
Mulut Manis China Bawa Bursa Asia Menghijau
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
16 August 2019 17:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham utama Benua Kuning menutup perdagangan terakhir di pekan ini di zona hijau: indeks Nikkei naik 0,06%, indeks Shanghai menguat 0,29%, dan indeks Hang Seng terangkat 0,94%.
Pada sesi awal perdagangan, bursa saham Asia sejatinya sempat diterpa tekanan jual seiring dengan komentar tak sedap yang diutarakan China terkait dengan perang dagang dengan AS. Kemarin sore (15/8/2019), Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa pihaknya harus mengambil langkah balasan guna merespons rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan bea masuk senilai 10% bagi produk impor asal China yang hingga kini belum terdampak perang dagang.
Etikat baik dari AS ternyata tak digubris oleh China. Seperti yang diketahui, pada hari Selasa (13/8/2019) Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.
Kantor Perwakilan Dagang AS dalam pernyataan resminya mengatakan bahwa keputusan ini dilandasi oleh alasan "kesehatan, keselamatan, keamanan nasional, dan faktor-faktor lainnya", dilansir dari CNBC International.
Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.
Namun kemudian, pelaku pasar mulai merespons positif nada optimisme yang keluar dari mulut manis pejabat Kementerian Luar Negeri China. Masih kemarin, Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan optimisme bahwa kedua belah pihak bisa menemukan solusi untuk perang dagang kedua negara yang sudah berlangsung begitu lama.
"Dengan dasar kesetaraan dan rasa saling menghormati, kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan melalui dialog dan konsultasi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari CNBC International.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa mengakhiri perang dagang antar keduanya, tentu perekonomian global bisa dipacu untuk melaju di level yang relatif tinggi.
Untuk diketahui, sejauh ini perang dagang AS-China sudah sangat menyakiti perekonomian global. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi global melandai menjadi 3,598%, dari yang sebelumnya 3,789% pada tahun 2017.
Untuk tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan kembali melandai menjadi 3,328%. Jika terealisasi, maka akan menandai laju pertumbuhan ekonomi terburuk sejak tahun 2009, kala perekonomian global terkontraksi sebesar 0,107% akibat krisis keuangan global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Kesepakatan Dagang Tahap Satu Diteken, Bursa Asia Kompak Naik
Pada sesi awal perdagangan, bursa saham Asia sejatinya sempat diterpa tekanan jual seiring dengan komentar tak sedap yang diutarakan China terkait dengan perang dagang dengan AS. Kemarin sore (15/8/2019), Kementerian Keuangan China mengatakan bahwa pihaknya harus mengambil langkah balasan guna merespons rencana Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan bea masuk senilai 10% bagi produk impor asal China yang hingga kini belum terdampak perang dagang.
Etikat baik dari AS ternyata tak digubris oleh China. Seperti yang diketahui, pada hari Selasa (13/8/2019) Kantor Perwakilan Dagang AS mengumumkan bahwa pihaknya akan menghapus beberapa produk dari daftar produk impor asal China yang akan dikenakan bea masuk baru pada awal bulan depan.
Lebih lanjut, pengenaan bea masuk baru senilai 10% untuk berbagai produk lainnya yang sejatinya akan mulai berlaku efektif pada awal September diputuskan ditunda hingga 15 Desember. Produk-produk yang akan ditunda pengenaan bea masuknya mencakup ponsel selular, laptop, konsol video game, dan monitor komputer.
Namun kemudian, pelaku pasar mulai merespons positif nada optimisme yang keluar dari mulut manis pejabat Kementerian Luar Negeri China. Masih kemarin, Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan optimisme bahwa kedua belah pihak bisa menemukan solusi untuk perang dagang kedua negara yang sudah berlangsung begitu lama.
"Dengan dasar kesetaraan dan rasa saling menghormati, kita dapat menemukan solusi yang saling menguntungkan melalui dialog dan konsultasi," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying, dilansir dari CNBC International.
Kala dua negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia bisa mengakhiri perang dagang antar keduanya, tentu perekonomian global bisa dipacu untuk melaju di level yang relatif tinggi.
Untuk diketahui, sejauh ini perang dagang AS-China sudah sangat menyakiti perekonomian global. Pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi global melandai menjadi 3,598%, dari yang sebelumnya 3,789% pada tahun 2017.
Untuk tahun 2019, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan kembali melandai menjadi 3,328%. Jika terealisasi, maka akan menandai laju pertumbuhan ekonomi terburuk sejak tahun 2009, kala perekonomian global terkontraksi sebesar 0,107% akibat krisis keuangan global.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/ank) Next Article Kesepakatan Dagang Tahap Satu Diteken, Bursa Asia Kompak Naik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular