
Terseret Bara Gejolak Hong Kong, IHSG Kembali Terpuruk
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
13 August 2019 09:54

Jakarta, CNBC Indonesia - Mengawali perdagangan dengan penguatan tipis sebesar 0,01% ke level 6.251,31, daam sekejap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah berbalik arah ke zona merah. Pada pukul 09:30 WIB, indeks saham acuan di Indonesia tersebut ditransaksikan melemah 0,19% ke level 6.238,82. Pada perdagangan kemarin (12/8/2019), IHSG melemah 0,5%.
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga diterpa aksi jual pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 1,48%, indeks Shanghai jatuh 0,58%, indeks Hang Seng anjlok 1,52%, indeks Straits Times terkoreksi 1,06%, dan indeks Kospi terpangkas 0,9%.
Situasi di Hong Kong yang masih mencekam sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kemarin, Bandara Internasional Hong Kong dipaksa untuk membatalkan seluruh penerbangan mulai dari sore hari lantaran banyaknya massa yang menyemut untuk melakukan aksi protes di sana. Hal tersebut menandai gangguan terbesar bagi perekonomian Hong Kong pasca demonstrasi dimulai pada awal bulan Juni.
"Operasional bandara di Bandara Internasional Hong Kong telah terganggu secara serius sebagai hasil dari demonstrasi pada hari ini," tulis otoritas bandara Hong Kong dalam pernyataan resminya, dilansir dari Bloomberg.
"Selain penerbangan keberangkatan yang sudah menyelesaikan proses check-in dan penerbangan kedatangan yang sudah bertolak menuju Hong Kong, semua penerbangan di sisa hari ini telah dibatalkan."
Melansir Bloomberg, The Civil Human Rights Front selaku kelompok yang telah mengorganisir beberapa aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong mengatakan bahwa pihaknya akan kembali menggelar aksi demonstrasi pada hari Minggu (18/8/2019).
Kini, muncul kekhawatiran yang sangat besar bahwa China akan mengintervensi kekacauan yang terjadi di Hong Kong. Melalui media sosial Weibo, Pimpinan Redaksi Global Times Hu Xijin mengatakan bahwa menurutnya Beijing akan melakukan intervensi jika kondisi di Hong Kong tak juga membaik. Untuk diketahui, Global Times merupakan media yang dimiliki dan dijalankan oleh Partai Komunis.
Sebelumnya, Global Times memberitakan bahwa aparat kepolisian China telah berkumpul di wilayah perbatasan.
Lebih lanjut, kecemasan terkait perang dagang AS-China ikut menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Asia. Belum lama ini, Presiden AS Donald Trump membuka kemungkinan bahwa dialog dagang AS-China yang dijadwalkan pada awal bulan depan bisa dibatalkan.
"Mungkin (dibatalkan), tetapi kita lihat nanti. Perundingan masih terjadwal," ujar Trump akhir pekan lalu, seperti diberitakan Reuters.
Lebih lanjut, Trump juga mengatakan bahwa AS tak akan berbisnis dengan Huawei, sesuatu yang sangat mungkin menyulut amarah dari pihak China.
"AS tidak akan berbisnis dengan Huawei. Namun itu bisa berubah jika ada kesepakatan dagang AS-China," katanya.
Dalam risetnya, Goldman Sachs menyebut bahwa AS-China sepertinya akan sulit mencapai kesepakatan dagang sebelum Pemilu di AS tahun depan. Perang dagang kemungkinan masih akan berkecamuk sampai tahun depan dan bisa berujung kepada resesi. Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG datang dari pergerakan rupiah yang tak menggembirakan. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.275/dolar AS. Jika depresiasinya bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai pelemahan rupiah selama dua hari beruntun.
Tekanan bagi rupiah masih datang dari rilis angka Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal II-2019 oleh Bank Indonesia (BI). Kalau pada kuartal I-2019 NPI membukukan surplus senilai US$ 2,42 miliar, pada kuartal II-2019 situasinya berbalik 180 derajat. NPI membukukan defisit US$ 1,98 miliar.
NPI merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari Tanah Air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air. Sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.
Yang lebih membuat geleng-geleng kepala ada pos transaksi berjalan yang merupakan komponen dari NPI itu sendiri. Untuk diketahui, posisi transaksi berjalan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah.
Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Pada kuartal II-2019, BI mencatat bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6%. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar.
CAD pada kuartal II-2019 juga lebih dalam ketimbang CAD pada periode yang sama tahun lalu (kuartal-II 2018) yang sebesar 3,01% dari PDB. Bahkan jika dirunut ke belakang, CAD pada kuartal II-2019 merupakan CAD kuartal II terburuk dalam lima tahun atau sejak 2014.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article IHSG Jatuh di Bawah 6.000, Ini Saham-saham yang Dilepas
Kinerja IHSG senada dengan seluruh bursa saham utama kawasan Asia yang juga diterpa aksi jual pada perdagangan hari ini. Hingga berita ini diturunkan, indeks Nikkei ambruk 1,48%, indeks Shanghai jatuh 0,58%, indeks Hang Seng anjlok 1,52%, indeks Straits Times terkoreksi 1,06%, dan indeks Kospi terpangkas 0,9%.
