi mata uang terkuat di Asia, disusul oleh baht Thailand di peringkat kedua dan rupiah berada di posisi tiga. 

Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada pukul 16: WIB: 




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Penguatan rupiah relatif terbatas karena ada sentimen positif dan negatif yang beradu. Positifnya, AS-China semakin dekat menuju dialog dagang di Washington yang rencananya berlangsung awal September. 

Lawrence 'Larry' Kudlow, Penasihat Ekonomi Gedung Putih, mengungkapkan tim negosiator AS dan China melakukan komunikasi yang intensif sepanjang pekan ini. Menurut Kudlow, komunikasi tersebut cukup konstruktif. 

"Ini akan menjadi jalan untuk pertemuan di Washington. Kami masih mengagendakan delegasi China datang ke mari pada September," kata Kudlow, seperti diberitakan Reuters. 

Pelaku pasar (dan seluruh dunia) berharap AS dan China bertemu di Washington bulan depan, dan pertemuan itu menelurkan hasil yang positif. Dengan begitu, jalan menuju damai dagang AS-China tetap terbuka dan perekonomian global kembali semarak. 

Itu dari sisi positifnya. Namun ada faktor lain yang membebani rupiah dan mata uang Asia lainnya. Tema pasar keuangan hari ini adalah penantian. Investor  memfokuskan pandangan ke simposium tahunan yang diadakan Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) di Jackson Hole pada 22-24 Agustus. 

Ketua The Fed Jerome 'Jay' Powell dijadwalkan akan memberi  pidato pada malam ini waktu Indonesia. Pelaku pasar ingin memastikan dan mencari petunjuk yang lebih terang-benderang mengenai arah kebijakan moneter The Fed ke depan.  


Kemarin, The Fed merilis notula rapat (minutes of meeting) edisi Juli yang mengungkap bahwa sebagian pejabat bank sentral ingin menempuh pelonggaran moneter yang agresif. Namun hasilnya, The Fed 'hanya' menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin (bps). 

"Beberapa peserta rapat ingin menurunkan suku bunga acuan lebih dalam yaitu 50 bps untuk mempercepat laju inflasi menuju target 2%. Namun peserta lainnya memilih untuk menurunkan suku bunga acuan 25 bps," demikian tulis notula rapat itu. 

Dengan suara para pejabat yang terpecah, menarik untuk menerka bagaimana arah suku bunga kebijakan. Pelaku pasar masih meyakini bahwa The Fed akan kembali menurunkan suku bunga bulan depan. Berdasarkan CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 1,75-2% mencapai 93,5%.  

Agar semakin yakin, investor butuh 'arahan' dari Powell. Oleh karena itu, tidak heran pelaku pasar memilih wait and see sebelum menentukan langkah selanjutnya. Ini yang membuat arus modal masih enggan membanjiri pasar keuangan Asia.



TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular