
AS Larang Produk Asal China, Wall Street Terancam Jeblok
Dwi Ayuningtyas, CNBC Indonesia
09 August 2019 19:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham kontrak futures Wall Street anjlok pada perdagangan akhir pekan, Jumat (9/8/2019). Pada pukul 19:05 WIB, kontrak futures Dow Jones dan S&P 500 terperosok masing-masing 129,19 poin dan 15,89 poin. Sementara kontrak futures Nasdaq anjlok 59,33 poin.
Indeks-indeks utama Wall Street pada perdagangan pre-market kompak memerah setelah instansi pemerintahan Amerika Serikat (AS) berniat mengganti ribuan peralatan telekomunikasi dan peralatan pengawasan yang berlabel Made in China.
Niat tersebut seiring dengan keputusan Pemerintah AS yang melarang agensi federal untuk membeli peralatan dari lima perusahaan teknologi asal Negeri Tiongkok atau memperbarui kontrak dengan mereka. Larangan mulai berlaku per 13 Agustus 2019, yakni Selasa minggu depan, dikutip dari Nikkei Asian Review.
Pelarangan tersebut diberikan untuk mengakhiri ancaman keamanan nasional yang dianggap oleh Pemerintah Negeri Paman Sam berpotensi timbul dari menggunakan produk-produk buatan China.
Untuk diketahui, pada bulan Mei lalu, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang perusahaan swasta untuk membeli peralatan telekomunikasi yang berasal dari pemasok China.
Lebih lanjut, larangan tersebut datang setelah Negeri Tirai Bambu memutuskan untuk berhenti membeli produk pertanian asal AS sebagai respon dari keputusan Trump yang akan mengenakan tarif 10% pada produk impor asal China senilai US$ 300 miliar per 1 September 2019, dilansir CNBC International.
Selain itu, Kementerian Perdagangan China juga membuka kemungkinan untuk mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS yang sudah terlanjut dipesan setelah tanggal 3 Agustus. Perseteruan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia yang tak kunjung usai tentu berpotensi untuk semakin menekan laju pertumbuhan ekonomi global.
"Tentu saja, meningkatnya ketegangan perdagangan melalui tarif yang lebih tinggi dan akses terbatas ke pasar dapat menyakiti sentimen, meningkatkan biaya, merusak rantai pasokan dan melemahkan profitabilitas perusahaan," ujar James Knightley, Kepala Ekonom Internasional di ING, dikutip dari Reuters.
Knightley menambahkan sentimen ini kemudian menyebar ke konsumen dan ekonomi secara keseluruhan, di mana dapat berdampak pada meningkatnya resiko resesi. Pada hari ini investor akan mencermati rilis data indeks harga produsen pada pukul 19:30 WIB.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Indeks-indeks utama Wall Street pada perdagangan pre-market kompak memerah setelah instansi pemerintahan Amerika Serikat (AS) berniat mengganti ribuan peralatan telekomunikasi dan peralatan pengawasan yang berlabel Made in China.
Niat tersebut seiring dengan keputusan Pemerintah AS yang melarang agensi federal untuk membeli peralatan dari lima perusahaan teknologi asal Negeri Tiongkok atau memperbarui kontrak dengan mereka. Larangan mulai berlaku per 13 Agustus 2019, yakni Selasa minggu depan, dikutip dari Nikkei Asian Review.
Untuk diketahui, pada bulan Mei lalu, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang melarang perusahaan swasta untuk membeli peralatan telekomunikasi yang berasal dari pemasok China.
Lebih lanjut, larangan tersebut datang setelah Negeri Tirai Bambu memutuskan untuk berhenti membeli produk pertanian asal AS sebagai respon dari keputusan Trump yang akan mengenakan tarif 10% pada produk impor asal China senilai US$ 300 miliar per 1 September 2019, dilansir CNBC International.
Selain itu, Kementerian Perdagangan China juga membuka kemungkinan untuk mengenakan bea masuk baru bagi produk agrikultur asal AS yang sudah terlanjut dipesan setelah tanggal 3 Agustus. Perseteruan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia yang tak kunjung usai tentu berpotensi untuk semakin menekan laju pertumbuhan ekonomi global.
"Tentu saja, meningkatnya ketegangan perdagangan melalui tarif yang lebih tinggi dan akses terbatas ke pasar dapat menyakiti sentimen, meningkatkan biaya, merusak rantai pasokan dan melemahkan profitabilitas perusahaan," ujar James Knightley, Kepala Ekonom Internasional di ING, dikutip dari Reuters.
Knightley menambahkan sentimen ini kemudian menyebar ke konsumen dan ekonomi secara keseluruhan, di mana dapat berdampak pada meningkatnya resiko resesi. Pada hari ini investor akan mencermati rilis data indeks harga produsen pada pukul 19:30 WIB.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dwa/dwa) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?
Most Popular