Situasi di Hong Kong yang masih mencekam sukses memantik aksi jual di bursa saham Benua Kuning. Kemarin, Bandara Internasional Hong Kong dipaksa untuk membatalkan seluruh penerbangan mulai dari sore hari lantaran banyaknya massa yang menyemut untuk melakukan aksi protes di sana. Hal tersebut menandai gangguan terbesar bagi perekonomian Hong Kong pasca demonstrasi dimulai pada awal bulan Juni.
"Selain penerbangan keberangkatan yang sudah menyelesaikan proses check-in dan penerbangan kedatangan yang sudah bertolak menuju Hong Kong, semua penerbangan di sisa hari ini telah dibatalkan."
Melansir Bloomberg, The Civil Human Rights Front selaku kelompok yang telah mengorganisir beberapa aksi demonstrasi besar-besaran di Hong Kong mengatakan bahwa pihaknya akan kembali menggelar aksi demonstrasi pada hari Minggu (18/8/2019).
Kini, muncul kekhawatiran yang sangat besar bahwa China akan mengintervensi kekacauan yang terjadi di Hong Kong. Melalui media sosial Weibo, Pimpinan Redaksi Global Times Hu Xijin mengatakan bahwa menurutnya Beijing akan melakukan intervensi jika kondisi di Hong Kong tak juga membaik. Untuk diketahui, Global Times merupakan media yang dimiliki dan dijalankan oleh Partai Komunis.
Sebelumnya, Global Times memberitakan bahwa aparat kepolisian China telah berkumpul di wilayah perbatasan.
Lebih lanjut, kecemasan terkait perang dagang AS-China ikut menjadi faktor yang melandasi aksi jual di bursa saham Asia. Belum lama ini, Presiden AS Donald Trump membuka kemungkinan bahwa dialog dagang AS-China yang dijadwalkan pada awal bulan depan bisa dibatalkan.
"Mungkin (dibatalkan), tetapi kita lihat nanti. Perundingan masih terjadwal," ujar Trump akhir pekan lalu, seperti diberitakan Reuters.
Lebih lanjut, Trump juga mengatakan bahwa AS tak akan berbisnis dengan Huawei, sesuatu yang sangat mungkin menyulut amarah dari pihak China.
"AS tidak akan berbisnis dengan Huawei. Namun itu bisa berubah jika ada kesepakatan dagang AS-China," katanya.
Dalam risetnya, Goldman Sachs menyebut bahwa AS-China sepertinya akan sulit mencapai kesepakatan dagang sebelum Pemilu di AS tahun depan. Perang dagang kemungkinan masih akan berkecamuk sampai tahun depan dan bisa berujung kepada resesi. Dari dalam negeri, tekanan bagi IHSG datang dari pergerakan rupiah yang tak menggembirakan. Hingga berita ini diturunkan, rupiah melemah 0,21% di pasar spot ke level Rp 14.275/dolar AS. Jika depresiasinya bertahan hingga akhir perdagangan, maka akan menandai pelemahan rupiah selama dua hari beruntun.
Tekanan bagi rupiah masih datang dari rilis angka Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) periode kuartal II-2019 oleh Bank Indonesia (BI). Kalau pada kuartal I-2019 NPI membukukan surplus senilai US$ 2,42 miliar, pada kuartal II-2019 situasinya berbalik 180 derajat. NPI membukukan defisit US$ 1,98 miliar.
NPI merupakan indikator yang mengukur arus devisa (mata uang asing) yang masuk dan keluar dari Tanah Air. Jika nilainya positif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke tanah air. Sementara jika nilainya negatif, maka ada lebih banyak devisa yang mengalir ke luar Indonesia.
Yang lebih membuat geleng-geleng kepala ada pos transaksi berjalan yang merupakan komponen dari NPI itu sendiri. Untuk diketahui, posisi transaksi berjalan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendikte pergerakan rupiah.
Pasalnya, arus devisa yang mengalir dari pos transaksi berjalan cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial (komponen NPI lainnya) yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Pada kuartal II-2019, BI mencatat bahwa defisit transaksi berjalan/current account deficit (CAD) menembus level 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), tepatnya 3,04%. Padahal pada kuartal I-2019, CAD hanya berada di level 2,6%. Secara nominal, CAD pada kuartal II-2019 adalah senilai US$ 8,44 miliar.
CAD pada kuartal II-2019 juga lebih dalam ketimbang CAD pada periode yang sama tahun lalu (kuartal-II 2018) yang sebesar 3,01% dari PDB. Bahkan jika dirunut ke belakang, CAD pada kuartal II-2019 merupakan CAD kuartal II terburuk dalam lima tahun atau sejak 2014.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/hps) Next Article IHSG Jatuh di Bawah 6.000, Ini Saham-saham yang Dilepas
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular